Destiny Of A Witch

Deviannistia Suyonoputri
Chapter #24

Sebuah Pengkhianatan

Haira dan anak buahnya berjalan cepat menuju ruang pertemuan, mereka sudah ditunggu Ainur untuk menjelaskan bagaimana mereka bisa kembali kecolongan. Nala di belakang ibunya hanya diam mengamati, ada sesuatu yang aneh menurutnya.

“Kenapa ini bisa kembali terjadi? Aku ingin penjelasan kalian.”

“Maafkan kami Kanjeng Ratu, mereka selalu bisa menipu kami dengan tidak terlihat.”

“Lalu kalian diam saja? Tidak melakukan apapun?” Tanyanya, Ainur kemudian berteriak, “Apakah di sini tidak ada yang mampu melawan sihir dari Agung?” Tuturnya kesal. Para Prajurit tertinggi dan pasukan khususnya masih saja tidak mampu melacak keberadaan anak-anak buah Agung.

Nala yang melihat Ibunya emosi mencoba menenangkan, “Bu, banyak yang melihat. Tolong jaga emosi Ibu.”

Ainur bukannya tenang tapi dia malah semakin kesal, dia menatap Nala sinis dengan setengah mata. Dia lalu menghampiri Haira, “Kau, kalau kamu tidak becus bekerja. Lebih baik pergi.”

“Sekali lagi saya mohon maaf Ratu, ini diluar kemampuan kami. Tolong beri kami kesempatan.”

Nala yang tidak tega akhirnya mencoba membela Haira, “Ibu, tolong beri mereka kesempatan. Ini tidak sepenuhnya salah mereka, dan aku, aku ingin membereskan ini semua. Ijinkan aku untuk menyelesaikan ini.”

Ainur sontak menatap Nala dengan wajah serius, “Kamu sungguh-sungguh ingin melakukannya?”

“Iya, Ibu sendiri yang bilang kalau aku harus belajar untuk menggantikan Ibu. Jadi biarkan aku menyelesaikannya.”

Ainur menaikkan wajahnya sembari berpikir, “Baiklah.”

Setelah selesai, Nala menyusul Haira yang sudah berjalan melewatinya.

“Haira tunggu.” Pinta Nala.

“Ada yang bisa saya bantu?” Tuturnya ramah namun tetap terlihat angkuh.

“Saya ingin bicara.”

Mereka kemudian pergi ke suatu tempat sepi untuk bicara, Nala menatap Haira dalam, “Apa yang terjadi padamu?”

“Apa maksud Tuan Putri?”

“Dulu kamu begitu keren dan percaya diri. Sekarang kamu terlihat seperti macan ompong.”

Haira berdengus mendengarnya, “Saya hanya penyihir yang melakukan tugasnya. Selama bertahun-tahun saya menjadi Prajurit Tertinggi di sini dan melakukan segalanya. Hanya karena beberapa kesalahan kalian memandang saya dengan rendah.”

“Saya tidak memandangmu rendah, kamu adalah prajurit terbaik di sini dan semua orang tahu itu. Dengarkan saya Haira,” Suara Nala begitu dalam kali ini, “Jika sesuatu terjadi dan membuatmu berubah. Saya harap itu tidak akan berdampak buruk pada Kerajaan. Kamu boleh menaruh dendam pada saya, tapi jangan lupa kalau Ibu saya yang membawamu kemari.” Ucap Nala tegas sebelum akhirnya pergi meninggalkan Haira sendirian.

***

Nala bersama David dan Prajurit lainnya bergegas mencari siapa yang telah mengambil buku tersebut. Mereka mencari jejak di setiap titik, siapa tahu ada petunjuk yang akan membantu mereka.

“Saya khawatir ada orang dalam yang membantu Agung.”

“Maksud Putri ada seseorang yang berkhianat?”

Nala mengangguk, “Ini hanya firasat saja, semoga tidak benar.”

Beberapa jam kemudian seorang prajurit berlari menghampiri mereka, “Tuan Putri, saya menemukan ini.” Tuturnya. Itu adalah sebuah kancing baju khas berwarna emas. 

Nala menatapnya lekat-lekat, matanya memicing, “Tidak salah lagi.” Ucapnya dalam hati. 

“Ketatkan penjagaan, tidak boleh ada orang yang mencurigakan masuk.” Teriak David pada penjaga. Dia lalu menatap atasannya, “Putri, kita harus segera mencari pemilik kancing itu sebelum terjadi hal yang lebih buruk.”

Nala terdiam menatap lantai tajam, wajahnya serius nampak berpikir. Dia harus mencari cara agar semua ini tidak terlihat mencolok, “Tidak, mereka pasti akan sadar dan menyembunyikan orang tersebut. Kita harus mencarinya diam-diam.”

***

Tomi datang ke tempat Angga dengan wajah lelah, dia langsung merebahkan tubuhnya di sofa dan meminum es jeruk yang ada di atas meja.

Lihat selengkapnya