Desa Wediduso

Fathul Mubin
Chapter #3

3 | Kalung Tasbih

3 | Kalung Tasbih

 

“Permisi pak, saya sepanjang perjalanan … jujur, masih penasaran,” sela Sebastian berjalan sebelahan dengan pak Buto.

   “Soal apa?”

   “Nyuwun sewu, nih pak. Kira-kira, agama warga desa Wediduso itu apa ya? “

   Pak Buto hendak menjawab, kemudian tersenyum simpul karena Sebastian masih belum selesai dengan kalimatnya, “Karena saya kira, dari yang sudah saya dengar … warga desa ini memuji alam? Dan kental dengan penghormatan alam.”

  Pertanyaan mendesak seorang pemuda penuh rasa penasaran, mengatupkan bibir monyong sang penerjemah bahasa serta penyambut tamu tersebut. Kantung matanya menebal, dan garis kerutan bibir semakin terasa jelas. Yamanaka menilai, sesuatu yang sakral menjadi pembicaraan yang tidak pantas diucapkan oleh seorang penyambut tamu biasa. Gejolak batin Yamanaka berperang antara membiarkan atau membahas topik lain saja.

    Mendadak pak Buto berhenti. Diikuti dua sejoli kampus fasih beberapa bahasa itu. Mulut pak Buto bergerak-gerak tanpa mendesis atau mengucap suara. Kepala ditangkupkan ke bawah. Sebastian menunggu akan terjadi apa. Termasuk Yamanaka seakan mengunyah kepahitan. Selesai merapal bacaan khusus, kepala pak Buto diangkat. Menghidu bau alam, dilepaskan secara tenang.

  “Mohon izin. Mbak, mas.” Badan diputar, membungkuk hormat sambil mempertemukan telapak tangan. “Desa ini menganut peraturan adat istiadat dan membicarakan agama yang tidak dikehendaki alam untuk desa ini adalah hal yang tabuh. Simpan dulu pertanyaan itu, nggeh? Saya akan sampaikan ke ketua desa supaya menjelaskan sendiri karena beliau lebih pantas.”

  Tidak ada protes apapun lagi setelah pak Buto lemah lembut menuturkan batasan-batasan seorang pengantar biasa sepertinya. Sebastian bersama Yamanaka mengangguk lemah. Berusaha maklum. Apa yang didengar barusan, memantapkan hati sosok Sebastian kalau sudah jelas warga desa ini hanya percaya hukum alam. Bukan menganut agama samawi.

  “Jangan tanya apa-apa lagi, ah!” lirih Yamanaka memukul lengan Sebastian.

  “Why? Namanya juga penasaran?”

Lihat selengkapnya