Destiny Of A Witch

Deviannistia Suyonoputri
Chapter #5

Kehidupan Sang Putri

Nala merasa sangat bosan saat belajar tentang sistem Kerajaannya ini, sejak bertahun-tahun lalu dia dijejali dengan hal-hal semacam ini dan sekarang dia juga harus belajar kembali semuanya dari awal. Dia sungguh bosan. Dia bahkan sempat menguap sangking bosannya. Setelah belajar sampai siang, Nala lanjut kursus memasak dengan juru masak khusus Kerajaannya.

Menu hari ini ada ayam goreng, sayur asem, tempe, tahu, sambal dan lalapan. Nala paling sebal memasak, padahal semua bisa dikerjakan dengan sihir kenapa juga harus repot-repot begini. Dengan wajah sedikit cemberut, dia mengerjakan semuanya dengan patuh. Dan saat yang paling menyebalkan baginya adalah ketika menggoreng ayam, minyaknya pasti meletup-letup.

Saatnya jam makan siang, semua hidangan sudah tersedia di atas meja. Ainur datang dengan wibawa dan keanggunan luar biasa. Dia memang Ratu yang begitu berkelas dan juga cantik. Walau sudah tidak muda lagi, tapi aura kecantikan masih terlihat jelas di wajahnya.

Ainur duduk dengan anggun, merapikan pakaian dan serbet makannya. Nala sudah berada di depannya jauh. Meja itu sangat panjang hingga Nala dan ibunya berada sedikit berjauhan. Nala tersenyum manis.

“Semoga Ibuku tercinta menyukai masakan buatanku.” Tutur Nala dengan tersenyum miring.

“Mari kita coba.” Tutur Ainur. Dengan sendok dan garpu, dia menyendokkan makanan ke mulutnya. Tidak lupa anggur merah selalu menemani. 

Mereka saling bertatapan penuh curiga satu sama lain. Ainur mengunyah makanannya perlahan namun pasti. Nala pun memakan hidangannya penuh perasaan, entah perasaan apa itu. Alisnya menaik sambil menatap sang Ibu.

Ainur kemudian menunjukkan wajah puasnya, “Hmm, enak juga. Kamu telah banyak berubah ternyata. Sudah punya calon suami?”

Mendengarnya Nala langsung tersedak, dia tidak menyangka akan mendapat pertanyaan tersebut dari sang Ibu yang tidak pernah bersamanya selama sepuluh tahun terakhir. Mereka memang tidak akan menua, Ainur telah hidup selama tiga ratus tahun sedangkan Nala sudah hidup selama dua ratus tahun.

Mereka sudah menyaksikan hampir semua kejadian mengerikan di dunia ini. Saat perang dunia terjadi, Kerajaan Meghana ikut andil dalam mengerahkan prajuritnya. Bahkan Nala dan Ainur sempat ikut berperang.

“Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu? Ibu tahu saya tidak bisa menikah.”

Ainur menghela napasnya, “Siapa tahu kan? Kamu telah mencobanya?”

“Ibu mau saya mati.” Ujar Nala sedikit tinggi.

“Hahahah. Jadi kamu takut akan kematian? Aku kira setelah hidup ratusan tahun kamu akan kesepian dan memilih jalan itu.” Ucap Ainur sengaja menantang anaknya.

Nala menggelengkan kepalanya, “Inilah kenapa saya tidak pernah mau kembali. Kita terus saja berselisih tiada akhir.”

“Kamu yang memilihnya. Kamu terus melawanku.”

Nala sudah lelah terus berseteru, dia melempar serbetnya ke atas meja makan, “Saya tidak nafsu makan. Selamat siang.” Ujar Nala sambil berbalik ingin pergi.

“Tinggalah di sini. Di luar berbahaya untukmu.” Teriak Ainur sambil menatap punggung anaknya.

***

  Malam itu Tomi berjalan sendirian, dia menyusuri jalanan malam setelah seharian bekerja. Rasanya lelah sekali, dan dia sungguh mengantuk. Melihat ada bangku kosong, dia memutuskan untuk duduk di bangku tersebut sebentar. Tak lama berselang seseorang melintas dan memberinya satu kaleng minuman kopi.

“Hei, biar nggak ngantuk.” Ujar orang tersebut melempar kopi yang baru dia beli pada Tomi.

Tanpa curiga sedikitpun Tomi meminum kopi itu dengan cepatnya. Dia haus dan sangat lelah. Tak lama berselang setelah miminum kopi itu, tubuh Tomi terjatuh tak sadarkan diri. Di saat yang bersamaan seorang laki-laki dan perempuan dengan jubah berwarna hitam menghampirinya.

“Apa ini orang yang dimaksud?” Ucap Saiza, sang wanita.

“Iya, Tuan telah memberikan fotonya kepada saya. Saya tidak mungkin salah.” Tutur Amru.

“Kalau begitu kita langsung saja bawa dia.”

Lihat selengkapnya