Destiny Of A Witch

Deviannistia Suyonoputri
Chapter #8

Istana Yang Terancam

Mengamati Nala dengan tangan menyilang, Tomi memicingkan matanya aneh. “Perempuan ini, kenapa begitu misterius? Membuatnya penasaran.” Tutur Tomi dalam hati. Dia terus mengamati lekat-lekat hingga sang adik menepuknya pelan.

“Kak,” Ujar Indah.

“Eh, iya?” Tomi tersenyum lalu mengusap rambut adiknya sambil meraih segelas air yang dibawakan oleh Indah, “Makasih ya.”

***

Di tempat lain, Ainur tiba-tiba saja membuka matanya tajam, dia merasakan sesuatu. Energi yang tidak baik. Dia harus memeriksanya.

“HAIRA!” 

Haira yang mendengar teriakan sang Ratu langsung menghampiri, “Saya Yang Mulia.”

“Di mana Nala?”

“Saya kurang tahu Yang Mulia, mungkin dia sedang di rumahnya.” Jawabnya takut-takut. David yang tidak sengaja sedang lewat mendengarkan perbincangan tersebut.

“Cari dia sekarang juga, dia sedang tidak baik-baik saja.”

Mata David membulat mendengarnya, dan saat itu juga dia langsung menghilang dari sana.

***

Nala mulai sadarkan diri, matanya membuka perlahan-lahan. Tubuhnya masih terasa sakit dan kepalanya sangat pusing. Pelan namun pasti, kesadaran Nala mulai pulih. Untunglah tubuhnya masih bisa pulih dengan cepat, dia harus berterima kasih pada sang Ibu yang telah memberinya kekuatan ini. Mencoba duduk, Nala mengamati seisi ruangan.

“Dia ada dimana? Dan kenapa tempatnya sempit sekali?”  Gumamnya dalam hati.

“Sudah sadar?” Suara bass laki-laki mengagetkan dirinya.

Dia sungguh terkejut saat melihat bahwa lelaki itu ada di sana, Nala memicingkan matanya heran, “Kenapa kamu ada di sini? Saya ada dimana?” Sontak ingatannya kembali ke beberapa jam yang lalu saat dia diserang, “Sial.” Ujar Nala mencoba bangkit dari tempat tidur, tapi kepalanya begitu pusing, “Aw.”

Tomi menghela napasnya, “Makanlah dulu, kamu sudah tertidur seharian.”

Nala kemudian terdiam, ya, perutnya sekarang terasa lapar sekali. Dia belum makan apa-apa sejak tadi malam. Tomi kemudian mengajaknya untuk makan siang bersama. Di sana sudah tersedia tempe penyet, tahu, bayam dan ikan goreng.

“Saya tidak makan ikan.” Ucap Nala saat melihat ada ikan di sana.

“Ok, akan saya singkirkan.”

Tomi menyingkirkan ikan goreng tersebut dan mereka makan lahap berdua. Tomi baru pertama kali melihat seorang wanita makan begitu lahap, hingga belepotan ke sekitar bibir.

“Apa kamu yang membuat ini semua?” Tanya Nala sambil menikmati tempe dan tahu dengan sambal.

“Iya.” Jawabnya.

Nala mengangguk, “Ini enak, bekerjalah menjadi koki di rumah saya.” Tutur Nala langsung dengan pertimbangan matang walau tanpa basa-basi.

“Uhuk.” Tomi seketika tersedak, dia tidak menyangka akan mendengarkan itu dari orang yang pertama kali mencoba masakannya, “Kamu sudah gila ya? Saya tidak mau lagi datang ke rumah kamu yang menyeramkan itu. Sungguh membuat bulu kuduk saya merinding.”

“Memangnya kenapa? Rumah saya bagus, mewah dan besar. Kamu bisa tinggal nyaman di sana. Hmm, adikmu pun bisa ikut kalau mau.”

Tomi menggeleng, “Tidak terima kasih. Saya sudah nyaman berada di sini.”

“Rumah ini sempit dan lembab. Tidak sehat.”

Lihat selengkapnya