Mata Tomi tiba-tiba terbuka lebar, dia tersengal-sengal terkejut bukan main. Dirinya langsung terduduk di ujung tempat tidur. Tubuhnya basah oleh keringat.
“Kakak kenapa?” Tanya Indah yang sejak tadi mencoba membangunkan Kakaknya.
Indah terbangun karena ingin ke kamar kecil, namun dia kaget saat melihat Kakaknya tengah bergeliat dengan kedua tangan memegangi lehernya. Bahkan mata Kakaknya masih tertutup. Indah lalu berusaha membangunkannya sang Kakak, walau sedikit takut tapi dia tetap berusaha.
“Hah…hah…hah. Minum.” Pinta Tomi.
“Oh, sebentar.” Indah langsung bergegas mengambilkan air minum untuk Kakaknya.
Meminum airnya tergesa-gesa, Tomi merasa begitu haus, “Apa ada yang datang ke sini?”
Indah mengerutkan dahinya, “Nggak ada siapa-siapa yang datang dan ini sudah jam dua pagi. Siapa yang akan datang dini hari Kak.”
Tomi mendesah lega, dia harus tahu apa yang terjadi. Semenjak kemunculan perempuan itu, kejadian aneh terus saja terjadi. “Maaf Kakak membuatmu terbangun, tidur saja lagi. Pintu sudah dikunci kan?”
Indah mengangguk, “Kakak baik-baik saja?”
“Iya, Kakak sudah nggak apa-apa. Kamu tidur saja lagi.” Indah mengangguk dan kembali ke kamarnya meninggalkan Tomi termenung berpikir sendirian.
***
Pagi hari Nala sedang duduk bersantai di halaman rumahnya, dia merenung memikirkan apa yang dikatakan sang Ibu. David yang berada di sampingnya berjaga tanpa berkata apa-apa. Dia tahu bosnya kalau sedang begini sama sekali tidak suka diganggu. Dari pada dia yang kena semprot.
“David,” Panggil Nala.
“Saya Putri.”
“Menurutmu apa yang Ibu maksud dengan menggunakan hati?”
“Hmm…” David berpikir beberapa saat, “Saya kira Kanjeng Ratu ingin agar Putri mempelajari mantranya kembali dengan bijak.”
“Katakan dengan jelas, jangan menggunakan istilah seperti itu.”
“Baiklah.” David langsung duduk di sebelah atasannya itu membuat Nala sontak bergeser sedikit ke samping.
Dengan wajah yang penuh semangat, David mengutarakan pendapatnya, “Selama ini Tuan Putri terkenal dingin dan kejam, Putri harus mulai merubah sikap Putri dan membuka hati seluas-luasnya.”
“Maksudmu saya harus menjadi orang bodoh yang menerima apa yang orang lain lakukan kepada saya?”
David menggeleng sambil menyilangkan kedua tangannya, “Susah kalau begini.” Tuturnya putus asa, “Putri memang tidak peka. Tapi Anda harus memulainya.”
“Caranya?”
Tok…Tok… Tok.
“Bukakan pintunya, saya mau bertemu dengan Nala.” Teriak Tomi yang tidak dibukakan pintu oleh penjaga rumah Nala.
David seketika tersenyum, “Mulai dari sana.” Ucapnya sambil menunjuk pintu gerbang tempat Tomi berada.
Nala memutar bola matanya kesal, David yang sedang berdiri langsung menghampiri Tomi.
“Ada apa Anda datang kemari?” Tanya David tegas.
“Di mana Nala? Saya perlu bicara dengannya.”
Mata Tomi tiba-tiba saja melihat Nala yang sedang berdiri menatap lurus tanpa menoleh ke arahnya. Tanpa banyak bicara, dia mencoba melewati David. Tapi sekali lagi tubuh David menghalangi langkahnya.
“Jangan membuatnya marah.” Ujar David yang beberapa saat menatap Tomi dalam. Tomi yang menatap tajam David lalu menggeser tubuh asisten Nala itu dengan tangannya.
Tomi dengan cepat menghampiri perempuan yang sekarang sedang memakai pakaian serba ungu itu. Nala menaikkan alisnya menatap Tomi.
“Apa yang Anda lakukan kepada saya?”