Jam dinding di perpustakaan LSTM berdentang tujuh kali. Walau suhu di luar gedung, yang mulai gelap, berkisar 6 – 12 derajat, ruang perpustakaan yang komplit dan futuristik itu terasa cukup hangat. Di sudut-sudut perpustakaan masih cukup ramai dengan mahasiswa postgraduate. Mereka saling berdiskusi penuh antusias, membahas topik-topik perkuliahan, riset, maupun tugas-tugas yang diberikan dosen.
Alia dan Nurul melakukan hal yang sama. Mereka duduk berhadapan di sebuah meja besar di tengah-tengah perpustakaan. Walau merasa mulai lelah, tak mengurangi semangat Alia dan Nurul untuk terus membaca dan mendiskusikan materi terkait kuliah. Di atas meja terpajang laptop berukuran 14 inch berwarna putih, tiga buah buku tebal yang bertumpuk, dan beberapa bundel kertas putih yang memuat jurnal-jurnal kedokteran dan public health. Serta seutas kabel earphone yang tersambung ke kedua liang telinga Alia, dari sebuah audio recorder.
Melihat beberapa buku yang bertumpuk itu membuat Alia bahagia. Buku teks versi cetak yang dia inginkan akhirnya dapat dipinjam. Beberapa judul yang ia cari memang tidak tersedia dalam bentuk cetak, namun dalam bentuk digital. Buku lainnya tidak tersedia di perpustakaan, sehingga Alia disarankan untuk mengajukan permohonon melalui students’s portal, beberapa judul buku yang dimaksud. Pustakawan akan memproses dan mencarikan ke kampus-kampus lain se-Inggris.
“Alia,” panggil Nurul pelan. Alia sedang terpejam, penuh konsentrasi mendengarkan suara dari earphone. “Alia!” Nurul mulai meninggikan suaranya. Beberapa mahasiswa menoleh ke arah mereka berdua.
Alia terkesiap. Matanya mencelang. Kemudian merunduk, malu, melihat tatapan beberapa mahasiswa yang tajam ke arah mereka berdua.
“Uppps! Sorry, Nurul.” Alia tersenyum.
“Awak serius sangat, lah, Alia. Ape yang awak dengar tu?”
Alia mendengarkan menggunakan earphone berwarna putih yang terhubung dengan sebuah audio recorder, berisi materi-materi kuliah yang berhasil ia rekam.
“Jom kite balek ke flat. Sekejap lagi librarian nak balek juga. Awak nak tidok kat sini ke?” tanya Nurul memelas.
Alia tertawa. “Baiklah, Nurul. Saya lagi mendengarkan kuliah-kuliah yang direkam dalam seminggu ini. Sulit juga ya memahaminya, karena bicara para dosen kita cukup cepat.”
“Syukurlah awak ade rekam kite punye lectures. Bolehlah nanti saye pinjam?”
“Kamu nggak perlu lagi, Nurul. Kan sudah paham apa yang mereka bicarakan. Beda sama saya, kan. Tak semua yang dibicarakan di depan dapat saya mengerti.”
Nurul menggeleng, sambil tersenyum.
“Semangat awak memang luar biase, Alia. Saye bise merasakan auranye sejak kite pertama kali berjumpe di flat. Tapi…”
“Tapi apa, Nurul?”
“Tak payah lah awak berlebihan macam ni. Tiap hari kite balek malam, kan. Awak tak lelah ke? Nanti awak sakit, Alia. Kan bise kite belajar di kamar.”
Berdasarkan silabus yang diakses Alia di student’s portal, terinformasi dengan jelas, jadwal perkuliahannya. Dalam setahun ke depan perkulihan dibagi menjadi tiga semester. Semester pertama berlangsung sejak September hingga pertengahan akhir minggu pertama Januari. Selama 12 minggu untuk kuliah dan tutorial, dan minggu ke-13 dan ke-14 untuk Revision dan Assessments Semester 1. Di akhir minggu ke-12, kampus akan tutup selama dua minggu karena libur Natal dan Tahun Baru. Semester dua akan dimulai pada minggu ke 15—pada awal minggu kedua Januari—hingga minggu ke-30 pada akhir April. Memasuki minggu ketigapuluh satu, akan digelar MSc Research Project Presentations, dari seluruh kandidat. Memasuki semester ketiga pada minggu ke-32 hingga ke-45 sepanjang Mei ke Agustus, akan menjadi masa-masa proyek penelitian Alia dan teman-temannya.
Setiap hari terdapat perkuliahan dan tutorial yang dimulai pukul sembilan pagi hingga pukul lima sore. Alia juga akan terbagi ke dalam grup-grup kecil untuk mengerjakan tugas kelompok, yang menyita waktunya di hari Sabtu.
Alia memegang punggung tangan Nurul, dan menatapnya dengan serius.
“Nuruuul,” sapa Alia pelan. “Saya nggak mau menyia-nyiakan kesempatan seperti ini. Saya harus berusaha lebih keras, dua atau tiga, atau bahkan berkali-kali dari kamu atau mahasiswa lainnya. Saya ingin, paling tidak berada berdampingan dengan kalian dalam hal memahami pelajaran. Kamu nggak suka ya nemenin saya belajar seperti ini?” Alia mencibir.
“Hei, Alia. Jangan salah paham, lah. Saya sangat senang punya kawan seperti awak. Ape yang awak suka lakukan, insya Allah saya pun juga suka. Tapi, saya cemas awak nanti sakit kalau sepanjang minggu tak ada waktu luang selain belajar, belajar, dan belajar. Sampai langit gelap, pun masih juge.”
“Insya Allah, Nurul. Saya baik-baik saja. Saya sudah terbiasa sejak dulu. Belajar, belajar, dan belajar.”
“Hhhmmm, baeklah. Tapi, librarian sudah main mata lah dengan saye. Tuh awak tengok, sorot matanye mulai tajam.”
Alia melihat apa yang disampaikan Nurul. Senyum simpul terpancar dari para petugas perpustakaan itu. Perpustakaan LSTM memang hanya buka sampai jam delapan malam. Bila masih ingin menggunakan perpustakaan, mahasiswa dapat beranjak ke perpustakaan Sydney Jones Library di University of Liverpool yang buka 24 jam, dan dapat diakses oleh mahasiswa dari LSTM karena berafiliasi.
“Sudah paham kah awak dengan lectures yang sudah selesai dipresentasikan?”
“Sudah, Nurul. Tapi materi tentang Epidemiology sulit juga dipahami ya?”
“Yes, Alia. Kalau awak ade macam-macam kepayahan, boleh tanya saye. Awak pakai voice to text application kah? Itu akan lebih mudah.”
“Apa tuh, Nurul?”
Nurul menggeleng, sambil tersenyum.