Laut itu indah. Tenang, memantulkan bias jingga dari matahari yang perlahan tenggelam. Namun, bagi Nala, laut menyimpan luka yang tak terlukiskan.
Hari ini, 22 Desember 2021, angin sore bertiup pelan, membawa aroma asin yang bercampur dengan dinginnya udara pantai. Nala berdiri di tepi pantai, tubuhnya diam seperti patung. Rambut panjangnya yang terurai bergerak mengikuti arah angin, tetapi ia tak peduli. Matanya menatap jauh ke cakrawala, menembus batas antara laut dan langit, seolah mencari sesuatu yang takkan pernah kembali.
Setiap kali ia kembali ke tempat ini, luka lama yang belum sembuh kembali menganga. Laut ini—tempat yang dulu menjadi saksi perubahan status hubungan mereka dari sahabat menjadi cinta—sekarang terasa dingin dan penuh beban.
“Laut ini indah, tapi kenapa setiap lihat laut, rasanya sakit banget?” gumam Nala pelan. Suaranya nyaris tenggelam oleh debur ombak yang terus berkejaran.
Sudah setahun berlalu sejak hari itu, sejak tragedi yang mengubah hidupnya selamanya. Namun, bagi Nala, waktu seolah berhenti di tanggal yang sama, di tempat yang sama. Di pantai ini, ia kehilangan seseorang yang menjadi bagian dari dirinya—seseorang yang takkan pernah tergantikan.