Ingatan Nala semua kembali ke ratusan tahun lalu dimana dia dan teman-temannya memiliki misi yang mulia.
Zap…
Sebuah anak panah dengan pesan menggantung tertancap tepat di dinding tempat Nala memarkirkan kudanya. Dia sontak bertukar pandang dengan Galuh yang berada di sampingnya. Meraih panah tersebut, Nala membaca isi pesan yang disampaikan.
“Mereka telah berhasil.” Ucapnya singkat yang dijawab anggukan oleh Galuh.
Mereka langsung menunggangi kudanya dan masuk menjebol Istana, Nala membukakan pintu gerbang untuk teman-temannya yang lain.
“Semua sudah siap?” Tanya Soerya yang dijawab anggukan oleh Nala.
“Kita berpencar, para prajurit sepertinya sudah mengetahui kehadiran kita. Kalian berdua pergi ke pintu utara, saya dan Nala akan menerobos masuk ke singgasana Raja.” Tutur Galuh penuh wibawa membuat semua orang mengangguk.
Mereka semua berpencar dan menghabisi para prajurit yang berjaga terutama Nala, dia benar-benar membabat habis semua yang menghalangi. Panglima besar Kerajaan Padjajaran lalu mengadakan rapat darurat, dia diperintahkan langsung oleh Raja Agung untuk mengadakan rapat tertutup bersama para petinggi Kerajaan di Kediaman Raja. Raja sudah mendengar keadaan genting yang menimpa Kerajaannya dan dia harus menyelamatkan semua yang ia bisa.
“Ini sungguh keterlaluan, para Bandit itu sudah sampai di Istana.” Ucap salah satu petinggi Istana geram.
Raja Agung mengepalkan tangannya keras, napasnya mendesah berat lalu menoleh pada Panglima Tjokro “Berapa lama waktu yang kita punya?”
“Dua jam paling banyak.” Jawab Tjokro tanpa ragu.
“Kita harus segera bertindak, jika tidak maka Kerajaan ini akan musnah.” Tutur Petinggi lain.
“Tjokro, bagaimana menurutmu?”
“Sejujurnya saya tidak tahu jelas apa yang mereka inginkan, mereka telah lama merencanakan ini untuk menggulingkan kekuasaan Yang Mulia, saya pikir kita perlu bernegosiasi.”
“Kamu bercanda? Negosiasi di saat seperti ini? Yang benar saja. Yang Mulia, kita harus menghabisi mereka. Sekarang dan untuk selamanya.” Tutur Petinggi yang begitu murka.
Menundukkan wajahnya penuh pertimbangan, Agung akhirnya memutuskan sesuatu, “Biarkan mereka masuk ke ruang singgasanaku, aku ingin bicara dengan mereka.”
“Tidak bisa, ini akan membahayakan nyawa Yang Mulia.” Ucap Petinggi itu menantang keras.
“Namun, jika itu tidak berjalan dengan baik. Maka kita akan menyerang mereka.” Tutur Agung tegas.
Brak…
Pintu ruang pertemuan kerajaan terbuka, Tim Ria masuk dan menghajar Prajurit satu per satu. Dengan mudah Ria menggunakan sihirnya dan menghabisi mereka semua. Tidak ada yang tahu kalau Ria adalah penyihir keturunan Kerajaan Meghana dan juga Kakak dari Nala. Dengan anak buah yang tidak banyak dia berhasil mengosongkan ruangan tersebut.
Nala di tempat lain mencoba masuk ke ruang utama dari Kerajaan Padjajaran itu. Dia melumpuhkan penjaga yang bersiap menyerang dengan sekali gerakan pedang. Menghela napas dingin, masuklah ia dan Galuh ke dalam ruang singgasana Kerajaan. Mata Nala terbelalak saat melihat Agung dan beberapa orang kepercayaannya telah menunggunya di sana.