Deolinda dan Darren turun ke bawah untuk sarapan, kedua orang tua mereka sudah pergi. Deolinda pergi ke sekolah bersama Darren.
"Kamu jangan dekat-dekat dengan Ruben," ucap Darren dengan tegas.
"Iya kak, aku akan menjauh dari Ruben. Kak Darren hati-hati di jalan," Deolinda tersenyum.
"Iya sayang, nanti telepon saja jika sudah pulang." Darren tersenyum.
"Iya, bye kak." Deolinda keluar dari mobil, Darren pergi dari sekolah, Deolinda dan ketiga sahabatnya pergi ke kelas.
Deolinda bertemu dengan Ruben, Ruben pergi begitu saja setelah melihat Deolinda. Mereka duduk kursi, mereka bertiga menatap Deolinda.
"Apa yang terjadi semalam?" Heni bertanya.
"Aku menolak cinta Ruben, wajar sekarang Ruben marah padaku."
"Semua karena kesalahan aku, kalian jadi berantem." Heni menunduk merasa bersalah.
"Kamu tidak salah Heni, ini semua takdir." Deolinda tersenyum, pelajaran dimulai.
Bel istirahat berbunyi, Deolinda dan ketiga sahabatnya pergi ke kantin. Vanya menghadang jalan Deolinda, Vanya menatap Deolinda dengan marah.
"Apa yang terjadi pada Ruben?"
"Apa maksud kamu?" tanya Deolinda bingung.
"Kenapa Ruben jadi sedih, ini pasti karena kamu." Vanya menatap dengan marah.
"Bukan urusan kamu, ayo kita pergi." Deolinda tidak peduli pada Vanya dan pergi, Vanya mengambil minuman dan menyiram ke baju Deolinda bagian belakang. Deolinda marah karena perbuatan Vanya.
"Kamu gila," Deolinda menjambak rambut Vanya dan melemparkannya hingga membentur dinding, Deolinda melihat Vanya kesakitan langsung pergi.
Deolinda takut bahwa ramalan itu benar, Deolinda pergi dari sekolah. Deolinda duduk di taman yang sepi, Deolinda melihat kalungnya dan teringat pada ayahnya.
Deolinda menggenggam erat kalung tersebut, Deolinda menutup mata. Saat membuka mata, Deolinda melihat dirinya memiliki sayap. Deolinda menatap langit, di langit terlihat sebuah pintu.
"Apa itu perbatasan antara dunia manusia dan dunia ayah? Tapi apa aku bisa terbang setinggi itu?"
Deolinda menyakinkan dirinya sendiri, Deolinda membiasakan diri dengan sayapnya. Deolinda terbang tinggi, Deolinda tersenyum dengan tidak percaya.
Deolinda mencari keberadaan ayahnya, semua orang menatap dirinya dengan aneh. Deolinda bingung, kemana dia harus mencari ayahnya.
Tiba-tiba ada seseorang ibu tua yang mendekati, "maaf nak, kamu siapa ya?"
"Saya Deo, saya sedang mencari ayah saya." Deolinda tersenyum menjelaskan.
"Siapa ayahmu? Kenapa kamu memiliki mahkota kerajaan?" Deolinda bingung dan menyentuh kepalanya.
"Saya tidak tahu, tapi ayah saya bernama Rama." Deolinda tersenyum menyebutkan nama ayahnya.
"Pangeran Rama belum menikah, bagaimana bisa pangeran Rama memiliki putri?"
Deolinda berfikir, 'apa ayahku pangeran di dunia ini? Sebuah kebetulan jika ibunda seorang putri kerajaan.'
"Maaf bu, apa bisa antar saya bertemu pangeran Rama? Saya tidak tahu apakah ayah saya pangeran disini." Deolinda tersenyum dengan sopan.
"Aku antar kamu," Deolinda mengikuti ibu menuju ke istana, prajurit menatap Deolinda dengan curiga.
"Apa keperluan kamu?"