Benar apa yang Bayu katakan dan janjikan padanya, Niken tak hanya cocok bergabung dengan band mereka, tapi juga nyaman berteman dengan Cakra juga Sakti, anggota band lainnya. Sudah jalan satu bulan mereka cukup sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama untuk latihan di studio yang mereka sewa bersama-sama, menjelang rekaman demo untuk mengikuti audisi tahap pertama untuk bisa tampil di acara puncak Pasar Seni.
Tidak sulit untuk akrab dan merasa nyaman dengan mereka.
Band mereka bernama The Infitude, pertama kali diinisiasi oleh Bayu setelah tanpa sengaja bertemu dengan Cakra, Sakti, dan Beni (anggota sebelumnya) di acara kumpul bareng anak-anak Jakarta di Kafe Rumah Pohon hampir setahun silam. Jadi, mereka berempat sama-sama dari Jakarta hanya saja Cakra dan Sakti dari SMA Negeri yang berbeda, sedangkan Niken dan Bayu dari SMA swasta. Selain itu, mereka sampai sekarang masih suka berandai-andai kalau saja hari itu Niken ikut kumpul, mungkin sejak awal mereka bisa nge-band bareng dan bukan dimulai bersama Beni.
Dan The Infinitude, adalah band dengan aliran rock, lebih tepatnya post-grunge rock, genre yang memang ingin sekali Niken jajali hanya ia memang belum mendapat ilham yang pas. Makanya, begitu ia tahu kalau The Infinitude adalah band dengan aliran tersebut, Niken menjadi semakin yakin dan bersemangat untuk berkarya bersama mereka.
Apalagi, selama Niken berkarya sendiri, ia tidak terpaku pada satu genre tertentu dan mencampurkan aliran musik mainstream dan alternative secara bersamaan. Untuk urusan penulisan dan penggarapan lagu-lagunya, Niken tidak terlalu banyak berpikir dan lebih banyak mengikuti ke mana olah rasa dan intuisinya mengalir. Makanya ia merasa The Infinitude bisa menjadi media ekspresinya yang baru.
Begitu mereka ditinggal Beni (yang merupakan gitaris utama mereka), Bayu, Cakra, dan Sakti berpikir keras untuk rebranding band mereka dan cara yang mereka pikir paling tepat adalah mencari vokalis baru karena suara vokalis bisa mengubah rasa juga karakter dari lagu-lagu mereka.
Bayu memiliki jenis suara tenor yang maskulin dan ia merasa suaranya terlalu biasa, tidak memiliki warna atau karakteristik khususnya sendiri, sehingga rasanya sulit bagi lagu-lagu mereka untuk terdengar berbeda atau distinctive dari band-band lainnya dengan aliran yang serupa. Apalagi, menurut mereka, aliran yang mereka geluti ini sudah mulai menjamur di kalangan mahasiswa juga. Kalau mereka masih tetap lanjut dengan Bayu sebagai vokalis untuk audisi, mereka tidak yakin mereka bisa lolos audisi tahap pertama.
Singkat cerita, pada akhirnya, mereka bertiga menemukan Niken.
Niken memiliki suara sopran yang sangat feminin juga ringan dengan falsetto yang cukup mumpuni, tipe-tipe suara yang paling cocok untuk diiringi dengan musik akustik. Kalau kata Satria, suara Niken saat bernyanyi rasanya seperti toast bread: renyah tapi lembut dan enak didengar sambil minum Earl grey milk tea. Tapi, seperti suara Bayu yang terlalu biasa untuk genre post-grunge rock, suara Niken juga terlalu lumrah untuk musik akustik. Setelah bertemu dengan Bayu, Cakra, dan Sakti, kemudian menjajal suara Niken dengan aransemen musik mereka, rupanya suara Niken dengan mudah berbaur dengan lagu-lagu mereka.
Benar saja, sesuai dengan perkiraan mereka bertiga, rasa dan karakter dari lagu-lagu The Infinitude langsung berubah dalam sekejap. Selain itu, Niken juga merasa klop menyanyikan lagu-lagu mereka, dan akhirnya ia pun bergabung dengan The Infinitude sebagai vokalis utama dan gitaris kedua karena Bayu yang menjadi gitaris utama mereka sekarang.
Bergabung dengan The Infinitude merupakan salah satu keputusan hidup terbaik yang Niken ambil selama hampir setahun belakangan ini. Baru kali ini Niken merasa ada menyenangkannya juga punya sekumpulan kecil teman-teman yang bisa diajak kumpul bareng setelah jam kuliah berakhir.
Sore ini, mereka ada latihan lagi di studio tempat mereka biasa latihan dan Niken yang sampai pertama di studio karena jam kuliahnya yang selesai paling awal di antara mereka berempat untuk hari ini.
Niken sedang duduk di kursi halaman depan studio sambil merokok dan mendengarkan lagu saat ia melihat Cakra, tiba dengan motor gedenya. Cakra Kalandra adalah drummer-nya The Infinitude dan anak jurusan Teknik Geologi, seangkatan dengan Niken—kebetulan mereka berempat semua seangkatan. Melihat Cakra, Niken langsung nyengir lebar sambil high-five dengannya, sebelum mengulurkan kotak rokoknya pada Cakra.
"Besok-besok gantianlah, gue yang bawa rokok. Gue lama-lama kagak enak nih elo subsidi rokok gue melulu kalau tiap latihan," kata Cakra, mengambil sebatang rokok dan menyalakannya dengan korek yang baru saja ia ambil dari saku celana jeans-nya.
"Yaelah, rokok doang, santai aja kali. Elo mau ambil semuanya juga enggak apa-apa, gue masih punya banyak di apart," tukas Niken, seakan-akan Cakra baru saja membesar-besarkan sesuatu yang sebenarnya bukan masalah juga untuk Niken.
"Duh, salah emang nih gue ngomong sama anak sultan,"
Mereka berdua tertawa terbahak-bahak, sambil menghembuskan kepulan putih dari bibir mereka. Niken tahu dan sadar betul kalau dirinya memang anak orang berada dan tidak pernah menyangkal apalagi menutup-nutupinya sama sekali. Mereka senang berkelakar, meledeknya anak orang kaya atau anak sultan, tetapi anehnya, candaan mereka tidak terdengar atau terasa menyebalkan untuknya, jadi Niken ikut haha-hihi ikut bergurau saja mendengarnya.
"Jarang-jarang kan lo punya temen anak sultan?" kelakar Niken sambil membenturkan bahunya ke bahu Cakra dan menggoyangkan kedua alisnya.
"Apa gue harus sering-sering ya main ke SBM biar terbiasa terus enggak kaget punya temen anak sultan?"
"Kalau udah sering gaul sama gue enggak bakalan kagetlah, Cak. Sejauh penglihatan gue, kayaknya sih gue udah paling tajir se-SBM."
Mereka berdua tertawa lagi sambil melanjutkan kegiatan merokok mereka sambil menunggu kedatangan Bayu dan Sakti.