Arkana masih mematung di sana, kakinya tiba tiba lemas dan arkana tak sanggup lagi untuk berdiri, arkana ambrug kaki dan tanganya menyentuh tanah dengan posisi merangkak, arkana mulai mengumpulkan kekuatanya untuk pergi menjauh dari tempat jahanam ini, tempat berkumpulnya para tumbal dari berbagai daerah, dan dia adalah salah satu tumbal itu.
"Apakah warga di sini kanibal??, " arkana mulai berfikir tentang kemungkinan kemungkinan pahit itu.
"Apakah semua orang yang datang bersama dengan gue mati mengenaskan, dan berakhir menjadi pengisi perut penduduk di desa ini!!!, "
"Hah...!!!!, " arkana meninju keras tanah dapur yang sudah mengeras dengan kepalan tanganya.
Dan kemudian ia menyadari sesuatu, di lihatnya dari jam yang melingkar di pergelangan tanganya waktu menunjukkan pukul 1 siang itu artinya, waktu untuknya beraksi akan segera berakhir.
Arkana menata nafasnya, menghirup nafas dalam dalam melalui hidung dan mengeluarkannya perlahan melalui mulut, dengan tetap membuka mata arkana melihat ke arah timba hitam yang berada di samping bawah mbale.
"Ketakutan bukan untuk di hindari, tapi untuk di lawan, " arkana bangkit dan berdiri, menepuk nepuk celana berbahan kain yang di kenakanya,
"Gawat!!, " ucap arkana yang melirik kembali ke arah jam tangan coklat yang setia menemaninya.
Arkana harus mengorbankan jaket satu satunya yang di kenakanya ini untuk membersihkan muntahanya, dia tidak boleh meninggalkan jejak atas keberadaanya yang masih hidup,
Dengan menahan rasa jijik arkana menyapukan jaketnya di atas muntahanya sendiri yang penuh dengan lendir air liur dan makanan yang baru saja di makanya, dan segera keluar dari rumah itu lewat pintu belakang dan segera berlari menuju hutan dengan tetap meningkatkan kewaspadaanya.
Arkana segera memikirkan tempat untuknya beristirahat dari angin malam yang dingin yang akan segera tiba, arkana membuang jaketnya di tengah semak semak berduri, kini arkana hanya mempunyai kaos berlengan pendek berwarna hijau, celana kain selutut, dan juga 1 buah ponsel yang bahkan tidak berguna.
Arkana melihat ke sekeliling memutuskan apakah ia akan tidur di atas pohon, ataukah ia harus tidur di tanah yang dingin.
Arkana melakukan penyamaran ia berniat menghabiskan malamnya di atas pohon, pertama yang harus ia lakukan ia harus berkamuflase arkana mulai mengumpulkan tanaman merambat dan melilitkanya di seluruh tubuhnya, mulai dari kepala, leher, lengan, dada, perut, ke dua lingkar pahanya dan terakhir sepatunya, ia juga mencoreng coreng wajahnya menggunakan tanah liat yang basah akibat air hujan yang baru saja berhenti.
Arkana berdiri di bawah pohon yang cukup besar di pinggir hutan yang sudah di pilihnya dengan memperhitungkan hembusan angin dan kerimbunan daun yang mungkin bisa melindunginya dari hujan, arkana bersiap memanjat dan akhirnya dengan susah payah sampailah arkana di cabang pohon yang cukup kuat untuk menopang badanya, yang sebelumnya ia coba dengan mengguncang guncangnya menggunakan tubuhnya, setelah di rasa yakin kuat, arkana merebahkan badanya dan mencari posisi nyaman untuknya bersantai. Arkana melihat ke arah sekitar terlihat pemandangan hijau nan asri, udara yang bersih namun sayang di balik semua itu ada penduduk kanibal tinggal di desa mistis tersebut, arkana di temani suara kicauan burung dan suara suara hewan liar yang memenuhi hutan yang bercampur suara angin yang menerpa ranting ranting pohon.
Namun arkana di kejutkan dengan rombongan penduduk yang berasal dari dalam hutan berjalan menuju desa melewati bawahnya, dan lebih sialnya lagi mereka berhenti di bawah pohon besar, lebih tepatnya di bawah cabang pohon tempat arkana bersembunyi.
Arkana harus tetap menjaga suara, dan tetap harus diam dan tidak melakukan gerakan yang akan mengalihkan pandangan penduduk itu ke arahnya.
Di hitungnya penduduk itu di pikiranya.
"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, aduh enam orang bisa mati gue kalo ketahuan, " arkana harus tetap diam bak patung, namun tiba tiba sesuatu menggelinding dari lipatan kain yang di bawa salah seorang penduduk laki laki berkumis tipis,
"Apa itu bola??, tapi berbulu!!! bukan bulu tapi rambut..!! Hah!!!! astaga, " gumam arkana yang masih mempertahankan posisi duduk bersandar di cabang pohon,