⧽⧽⧼⧼
“Jangan bilang kamu setuju untuk bekerja di sana?” Adara melirik Alvaro yang sedang fokus mengemudi di sampingnya.
Mata hitam Adara menatap kemejanya yang basah. Santri yang memperkenalkan diri sebagai Nana Hijria itu secara tidak sengaja menumpahkan air yang dibawanya ke arah Adara. Alvaro yang melihat kejadian itu hanya menghela nafas dan segera menarik Adara untuk pulang dengannya, meninggalkan Nana yang tersenyum seraya melambaikan tangannya.
“Memangnya kenapa? Itu kesempatan untuk bisa bertemu dengan bang Zana.”
Alvaro kembali menghela nafas dan menatap lampu merah di depannya. Pemuda itu melirik Adara yang berusaha mengeringkan pakaiannya dengan tisu. Alvaro mengerutkan keningnya saat mencium bau anyir yang mulai memenuhi mobilnya.
Pemuda itu dengan cepat membuka kaca mobilnya dan membiarkan angin memasuki bagian dalam mobilnya. Adara melirik Alvaro dari sudut matanya, meski jendela mobil dan ac sudah dinyalakan entah kenapa Adara tetap merasakan panas pada tubuhnya terbukti dari keringat yang mengalir menuruni wajahnya.
Alvaro melirik Adara yang sedang mengusap keringatnya. Mata coklat terang pemuda itu melebar menatap objek hitam yang menyeringai ke arahnya dari samping Adara.
Alvaro segera mengerem mendadak mobilnya. Adara sempat maju ke depan dan hampir menabrak bagian dashboard mobil jika tidak memakai sabuk pengamannya.
“Hei, Alvaro! Apa yang kamu lakukan? Aku hampir jantu-”
Adara menghentikan kalimatnya dan melihat Alvaro yang sedang menstabilkan nafasnya. Keringat tampak mengalir deras menuruni wajahnya.
Adara segera menepuk pelan bahu Alvaro membuat perhatian pemuda itu teralihkan kepadanya. Mata coklat terang Alvaro menatap ekspresi khawatir Adara.
“Tidak apa-apa. Aku hanya butuh istirahat sebentar.”
Alvaro menyandarkan punggungnya pada kursi mobilnya dan menarik nafas panjang, sedangkan Adara hanya menatap Alvaro dengan kerutan di wajahnya.
Sejak bertemu Nana dia jadi aneh. Apa ada sesuatu dengan santri itu? Batin Adara terus mengusap keringat yang mengalir menuruni wajahnya.
Alvaro melirik Adara yang terus mengusap keringatnya dan menatap ac yang sudah dinyalakannya.
“Kamu kepanasan, Adara? Apa ac-nya kurang kuat?”
Adara menggelengkan kepalanya dan menatap telapak tangannya yang basah oleh keringat. Ada yang aneh. Perasaan janggal mulai bermain dalam kalbunya saat menatap telapak tangannya yang semakin basah seperti baru selesai memegang air.
Alvaro yang melihat itu mengerutkan keningnya dan kembali menghidupkan mesin mobilnya.
“Kita periksa di rumah sakit saja.”
***