Destiny Of A Witch

Deviannistia Suyonoputri
Chapter #2

Tidak Ada Yang Gratis

Nala begitu terkejut saat melihat wajah Tomi. Begitu terkejutnya dia sampai-sampai ia bersembunyi kebingungan. Bola matanya berputar kesana kemari. Wajah itu, wajah yang begitu membekas di ingatannya. Wajah yang tidak pernah ia lupakan, selalu membayanginya setiap hari. Membuatnya bahkan sulit untuk tidur. Bertahun-tahun ia mencari wajah itu. Wajah yang membawa kebahagiaan sekaligus bencana untuknya.

Jantung Nala tiba-tiba saja berdetak sangat kencang. Dia tidak bisa membiarkan ini. Dengan cepat ia menghilang dan menyisakan asap hijau yang tak kasat mata. Dengan wajah yang masih tercengang, Nala menarik gelas yang berisi air dengan sihirnya. Begitu hausnya dia sampai air itu habis dalam satu tegukan. David yang melihat heran, dia mengerutkan dahinya bingung.

“Apa sesuatu terjadi?” Tanyanya.

“Saya menemukan Pria itu.” Ujarnya dalam. 

Perkataan itu sontak sukses membuat David terdiam membisu.

***

“Maafkan saya Kanjeng Ratu, Putri Nala menolak untuk memenuhi permintaan Anda.” Ujar Haira sembari berlutut di hadapan Ratunya itu. Dengan pakaian khas berwarna hijau kerajaan Sunda, Haira membawa tongkat kesaktiannya. Tongkat berlapis emas itu adalah lambang bahwa dia merupakan prajurit tertinggi di Kerajaan Laut Meghana ini.

“Anak itu semakin lama semakin tidak bisa diatur. Ini tidak bisa dibiarkan.”

“Apa yang harus saya lakukan?” Tanya Haria.

“Aku akan menghadapinya sendiri. Anak itu tidak tahu bahaya apa yang sedang mengancamnya.” Ujar sang Ratu dengan tegasnya, dia kemudian berdiri dari singgasananya “Apa lelaki itu sudah ditemukan?”

“Belum Kanjeng, semua prajurit khusus sedang mencarinya.”

“Kita harus menemukannya sebelum orang lain menemukannya. Terutama Nala, dia tidak boleh bertemu dengan lelaki itu.”

“Baik, saya akan segera menemukannya.”

***

Tomi menggebrak meja makannya kasar, “Bapak benar-benar. Kalau sampai mereka itu datang lagi dan mencelakaimu. Aku tidak akan memaafkannya.”

“Aku tidak apa-apa kak, mereka mungkin sudah terkencing-kencing tadi setelah dikerjai oleh seorang penyihir.” Ujar Indah keceplosan.

“Penyihir?”

“Eh maksudku seorang wanita pemberani. Iya, dia menghajar para preman itu sampai mereka lari ketakutan.”

“Tapi tadi Kakak tidak melihat ada siapapun di sana.”

Indah tersenyum kecil, “Mungkin dia sudah pergi. Sepertinya dia orang yang sangat sibuk.” Ucap Indah sambil membawa kotak obat untuk mengobati luka-luka di tubuh Kakaknya.

“Aw,” Teriak Tomi kesakitan.

“Tahan sedikit, jangan manja.” Ledek Indah.

Tomi tertawa, “Kamu ini.” Ujarnya.

***

Keesokan malam, Nala yang kembali harus berurusan dengan urusan manusia ini sedang menunggu sesuatu terjadi.

Lihat selengkapnya