Hari demi hari, Alia dan Nurul begitu bersemangat, ketika berangkat menuju kampus LSTM. Menuju salah satu kampus tertua di Inggris Raya itu, mereka punya banyak pilihan moda transportasi. Bisa dengan bus kota sekitar 20 -25 menit. Atau dengan berjalan kaki melewati sudut-sudut daerah Toxteth, Kota Liverpool, sekitar 25 menit. Bila ingin bersepeda, atau menaiki taksi daring, jarak tempuh lebih pendek lagi, hanya 8 – 10 menit. Bila cukup waktu, Alia dan Nurul memilih berjalan kaki, sekaligus berolahraga. Mereka, bersama warga Liverpool di sepanjang jalan menuju kampus, membaur di ruas-ruas jalan besar dengan trotoar-trotoar yang lebar. Bercampur dengan hingar bingar lalu lalang kendaraan. Tetapi tidak seberisik di Surabaya atau Jakarta dengan bunyi klakson yang memekakkan telinga. Mereka juga melewati kampus School of Medicine University of Liverpool yang juga masyhur, tak jauh dari LSTM.
Induction Week memberi pengalaman yang sangat menarik bagi Alia. Selama satu minggu, seluruh mahasiswa postgraduate diberikan materi tentang LSTM, beserta fasilitas yang berhak digunakan oleh mahasiswa. Senin pagi, setelah registrasi, mahasiswa bisa langsung mengikuti sesi pertama, Welcome Talk. Speech pertama disampaikan oleh Director of Education, lalu membahas tentang Health and Safety Guidelines di Gedung LSTM, setelah sebelumnya terdapat acara orientation of the building plus treasure hunt.
“Seru ya, Nurul, acara treasure hunt-nya!” ungkap Alia, yang disambut tawa Nurul penuh keceriaan.
Pukul satu hingga dua siang seluruh mahasiswa baru diundang untuk menghadiri Welcome Lunch di Room Nyankunde. Selama jam makan siang itu, Alia sempat berkenalan dengan beberapa mahasiswa, multirasial, multinasional, dan berasal dari seluruh benua. Bahasa Inggris mereka sangat lancar, membuat Alia sempat merasa minder untuk berbicara lebih banyak.
“Alia, macam yang pernah saya cakap ke awak last week, feel free to talk more. Speak up. Jangan ragu, Alia,” ajak Nurul, saat melihat keraguan Alia, yang tampak tersendat-sendat saat ingin berbicara kepada yang lain. Alia mengangguk.
Selepas acara di Nyankunde, hingga pukul lima sore, Alia dan Nurul beranjak ke Nickson Room untuk mengikuti Welfare Talk, yang memperkenalkan seluruh mahasiswa tentang student representation, welfare dan visa issues. Serta, perkenalan tentang online learning.
Hari Selasa hingga Jumat esoknya, Alia belanjut mengikuti materi berikutnya. Membahas lebih jauh mengenai plagiarisme, Introduction to Donald Mason Library and all its resources, IT Session, Campus Tour and Student Support, serta sesi Ice Breaker yang membuat Alia berkenalan lebih jauh dengan teman-teman sekelasnya di MIPH Programme, MSc in International Public Health, yang berjumlah 32 mahasiswa. Materi lainnya banyak membahas mengenai metode pembelajaran yang disampaikan oleh Director of Studies. Mulai dari introduction to learning, learning from experts, learning by research and discovery, learning through collaboration and group work, use of technology to support learning, dan developing autonomy and leadership.
Sesi yang paling menarik bagi Alia dan sebagian besar mahasiswa asal benua Asia, adalah sesi coping with stress, mengggunakan sebuah video tutorial. Walaupun stres bisa dialami oleh semua mahasiswa, namun bagi mahasiswa asal Asia, perasaan minder karena persoalan bahasa, apalagi tinggal sendiri tanpa keikutsertaan keluarga, dan culture shock saat berpindah dari negara berkembang ke negara maju, bisa menjadi pemicu stres saat menuntut ilmu.
“Be prepared for honeymoon phase, Alia. Fase bulan madu!” ungkap Nurul, saat melihat Alia lebih banyak tercengang dan kagum, menyaksikan kecanggihan dan kemajuan proses pembelajaran di LSTM. “You will be excited along a couple of months. Tetapi saya siap bantu awak, lah. Semoga tak terjadi kepada kita, ya.”
“Amiin.”
Kamis malam, mereka diajak untuk bersama-sama mengikuti sesi Film Night, menonton film Life of Pi, yang fenomenal dan inspiratif, di Nuffield Lecture Theatre. Sesi hari terakhir, Jumat, diisi dengan Laboratory Work Introduction, dan diakhiri dengan Walking Tour of Liverpool – yang berakhir di Liverpool Museum.
Setelah melihat-lihat isi Liverpool Museum, membuat Alia ingin kembali lagi. Karena waktu yang terbatas dan petang sudah siap menggulung siang, Alia belum puas menyusuri sudut demi sudut museum. Bersama Nurul dan beberapa mahasiswa lainnya, mereka lalu beranjak ke waterfront nan indah, yang berada di Mersy Riverside. Angin bertiup cukup kencang, membuat jilbab dan gamis Alia dan Nurul menari-menari diterpa angin. Menimbulkan suara bergemuruh. Yang tampak hanyalah lautan yang disinari mentari senja kekuningan, dan batas cakrawala. Di samping waterfront tampak pelabuhan ferry tujuan Liverpool – Dublin, dan jalur tujuan ke kota-kota lainnya. Di balik cakrawala itu, adalah pulau Irlandia.
“It is perfectly exciting, Nurul! Saya sangat bersyukur bisa hadir di sini, meskipun belum memulai kegiatan. Liverpool and LSTM is amazing!” ungkap Alia berapi-api, memperlihatkan wajahnya yang tersenyum sempurna, memandang ke kejauhan.
“Sangat setuju, Alia! Awak tak menyesal kan pilih kampus kat sini?”
“Tentu tidak, Nurul. Apalagi ada kamu di sini. Aku tak merasa sendiri,” senyum Alia lagi.
***
Nurul segera memasuki kamarnya. Ia baru saja merapikan setumpuk bahan makanan basah dan kering yang ia beli di halal store, tak jauh dari flat. Nurul menempatkan dengan baik semua bahan makanan itu di kulkas dan lemari penyimpanan. Susu cair tak lupa ia beli demi menjaga stamina. Besok pun dia dan Alia akan bereksperimen meramu rempah-rempah khas Indonesia dan Malaysia menjadi makanan favorit mereka masing-masing. Nurul sibuk dan serius membaca-baca artikel di laptop, untuk persiapan kuliah perdana Senin depan, meski jam duduk di meja belajarnya menunjukkan pukul 12.30 malam. Ia merasa mulai mengantuk.
“Ade yang nak aku tanyakan ke Alia tentang paper ini. Tetapi, Alia pasti dah tidur mungkin kalau pukul dua belas, nih.” Nurul berbicara sendiri. “Sudahlah, besok saje.”
Nurul menutup laptop dan berbaring di atas kasur. Dan segera menutup matanya.
Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiingggggggg!
Suara itu terus berbunyi dari atas plafon kamar Nurul. Membuat indra pendengarannya tersentak.
“Hah? Fire alarm!!!” Nurul terkesiap dan spontan membuka matanya.
Heat and smoke detector di flat mendeteksi asap atau panas di salah satu ruangan di flat.
“Astaghfirullahal adziim!” Nurul bangun dan bergegas.
Nurul menyambar kerudung di kursi, merapikan baju yang dipakainya, dan mengambil barang-barang terpenting, dompet, paspor, dan ponsel. Sesuai instruksi yang tertempel di dinding kamar jika ada alarm kebakaran, semua penghuni harus meninggalkan kamar dalam waktu lima menit, menuju titik berkumpul di halaman, melalui tangga darurat atau jalur main entrance flat.
Nurul segera keluar kamar. Terdengar di sekelilingnya, bunyi tapak-tapak kaki yang membuat riuh dan memicu ketegangan Nurul.
“Alia! Alia mana ya!”