Sreettt…
Suara sebuah benda melesat cepat membuat kaget Agung dan Nala, mereka langsung menoleh ke arah lemparan tersebut. Sihir Agung lenyap karena benda tersebut.
“Apa yang membuatmu berani melukai anakku.” Ujar Ainur tegas dan dalam. Dia kemudian kembali menyerang Agung dan kawan-kawannya
Agung yang melihatnya langsung menunduk hormat, “Yang Mulia Ratu telah datang rupanya.” Dia lalu menoleh pada Nala, “Sampai jumpa lagi.” Dengan cepat Agung melompat dan menghilang dari sana.
Nala dan Tomi sontak terjatuh, mereka tersengal-sengal panik. Wajah Nala sudah pucat pasih.
Ainur kemudian menghampiri dan berdiri di hadapan Nala, “Berdirilah,” Tutur Ainur dalam, Nala pun menuruti perkataan sang Ibu. Dia berdiri dengan tubuh lemah, Ainur kembali menatap anaknya dalam, “Ini terakhir kalinya aku memintamu. Kembalilah ke Istana.”
Nala lalu menoleh menatap Tomi, di otaknya kini begitu banyak pertimbangan dan keputusan yang harus ia ambil, “Tapi Ibu harus berjanji, untuk menjaga mereka.” Ucapnya sambil melirik ke samping tempat Tomi terduduk lemas.
Menaikkan kedua alisnya, Ainur terdiam berpikir, “Haira!” Teriak Ainur.
“Saya Ratu.”
“Bawa Nala dan lelaki itu ke Istana. Biarkan mereka istirahat, sampai aku memberikan perintah selanjutnya.”
***
Indah cemas dan bingung mencari Tomi, seharian Kakaknya menghilang entah kemana. Dia mencari kesana kemari tapi tidak ketemu juga. Tak sengaja saat berlari, Indah tertabrak sepeda yang lewat dan terjatuh. Raihan yang kebetulan sedang berbelanja melihat kejadian itu. Dia langsung berlari dan menghampiri temannya.
“Indah, kamu nggak apa-apa?” Tanyanya.
“Saya nggak apa-apa.” Ucap Indah cepat sebelum dia ingin kembali berlari, tapi tangannya ditahan oleh Raihan.
“Tunggu, kamu mencari apa?”
Dengan wajah panik, Indah bicara seperti ingin menangis, “Kakak, Kakak saya tidak pulang sejak kemarin. Saya harus mencarinya.”
Raihan menghela napasnya sejenak, “Biar saya bantu.” Ucap Raihan menatap dalam.
Mereka kemudian pergi ke rumah Nala, di sana Indah mencoba untuk masuk namun dihalangi oleh para penjaga, “Saya mau bertemu dengan Kakak saya, dia bekerja di sini dan belum pulang sejak kemarin.”
“Udah dibilang kalau rumah ini lagi kosong. Nggak ada orang di dalam. Sudah sana pergi.” Tutur salah satu Penjaga.
“Pak, apa tidak bisa dihubungi pemilik rumah ini? Teman saya hanya tinggal bersama Kakaknya. Dia tidak punya siapa-siapa lagi.” Ucap Raihan
“Haduh, saya nggak tau Mas. Yang punya rumah ini jarang pulang. Jadi saya nggak tahu apa-apa. Nanti kesini lagi saja.”
“Pak saya mohon. Saya ingin bicara dengan pemilik rumah ini sebentar saja.” Pinta Indah.
“Dasar bocah, pergi. Sudah dibilang nggak ada masih ngeyel aja. Pergi, pergi.” Sang Penjaga pun mengusir Indah dan Raihan. Mereka mau tidak mau harus menunggu atau mencari tempat lain.
***
Di sisi lain, Nala sedang duduk saling membelakangi dengan Tomi. Mereka masih terguncang dengan apa yang terjadi.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa mereka?” Tanya Tomi.
Nala menaikkan kepala sembari mengingat kisah masa lalu, saat dia dan Galuh masih bersama.
Beberapa bulan setelah merencakan kudeta, Nala dan kawan-kawannya tengah berada di sebuah ruang bawah tanah. Ruang bawah tanah itu merupakan markas rahasia mereka.
“Semuanya sudah siap. Kita akan beraksi besok.” Tutur Khairil.
“Apa orang-orang Pasundan belum datang?” Tanya Nala.
Suara langkah beberapa orang tiba-tiba memenuhi seisi ruangan, “Ada apa mencari kami?” Tutur Ria dengan dalam. Nala tersenyum melihat sekutunya itu sudah sampai.
Semua orang di sana sontak menolah, “Kalian sudah datang, kalau begitu kita bisa mulai prosesnya.” Ujar Galuh
Mereka lalu berkumpul membentuk lingkaran, Soerya dan Galuh mulai menyampaikan tata cara yang akan mereka lakukan besok.
“Besok saya dan Khairil akan mulai dari arah timur.” Ujar Soerya, “Sedangkan Nala dan Galuh akan menunggu di sisi selatan.”
“Kami akan menunggu aba-aba dan mulai membuat kerusuhan. Saat itu, Ria bisa masuk bersama pasukannya.”
“Setelah saya dan Galuh berhasil masuk ke dalam Istana kalian bisa masuk lewat pintu belakang.”