Sesampainya di Istana, keadaan sudah sangat kacau. Semuanya berantakan dan berjatuhan di lantai. Nala terbelalak bukan main, para prajurit pun bergeletakan di sepanjang koridor.
“David, bawa Tomi ke kamarnya dan jaga dia.”
“Baik Putri.” Jawab David. Dia segera membawa Tomi ke kamarnya.
Nala berlari sekuat tenaga ke tempat sang Ibu, payungnya dengan cepat ia ambil. Yang utama harus diselamatkan saat ini adalah ibunya. Saat menuju ke ruang utama Istana, Nala menghentikan langkahnya. Dia mengintip dari balik pintu bagaimana Ibunya disekap dan Haira tengah menjadi bulan-bulanan mereka.
Burg…
Haira sekali lagi dipukul pada bagian kepalanya, bibirnya sobek dan pipinya berdarah. Saiza kemudian berlutut meraih dagu Haira.
“Katakan pesan terakhirmu.” Tuturnya tegas.
“Cukup Saiza, dia tidak akan mampu melawanmu. Jangan menyerang orang yang tidak berdaya. Itu sangat tidak terhormat. Bukan begitu Ratu.” Ucap Agung.
Ainur terlihat tenang walau dalam keadaan genting, “Kalian telah menerobos Istanaku dan melanggar peraturan yang ada.”
“Ya ampun,” Tutur Agung meledek, “Peraturan hanya untuk dilanggar. Lagipula tidak ada peraturan di dunia sihir hitam.”
Ainur menyeringai, “Pergilah ke neraka.”
Saat itu juga Nala masuk dan menyerang, dengan semua yang telah ia pelajari dia mencoba melawan Agung. Ainur langsung menggunakan sihirnya untuk memanggil tongkat sakti miliknya. Tongkat itu datang dan dengan cepat melepaskan ikatan Ainur. Haira, Nala dan beberapa prajurit tengah melawan Agung dan teman-temannya.
Ainur meluruskan matanya tajam, dia melihat di sekelilingnya orang-orang sedang berperang.
“HAFRIS!” Ucap Ainur tegas sambil menancapkan tongkatnya ke tanah, sontak semua berhenti dan berjatuhan.
Agung sedikit terkejut dengan serangan itu, dia mulai berpikir sambil menatap semua yang ada di sana. Ainur berjalan maju ke arahnya dan Agung mulai merasa gentar. Semakin lama Ainur pun semakin berani untuk maju. Agung perlahan mundur sambil tersenyum miring. Dia lalu menutupi tubuhnya dengan jubah hitam yang ia pakai.
Wush…
Agung menghilang yang diikuti anak buahnya termasuk Saiza dan Amru.
Nala dan yang lainnya akhirnya bisa bernapas lega, David yang baru sampai langsung memapah Ainur yang terlihat kehabisan tenaga. Dia langsung dibawa ke kamarnya. Nala memejamkan matanya beberapa saat. Dia kemudian membawa Haira untuk bicara dengannya.
“Apa yang kamu lakukan hingga hal seperti ini terjadi.” Ucap Nala marah.
“Maafkan saya Tuan Putri, mereka datang menyerang tanpa terlihat.” Haira berhenti bicara beberapa saat, “Mereka sepertinya ingin membebaskan Saiza.”
Nala mengeraskan rahang mendengarnya, “Jika ibuku terluka, aku tidak akan memaafkanmu.” Ujarnya dalam.
***
Indah berada di perpustakaan sekolahnya bersama dengan temannya, siapa lagi kalau bukan Raihan. Mereka mengerjakan beberapa pekerjaan rumah bersama, tapi otak Raihan tidak bisa berpikir karena perkataan Indah tadi. Temannya itu mengatakan kalau kekasih atasan kakaknya adalah penyihir dan mereka sekarang tinggal bersamanya.
“Apa Istananya besar?” Tanya Raihan penasaran.
“Besar sekali, megah dan sangat mewah.”
“Wah, lalu apa saja yang lo lakukan di sana?”
“Tidak banyak, hanya makan dan tidur. Mereka sungguh baik pada kami.”
“Jadi para penyihir itu baik?” Ujar Raihan. Mereka terus berbincang dengan antusias. Di tumpukan buku yang ada di samping Indah, dia masih menyimpan buku penyihir yang diberikan seseorang waktu itu.
***
Nala duduk di samping Ainur, sejak tadi dia tidak bergerak sedikitpun dari sisi sang Ibu. Menangkupkan tangan di depan mulut, dia berharap sekali kalau Ibunya baik-baik saja. David yang berada di luar kemudian masuk.