Haidar mulai berkenalan.
"Oh ya, pada kuliah dimana, teman-teman ini?” tanya Haidar.
“Saya di King’s College, Mas. Mau masuk tahun kedua, PhD student,” jawab Yusuf. Haidar mengangguk, terkesima.
“Saya di Brunnel, Mas,” jawab Tania, tersenyum. “Self-funding, belum beruntung untuk dapat beasiswa. Lagi nungguin tesis kelar.”
“Kalau saya di Imperial College, Mas. Sama, kagi nunggu tesis kelar,” jawab Danar.
“Wah, keren-keren semua, ya. Kalau saya di Universitas Groningen. S2 juga, lagi nunggu sidang tesis, dan approval ke PhD. Jauh, ya, dari sini.” Haidar tertawa kecil, berbalas dari lawan bicaranya.
“Oh ya, Mas. Kenal sama Mbak Alia? Mau nganterin ke Liverpool atau ada urusan lain, Mas?” tanya Danar. Tania menyikut-nyikut lengan Danar.
“Mau tau aja urusan orang nih, Danar, Malu-maluin aja.”
“Hihi, nggak apa-apa, kok. Saya dan Alia dulu sama-sama kuliah di UGM. Udah saling kenal dari sana.”
“Waaah, keren UGM. Aku nggak bisa loh, masuk sana. Jangan-jangan gara-gara diambil kursinya sama Mas Haidar, nih,” canda Yusuf.
Mereka berempat saling bersilaturahim dan bercengkerama, sambil menunggu Alia menyiapkan diri.
“Ngomong-ngomong kita mau ke mana aja, Mas? Saya buta banget, loh, sama London. Nggak sempat liat di internet.”
“Banyaaaak, Mas. Banyak banget. Mau kemana? Wisata sejarah? Wisata romantis? Wisata kuliner? Wisata akademik? Fantasi? Tinggal pilih, Mas,” sambar Tania, dengan gaya bahasanya yang cepat.
“Hhmmm, katanya ada spot peronnya Harry Potter ya?”
Semua terbahak. Sudah memperkirakan hal itu akan terucap serupa dari hampir seluruh anak muda Indonesia yang menginjakkan kaki di London.
“Saya norak, ya?” tanya Haidar, serius. “Harpot kan sudah melegenda, walaupun saya baca novelnya pertama kali sejak umur 9 tahun.”
“Nggak kok, Mas. Hampir semua orang Indonesia kayak seumuran kita gini, bahkan yang lebih tua, pengen banget lihat peronnya Harry Potter,” jawab Yusuf.
“Lihat foto-foto teman-teman di IG dan FB, yang pernah mampir, seru banget kelihatannya. Bawa keranjang, terus pake scarf.”
“Iya, Mas. Memang seru. Terus di samping peron ada toko merchandise Harry Potter. Kalau mau koleksi silahkan, Mas.” Tania menambahkan.
“Lokasinya ada di King’s Cross Station, Mas, di Pusat Kota London. Boleh nanti kita ke sana. Mungkin Mbak Alia juga berminat.” Yusuf menjelaskan.
“Siaapp, Mas Yusuf.”
“Nggak suka yang romantis-romantisan gitu, Mas?” tanya Danar.
“Hhmm, suka doooong. Ada apa aja ya?”
“Mas Haidar pernah nonton Julia Roberts dan Richard Gere, kan di Notting Hill? Nah, kursi tempat mereka saling senderan, dan pintu rumah nya yang warna biru juga ada. Banyak yang foto-foto di situ. Instagrammable, pokoknya,” ungkap Danar.
“Waaaah? Seru banget ya. Saya nonton Notting Hill pas SMP.” Haidar terkekeh.
“Ada juga Primrose Hill, Mas. Merupakan taman terbuka, bagian dari Regent’s Park. Kita bisa lihat keindahan taman dengan bunga-bunganya yang warna-warni, dan kota London secara panoramic dari ketinggian 64 meter. Keren bangeeet, dan romantis. Banyak yang bilang, itu tempat yang sangat indah untuk first kiss,” ucap Tania, dengan mata terbelalak.
Danar menyikut-nyikut tubuh Tania. Haidar terlihat salah tingkah.
“Bule mah udah biasa ciuman di tempat terbuka. Kamu mau, Tan? Eh tapi sama siapa?” Danar tertawa gelak.
“Pokoknya, London itu magical, Mas. Mulai dari Big Ben, Tower Bridge, Sungai Thames? Buckingham? Kensington tempat Pangeran William, atau apa lagi? Baker Street-nya Sherlock Holmes? Paddington?” jelas Yusuf.
“Saya ikut itinerary Mas Yusuf aja untuk hari ini,” jelas Haidar.
Alia tiba-tiba menyambangi mereka yang duduk manis di ruang tamu wisma.
“Saya sudah siap nih, teman-teman. Kita mau ke mana aja, Mbak? Mas?” tanya Alia.
“Eh, Mbak Alia. Udah zuhuran?” tanya Tania.
“Udah, Mbak. Kalian kalau mau Zuhuran ke kamar saya aja nggak apa-apa. Mas Yusuf dan Mas Haidar, ntar bisa tanya ke petugas sini kali ya, di mana tempat shalatnya.”
“OK, Mbak Alia. Seingat saya ada musholla di sini. Kami berdua habis ini ke situ,” jawab Yusuf.
“Mas Haidar, sekalian dijamak aja shalatnya,” ujar Alia, duduk beberapa jengkal dari Haidar. Haidar mengiyakan.
Sebelum menunaikan salat Zuhur, Yusuf menjelaskan itinerary mereka untuk dua hari ini, Sabtu dan Minggu. Berangkat dari wisma, mereka akan makan siang di restoran halal milik warga China muslim di daerah Bayswater, sambil berjalan-jalan di sekitar restoran itu, sepanjang jalan Queensway Road. Setelah makan, mereka akan melanjutkan berjalan ke Hyde Park dan Kensington Palace, lalu ke Buckingham Palace dan St James, Park.
“Pada kuat jalan nggak nih, Mbak Alia dan Mas Haidar?” tanya Yusuf.
“Insya Allah, Mas.” Haidar dan Alia menjawab serentak. Alia tersipu, sementara Haidar menunduk pelan, sambil tersenyum.
“Jadi, di Queensway, sekalian kita bisa beli oleh-oleh atau suvenir khas UK dan London. Miniatur Big Ben, dan sejenisnya. Ada juga kaos oblong, serta teh-teh khas UK, seperti Twining Tea, atau Ahmad Tea, yang dikemas sangat unik.”
“Wahhh, seru ya,” ujar Alia.
“Lalu, dari Buckingham dan Patung Victoria, nanti kita foto-foto pas sunset di depan BigBen dan Jembatan Westminster. It is so romantic and magical,” jelas Yusuf, penuh antusias. “Nah pas malamnya, boleh kita naik Thames cruiser, menyusuri sungai Thames dengan kapal. Indah banget pas malam. Kalau masih kuat, silahkan kalau mau naik London Eye atau ke Tower Bridge of London.” Yusuf tersenyum.
Alia dan Haidar terperangah, sementara Tania dan Dabar, menyaksikan ketakjuban mereka dengan senyum yang merekah.