Tanpa terasa, sudah hampir satu tahun Niken jadi mahasiswa.
Seperti yang ia rencanakan (dan Nares perkirakan), ia lebih fokus dan menghayati hobi bernyanyi dan bermusiknya daripada kuliah. Ia menghadiri kelas, mengerjakan tugas, ujian, dan berinteraksi dengan teman-temannya sealakadarnya saja. Semester kemarin, nilai IPK-nya pun pas-pasan dan saat orangtuanya bertanya mengapa nilainya bisa pas-pasan, ia mengandalkan Nares untuk menjadi juru bicaranya.
"Niken masih beradaptasi kayaknya, Mam, Pap. Namanya juga tumben-tumbenan dia hidup jauh dari kita semua. Wajar kok mahasiswa tuh semester-semester awal nilainya agak pas-pasan," begitulah Nares meyakinkan kedua orangtua mereka.
Dan pasti, tentu saja, mami dan papi mereka percaya dengan omongan kakaknya dan berharap ia bisa memperbaiki IPK-nya di semester ini, yang tinggal separuh jalan lagi.
Selain menjalani kehidupan akademik dengan sekadarnya saja, Niken juga sudah terkenal di kalangan teman-teman, baik seangkatan dan kakak kelas, sebagai mahasiswa kupu-kupu sejati, alias mahasiswa yang kerjanya hanya kuliah-pulang, kuliah-pulang. Tak pernah sekali pun ia ikut terlibat sebagai panitia acara apa pun, atau organisasi apa pun yang ada di kampus.
Di hari-hari kuliah, pagi hari ia berangkat ke kampus dari apartemen dengan mobilnya dan kuliah seperti biasa, duduk menyendiri di pojok belakang kelas. Sepanjang kuliah pun ia jarang-jarang mendendengarkan juga memerhatikan dosen—palingan hanya beberapa dosen yang ia anggap cara penyampaian kuliahnya lumayan menarik—dan biasanya menulis-nulis lirik lagu baru di bukunya.
Siang hari, pada saat jam istirahat atau makan siang, Niken selalu makan di restoran yang ada di sekitar kampus dan tidak pernah gabung bersama teman-temannya untuk makan di kantin. Sebenarnya ada beberapa dari teman-teman seangkatannya yang memilki kecenderungan yang sama dengannya, yaitu keluar dari kampus dengan mobil kemudian makan siang di restoran dan bukan di kantin kampus, tetapi mereka sudah punya geng eksklusif mereka sendiri dan tentu saja Niken tidak ada niatan untuk bergabung dengan mereka.
Atau, kalau ia sedang malas mengendarai mobil karena tahu di luar sana sedang macet, ia biasanya delivery makanan yang ia inginkan dan makan sendiri di taman sambil mendengarkan lagu—ya, tentu saja sendiri.
Ketika jam kuliah terakhir usai, Niken langsung pulang ke apartemennya, di saat teman-temannya yang lain lanjut dengan kegiatan mereka masing-masing: entah main bersama teman-teman segeng, kumpul rapat organisasi, rapat kepanitiaan, atau kumpul ramai-ramai bersama kakak-kakak senior (ini yang paling Niken hindari). Kegiatan kolektif yang bisa Niken toleransi hanyalah kumpul untuk berdiskusi mengenai tugas kelompok. Setelah pembagian tugas sudah jelas, pasti Niken yang akan pamit dan angkat kaki pertama.
Bagi Niken, semua kegiatan itu hanya buang-buang waktu dan ia jelas lebih memilih untuk mengerjakan lagu (atau terpaksa, tugas kuliah) di apartemennya daripada ikut kegiatan seperti itu.
Namun, di awal hingga pertengahan semester 2 ini, ia sedikit lebih sibuk sehingga sering lebih terlambat pulang ke apartemen karena ia harus ikut terlibat untuk mempersiapkan Opera and Drama Inspired by SBM for Education and Charity (Oddisey). Oddisey merupakan proyek besar bagi seluruh anak-anak semester 2 di SBM ITB; media untuk mempraktekkan ilmu manajemen yang dipelajari dengan menangani kendala dan resiko dari rangkaian kegiatan yang nyata; serta untuk memenuhi nilai mata kuliah Manajemen Praktis dan Leadership.
Untuk Oddisey tahun angkatannya Niken berbentuk sebuah pagelaran teatrikal kisah mitodologi Yunani. Tadinya, Niken bermaksud untuk bergabung di bagian pertunjukan, tetapi ternyata latihan dan persiapannya sangat intens dan melibatkan sangat banyak orang (ini yang paling membuatnya patah arang), maka akhirnya ia pun mundur dan memilih untuk masuk ke bagian bazaar. Karena Niken tidak mau banyak ambil pusing, ia pun menawarkan untuk nantinya berjualan makanan dari bisnis keluarganya dan tentu saja teman-teman satu timnya juga setuju.
Jadi, kegiatannya di kampus hanyalah kuliah dan mempersiapkan Oddisey, kemudian pulang ke apartemen—ke studionya. Tapi untungnya, Oddisey sudah diselenggarakan bulan Maret kemarin, jadi sekarang ia bisa kembali dengan kegiatan rutinnya sebelum sibuk dengan Oddisey.
Untuk menunjang keseriusannya dalam bernyanyi dan bermusik, Niken menyulap salah satu kamar apartemennya (karena ia tinggal di apartemen dengan dua kamar) menjadi studio musik. Dari 24 jam sehari, Niken bisa menghabiskan waktu setidaknya separuh dari harinya di dalam studionya itu dan bahkan bisa 24 jam (dikurangi sejamlah untuk kegiatan-kegiatan pokok seperti makan dan ke kamar mandi). Selama hampir setahun ia menetap di Bandung, ia lebih produktif membuat atau meng-cover lagu dan mengunggahnya ke akun Soundcloud miliknya dan sudah cukup banyak yang mendengarkan lagu-lagunya.
Semakin banyak yang mengapresiasi lagu-lagu yang ia buat atau cover, semakin bersemangatlah ia bersemedi di studionya. Bahkan, ada hari-hari dimana ia sampai bolos kuliah tiga hari berturut-turut saking bersemangat dan menghayatinya ia menggarap lagu. Menurut Niken, di saat ia sedang mood membuat lagu, kegiatan-kegiatan lain di luar makan dan ke kamar mandi adalah hal-hal yang dapat merusak mood-nya—dan pergi ke kampus untuk kuliah jelas salah satunya.
Selain itu, ada satu hal yang terus menginspirasinya untuk membuat lirik atau lagu: si laki-laki misterius berkemeja kuning yang ia lihat di Rumah Pohon waktu itu. Karena ia masih terngiang-ngiang akan sosok berbinar itu, hampir setiap minggu Niken bisa menulis surat untuknya. Saking berdedikasinya, ia bahkan sampai membeli buku khusus yang isinya guratan-guratan tangannya mengenai si sosok misterius itu.
Sebelum ia bertemu dengan sosok itu, Niken lebih suka membuat lagu dengan irama juga lirik yang sedih, pilu, penuh gundah gulana. Namun, setelah satu malam yang berkesan itu, Niken tiba-tiba memiliki kemampuan baru untuk membuat lagu dengan irama yang lebih ceria dan lirik yang sangat manis—laki-laki misterius itu menjadi sumber inspirasi terbarunya.
Lewat beberapa lagu yang ia garap dalam hampir setahun belakangan ini, Niken sudah mempersonifikasikan laki-laki itu dalam banyak bentuk: mentari, purnama, pengembara, dan lain-lainnya.
Niken jarang berdoa; nyaris tidak pernah berdoa.
Tetapi semenjak malam itu, ia terus berdoa supaya suatu saat ia bisa dipertemukan kembali dengan sosok berbinar itu.
***
"Halo? Niken? Kenapa telepon gue?"
"Kak, kirimin Niken duit bulanan lagi, dong."
"Lah? Emangnya yang kemarin udah abis? Kan baru dua minggu yang lalu bukan gue kirimin?"
"Hehe, udah abis yang itu, soalnya gue pake beli ukulele. Hehe."
"Ukulele lagi? Bukannya dua apa tiga bulan yang lalu lo udah beli ukulele? Lagian ukulele berapaan, sih? Bukannya murah?"
"Kemarin-kemarin gue beli ukulele warna mint sama pink, terus kemarin gue beli yang warna lilac biar matching sama dress gue, hehe. Terus sama beli perintilan kamera film gue. Sama kemarin-kemarin lagi banyak jajan soalnya pusing banyak tugas, jadi laper melulu."
"Ya ampun, bener-bener lo ya. Ternyata lo serius juga ngerjain tugasnya sampai kelaperan segala?"
"Ini tugas dari matkul yang dosennya gue demen cara ngajarnya, Kak, jadi gue serius ngerjainnya. Ya, sekali-kalilah."
"Terharu juga gue denger lo begini. Ya udah, nanti gue transfer, ya. Gue lagi nyetir nih, masih di jalan mau balik ke kantor abis lunch di luar."
"Kantor lo tempat jual makan, elo malah makan siang keluar. Gimana sih lo, Kak, sebagai pewaris tahta enggak cinta produk bisnis sendiri hahaha!"
"Sialan lo. Sekali-kali enggak apa-apa kali, lagian kan gue tadi tuh lunch sekalian meeting. Elo udah makan?"
"Ini lagi makan, Kak. Di Hokben."
"Sendirian? As usual?"
"Yuhuu~"
"Ya udah deh kalau begitu. Nanti kalau ada apa-apa kasih tau gue, ya pokoknya. Jangan aneh-aneh aja lo pokoknya selama di sana."
"Siaaap."
"Gue sama sekali enggak masalahin nilai lo selama enggak ngulang, terus gue juga enggak masalahin elo jadi mahasiswa kupu-kupu asal elo emang serius sama passion lo di nyanyi sama bikin lagu. Eh iya, by the way, gue udah dengerin tuh lagu cover baru lo di Soundcloud. Bagus!"