Keesokan harinya Deolinda pergi ke sekolah, di dalam kelas Deolinda terlihat bingung. Semua sahabat menatap dengan bingung, bel istirahat berbunyi.
"Kamu kenapa Deo? Ada masalah?" Rika menatap dengan bingung.
"Hari minggu, kak Darren akan bertunangan dengan perempuan jahat." Deolinda terdiam.
"Lalu apa keputusan kak Darren?" Nia menatap dengan rasa ingin tahu.
"Kak Darren tidak setuju, tapi mama memaksa untuk bertunangan." Deolinda sedih.
"Kenapa kak Darren tidak setuju? Apa kak Darren tahu tentang perempuan itu?" Heni menatap dengan serius, Deolinda terdiam.
"Deo ada apa?" Heni menggenggam tangan Deolinda, membuat Deolinda terkejut.
"Sebenarnya aku dan kak Darren bukan saudara kandung," Deolinda menatap sahabatnya dengan ragu.
"Bukannya kalian saudara, bagaimana mungkin sekarang kamu bilang kak Darren bukan saudara kamu?" Rika bingung.
"Awalnya aku mengira kita saudara, tapi saat aku umur 17 tahun. Aku tahu kenyataan jika aku bukan adik kak Darren, saat aku katakan pada kak Darren. Kak Darren juga mengatakan dia mencintai aku," Deolinda menundukkan kepala, semua berusaha memahami perkataan Deolinda.
"Sejak kapan kalian berpacaran?" Nia bertanya.
"Sudah satu minggu, kak Darren ingin membatalkan pertunangan karena dia mencintaiku."
"Aku akan membantu kamu, kita akan batalkan pertunangan itu." Heni tersenyum menatap Deolinda.
"Terima kasih Heni," Deolinda tersenyum.
"Apa rencana kita?" Rika bertanya.
"Bagaimana jika kita suruh laki-laki untuk menyamar jadi pacar perempuan itu, terus laki-laki ini marah karena dia tidak setuju dia bertunangan dengan laki-laki lain." Nia tersenyum menjelaskan rencananya.
"Aku setuju, nanti kalian pastikan semua sibuk dengan laki-laki itu. Aku akan bersembunyi dengan kak Darren, aku akan kembali dan menjelaskan semuanya pada papa dan mama. Terima kasih, kalian mau membantu aku." Deolinda tersenyum bahagia.
"Sama-sama Deo, kamu sahabat kami. Kami pasti akan membantu kamu," Heni tersenyum.
"Kalau begitu, kalian cari laki-laki yang bisa akting marah dengan bagus. Hari minggu kita jalankan rencana kita," Deolinda dan sahabatnya tersenyum bahagia.
Hari minggu, semua yang datang terlihat bahagia. Darren dan Deolinda sedang berada di kamar Darren, menunggu keributan dimulai. Mereka menatap ke jendela, menatap apa yang sedang terjadi.
"Rose, dimana kamu?" laki-laki itu marah dan mencari Rose.
"Siapa kamu?" Rose dengan angkuhnya bertanya.
"Aku pacar kamu, tega kamu Rose memperlakukan aku seperti ini." Laki-laki itu marah menatap Rose, Deolinda dan Darren turun kebawah dan keluar dari rumah.
"Aku tidak mengenal kamu, jadi pergi sekarang dan jangan buat keributan." Rose marah, ketiga sahabat Deolinda tersenyum bahagia melihat rencana mereka berhasil.
"Aku tahu kamu memiliki tahi lalat di punggung kamu, kamu masih mau menyangkal jika kita tidak pernah tidur bersama?" Laki-laki itu tersenyum dengan angkuhnya.