Awan mulai mendung, gelap menutup sebagian langit. Sore itu, jam tangan berbunyi tepat menandakan sudah pukul 17:00. Lelaki itu keluar dari kantornya, diiringi dengan senandung yang ia ucapkan lirih, "... selalu ada yang bernyanyi dan berelegi ... dibalik awan hitam ...," dan di saat yang sama, gerimis mulai turun.
"Udah masuk musim penghujan ya?!" atasan lelaki itu bertanya dengan nada tak sabaran, sedang lelaki itu pura-pura tidak mendengar seolah tidak ada sesiapa selain dirinya di tempat parkir itu. Earphone menempel di telinganya, tak lupa lagu Desember masih mengudara di sana.
"... semoga ada yang menerangi sisi gelap ini ... menanti, seperti pelangi setia menunggu hujan reda ...," awan sudah benar gelap, muram. Air langit itu turun mengeroyok bumi setiap tetes demi tetes. Atasan lelaki itu pergi, seolah tahu ia diacuhkan oleh bawahannya itu, lelaki itu. Mobil keluar dari tempat parkir, meninggalkan suara klakson tanda pamit. Lelaki itu hanya mengangkat tangan tanpa menoleh, berupaya sibuk dengan jas hujan yang ia kenakan.
"... aku selalu suka sehabis hujan di bulan Desember ...," tombol kanan atas jam tangan ia tekan, layar pada jam hanya menampil 'Dec', angka di sebelah kirinya sudah redup, lupa ia mengganti baterai.
Motor ia hidupkan dengan mengengkol motornya. Tiga kali, persis dugaannya, motor hidup. Desember masih mengudara di sana. Lelaki itu langsung meninggalkan tempat parkir. Tak lupa, suara klakson ia ikut dendangkan seperti atasannya tadi.
"Pak Jajang, saya duluan," katanya. Lambaian dan senyum balasan yang lelaki itu terima dari Satpam yang tadi dipanggilnya Pak Jajang, terekam di benaknya untuk sesaat. Gerimis berganti hujan, hujan menjadi lebat, dan Desember tetap mengudara di sana.
"... seperti pelangi setia menunggu hujan reda ...," lelaki itu mulai berhenti di sebuah café. Jas hujan yang basah itu ia lepas, digantungkan di atas setang motor. Berjalan menuju meja kasir. "Mas, cappuccino satu ya, hot, di meja sana." Lelaki itu duduk di meja yang tadi ia tunjukkan ke lelaki yang ada di meja kasir. Buku catatan ia keluarkan dengan sedikit tergesa. Tak lama, pesanan kopi susu itu tiba. Saat yang sama, seorang wanita yang tampak terburu, langsung duduk di seberang lelaki itu.
"Mas ..., tolong teh tawar satu, anget ya, ... sama kentang goreng satu, makasih," wanita itu mengangkat tangan, lelaki yang tadi baru saja mengantar pesanan Si Lelaki Cappuccino itu kembali lagi. Setelah mendengarnya tadi, ia kembali ke meja kasir.