Nala meraih tongkat tersebut dan menggenggamnya dengan erat. Ia tersenyum lebar melihat tongkat hijau dengan mata permata berwarna merah itu, sang Ibu sepertinya yang memberikannya ini. Ini adalah tongkat dengan kekuatan luar biasa yang bisa ia rasakan. Berbeda dengan miliknya, tongkat itu tidak memiliki warna hitam sama sekali, terlihat begitu mewah dan elegan.
***
Tomi berlari ke Rumah Sakit secepat mungkin, beberapa saat lalu dia menerima telepon dari asisten Angga yang bilang kalau Angga tidak sadarkan diri dan sekarang sedang berada di ruang perawatan khusus.
“Kenapa dia bisa ada di sini?” Tanya Tomi yang baru sampai pada Hanif.
“Saya juga tidak tahu jelasnya, Tuan menghubungi ponsel saya tanpa berkata apa-apa. Saya tahu pasti ada yang tidak beres maka dari itu saya langsung berlari ke kamarnya.”
“Kamu tidak melihat ada orang lain di sana?”
“Tidak, yang saya tahu dia sedang bersama dengan kekasihnya.” Jawab Hanif.
“Maksudmu Haira?”
Hanif mengangguk, “Iya betul, itu Nona Haira.”
Tomi mengepalkan tangannya kesal, semua ini pasti perbuatan perempuan itu. Dia berjalan cepat menuju tempat Haira berada. Kebetulan Haira sedang melatih para prajurit di dalam Istana. Saat merasakan kedatangan Tomi, dia berusaha tenang tanpa terlihat mencurigakan.
“Apa Anda yang melakukan itu?” Tanya Tomi kesal.
“Hiya, empat kali lagi, gerakkan tangan kalian dengan kekuatan penuh. Pedang tidak akan tajam jika pemiliknya lemah.” Teriaknya pada para prajurit yang berlatih, setelah bicara dia baru menoleh pada Tomi, “Apa yang kamu bicarakan?”
Tomi memicingkan matanya, “Angga berada di rumah sakit setelah bertemu dengan Anda, itu cukup bagi saya untuk mencari tahu apa yang terjadi.”
“Ya, saya memang bertemu dan bicara dengannya. Kita bahkan makan malam bersama, tidak ada hal lain.”
“Anda bahkan tidak terkejut sedikitpun, dia kekasih Anda. Yang berada di rumah sakit itu kekasih Anda.” Teriak Tomi di akhir kalimat.
Haira yang merasa terganggu menatap Tomi dengan tatapan menantang, “Saya baru ingin bertanya padamu bagaimana keadaannya. Saya tidak melakukan apapun pada Angga, dan tolong jaga sikapmu. Saya sedang bekerja di sini.”
Tomi berdengus tak percaya, “Apa Anda juga yang melakukannya pada Kanjeng Ratu?”
Haira yang tadinya tenang berubah menjadi sedikit panik, napasnya mulai terlihat berat, “Apa?”
“Ok, saya tidak perlu pengakuan Anda. Saya akan mencarinya sendiri.” Ujar Tomi yang berbalik dan pergi dari tempat itu. Sebenarnya dia sempat melihat Haira masuk ke dalam kamar Kanjeng Ratu Ainur malam itu. Dia yang sedang membuat kopi tidak sengaja melintas dan melihat kejadian itu, namun sama sekali tidak ada kecurigaan yang muncul. Sampai keesokan harinya Kanjeng Ratu Ainur dinyatakan meninggal, Tomi sungguh terkejut dan bingung.
Haira yang melihat Tomi pergi terdiam melipat tangannya. Dia mengamati Tomi yang berjalan dengan seksama. Tatapan itu tajam dan penuh pertanyaan.
***
Sore harinya, Nala yang mendengar semua cerita Tomi terdiam berpikir. Dia masih ragu apa benar Haira yang melakukan semuanya.
“Kamu yakin?” Tanya Nala.
“Saya yakin, dia baru saja bertemu dengan Angga malam itu. Dan tatapannya, saat melihat saya Haira terlihat terusik.” Ucap Tomi jelas.
“Kita tidak bisa membiarkan ini.” Sahut David.
Nala memijat dahinya penat, dia kemudian duduk di kursinya tanpa bicara apapun. Menghela napasnya berat Nala mengucapkan, “Saya akan menyelidikinya.”
Tomi tiba-tiba saja meraih tangan Nala, “Jangan menyerah, aku ada buat kamu.” Tuturnya penuh kelembutan.
Nala tersenyum, menatap Tomi beberapa saat, “Aku mau bicara sama David, boleh kamu tinggalkan kami berdua?”
Tomi sedikit terkejut, dia tersadar kalau tidak seharusnya berada di sana. Dia jadi merasa tidak diharapkan namun dengan senyum manisnya Tomi mengangguk dan pergi walau dengan hati yang berat.
Setelah Tomi menutup pintu barulah Nala bicara pada David, dia menyatukan kedua tangannya di atas meja, “Apa yang harus saya lakukan?”