“Bukan hanya kamu yang kehilangan tapi saya juga, kami hanya melakukan apa yang kami anggap benar.” Nala kemudian menjauhkan tongkatnya dari wajah Haira, “Saya minta maaf kalau perbuatan saya pernah menyakitimu. Kau telah membalaskan dendammu dengan mengambil nyawa Ibu saya. Saya harap itu lebih dari cukup untuk menghapus semuanya. Saya tidak ingin ada pertumpahan darah lagi.”
Nala lalu pergi tanpa banyak bicara meninggalkan Haira terdiam seribu bahasa. David dan Eman tercengang melihatnya, mereka terkagum-kagum pada Nala.
***
Hatinya sungguh tak karuan setelah mengatakan hal itu, Nala jelas tidak rela atas kematian Ibunya. Tapi dia harus bisa menjadi bijak, semua ini adalah karma untuknya karena juga telah menyakiti banyak orang. Kembali ke Istana, Nala masuk ke dalam ruang kerjanya. Dia menangis sejadi-jadinya di sana, dia rindu. Rindu pada Ibunya, dia merasa bersalah karena telah membiarkan semuanya terjadi.
Malam harinya, Nala ternyata masih berada di ruang kerjanya tanpa beranjak sedikit pun. Dia tertidur di sana tanpa sadar, Tomi yang kebetulan datang mencoba untuk masuk. Dia terkejut saat melihat Nala tertidur pulas, dipandangnya sang kekasih lekat-lekat. Tersenyum sumringah, Tomi menggendong Nala dan merebahkannya di atas tempat tidur.
Ternyata Nala terbangun saat Tomi meletakkannya, “Kamu di sini?”
“Aku tadi lihat kamu ketiduran, jadi aku membawamu ke sini.” Ujarnya sambil merapikan rambut Nala.
Nala terdiam dengan wajah sendu, lama-kelaman hatinya menjadi selembut sutra. Dia tiba-tiba saja menangis di depan Tomi.
“Hei.” Ucap Tomi yang langsung memeluk Nala erat.
“Aku kangen ibu.” Tuturnya parau.
Hal itu membuat Tomi ikut bersedih, mereka berpelukan beberapa saat sampai Tomi melepaskan pelukannya dan menatap Nala dalam, “Ikhlaskan Ibumu.” Tutur Tomi dalam.
Dia memeluk Nala kembali lalu menciumnya lembut, memberikannya kehangatan dan kasih sayang yang begitu terasa tulus. Malam itu ternyata menjadi malam yang panjang dan bersejarah bagi mereka, Nala lupa akan kutukan yang masih melekat padanya. Mereka menghabiskan malam berdua menyatukan cinta mereka dan itu akan menjadi awal dari sebuah malapetaka.
***
Di tempat perkumpulannya, Agung yang sedang menatap langit tiba-tiba merasakan sesuatu. Dirinya menjadi semakin kuat dan kuat, seperti ada listrik yang menyambarnya. Menghirup udara penuh rasa lega, Agung bisa merasakan kalau Nala pasti sudah melanggar kutukan tersebut. Agung tersenyum lalu tertawa keras, ternyata dia tidak sekuat yang ia pikirkan.
***
Keesokan harinya Anjar bersama kedua orang pengawalnya datang menemui Nala, mereka dengan berat hati mengembalikan buku yang mereka ambil dari perpustakaan Ainur.
“Mohon maaf atas kelancangan kami, ini buku yang Anda minta.”
Nala mengangguk, “Ok, kali ini saya masih memaafkan kalian tapi jika hal ini terjadi lagi maka jangan heran kalau Kerajaan Meghana akan mengambil paksa Kerajaan Aryan.” Anjar menunduk mengerti perkataan Nala, mereka lalu pamit dan pergi dari tempat itu dengan wajah sedikit kesal.
Nala memutarkan tangannya yang terasa tidak enak, sejak pagi kepalanya pusing dan tangannya terasa kebas. Dia curiga ini karena dia melanggar kutukan sialannya, harusnya dia bisa lebih berhati-hati.
“Anda baik-baik saja yang mulia?” Tanya David.
“Hmm.” Nala mengangguk dengan wajah datar.
***
Indah bersiap pulang seusai sekolah, buku dan alat tulis ia taruh dengan rapi. Lalu tiba-tiba saja dua orang wanita datang menghampirinya, dia adalah Nelsi dan Mia. Mereka mengambil pensil yang ingin dimasukkan Indah ke dalam tas.
“Mau kemana lo?” Tanya Nelsi.
“Gue mau pulang.” Tandas Indah pelan.
Nelsi berdengus, “Siapa yang bilang lo boleh pulang, berdiri lo.” Pinta Nelsi memaksa.
Indah yang gentar mau tidak mau mengikuti keinginan mereka, setelah berdiri giliran Mia yang maju. Dengan buku yang dilipat dia mendorong tubuh Indah, “Sialan lo ya, berani-beraninya lo nggak ngasih contekan ke kita.” Ujarnya kesal.
Indah mencoba untuk membela diri, “Gue takut ketahuan oleh guru pengawas jadi gue nggak berani.”
“Alah alasan lo.” Tutur Nelsi geram, “Emang dasar pelit lo. Eh dengar ya, lo belajar sekeras apapun, sepintar apapun nggak akan lo jadi menteri lo tahu. Nggak akan bisa lo sukses. Lo tahu kenapa? Karena di dunia ini nggak ada yang gratis, semuanya gila akan uang. Orang yang nggak punya apa-apa kayak lo nggak akan pernah dihargai.” Tuturnya sambil menahan tubuh Indah ke dinding.