Destiny Of A Witch

Deviannistia Suyonoputri
Chapter #32

Perang Baru Dimulai

Hujan deras tengah mengguncang kota Jakarta, di sana tertidur seorang pasien bernama Angga dengan selimut menutupi tubuhnya. Dia kebetulan tidur membelakangi pintu ruang VVIP tersebut. Angin berhembus kencang membuat rasa dingin begitu menusuk dengan AC yang tetap menyala. Begitu pula Angga tertidur hingga ia tidak menyadari pintu kamar tempatnya dirawat terbuka dengan lebar.

Dengan wajah penuh bayangan suram, Haira melangkah mendekati Angga. Dengan perasaan campur aduk dia menatap Angga lirih, tangannya kemudian mulai terangkat. Perlahan namun pasti, tangan Haira meraih leher Angga dan mencekiknya dengan kejam. Angga yang sontak terbangun karena kehabisan napas menoleh, matanya berlinang begitu melihat Haira. Haira pun sama, matanya berkaca-kaca, ada rasa tidak tega di lubuk hatinya terdalam. Tiba-tiba dia teringat kejadian dulu.

Dulu dirinya dan Soerya hidup sangat bahagia dan harmonis, mereka baru saja dikaruniai malaikat kecil yang mereka beri nama Danu. Setiap malam, Soerya akan menemani Haira menyusui dan mengganti popok anaknya. Dikala libur, mereka suka bermain di taman. Haira bisa melihat kalau Soerya sangat mencintai anaknya, dia seperti memiliki dunianya sendiri ketika bersama dengan Danu. 

“Sudah tidur?” Tanya Haira.

“Dia lelah setelah aku ajak bermain. Dia begitu menggemaskan.” 

Haira yang mulai cemburu menatap Soerya penuh arti, “Apa kamu tidak melupakan sesuatu?”

“Melupakan sesuatu? Apa? Tadi sepertinya semua sudah kubawa pulang.”

Haira lalu menunjuk pada dirinya sendiri, “Aku.” Tuturnya manja.

“Ah,” Barulah Soerya tersadar kalau dia sudah mengabaikan istrinya seharian ini.

“Aku mulai cemburu kalau kamu selalu bermain dengan Danu dan melupakan aku.”

Soerya tersenyum, “Aku minta maaf. Apa yang diinginkan istri cantikku ini?” Ucap Soerya sambil meraih dagu Haira.

Haira tersenyum sambil mengalungkan tangannya di leher Soerya mesra, “Temani aku malam ini.” Ucapnya sambil mencium Soerya dan tentu berakhir dengan adegan diatas ranjang.

***

Setelah Galuh mati dan Agung terbunuh, Soerya yang masih berada di sana bersembunyi menyaksikan Ria menggunakan sihirnya. Dia terkejut sekaligus tak percaya, namun dia tidak punya waktu untuk itu. Dengan secepat kilat, Soerya berlari menuju rumahnya yang berjarak sekitar 4 kilometer dari Istana. Dia harus membawa istri dan anaknya pergi dari sana, tapi sayang sekali semuanya telah terlambat. Rumah mereka habis porak poranda, dia pun melihat dengan mata kepalanya sendiri Haira dan Danu tergeletak dengan darah di sekelilingnya.

Di saat itu juga Soerya merasa tidak berhak untuk tetap hidup, dia telah membuat keluarganya lenyap dalam semalam. Itu adalah dosa terbesar yang pernah ia perbuat.

***

Dengan terbata-bata Angga berkata, “Bunuh aku jika itu membuat dendammu terbalaskan.”

Mendengarnya membuat Haira semakin mengumpulkan kekuatannya untuk mengakhiri nyawa Angga, tapi semakin dia mencoba semakin tangannya lemah dan tak bertenaga. Napasnya sudah tidak beraturan, matanya semakin tidak tertahankan menahan air mata. 

“Huh…huh…huh.” Haira akhirnya melepaskan cengkraman tangannya. Air matanya mengalir tulus.

Sedangkan Angga terbatuk pelan memegangi lehernya yang sakit. Dia bisa bernapas lega sekarang.

“Argh,” Teriak Haira kesal, “Kenapa? Kenapa aku tidak mampu membunuhmu. Aku benci padamu, aku begitu membencimu sampai-sampai rasanya hidup begitu memuakkan. Aku benci hidupku, aku benci diriku sendiri dan aku sangat membencimu. Tapi kenapa?” Ucapnya penuh penekanan di akhir kalimat.

Angga hanya menatap polos pada Haira, “Karena aku bukan Soerya.” Tutur Angga dalam.

Sontak Haira terdiam mematung bagai orang yang tersambar petir. Dirinya lupa akan hal itu. Lupa akan kenyataan yang ada kalau Angga bukan Soerya, dirinya telah diselimuti oleh dendam dan kebencian sehingga membuatnya buta. Dia telah mengambil jalan yang salah. 

***

Nala datang menemui Ki Suro sendirian, dia bertanya akan sesuatu yang membuat Ki Suro terkejut.

“Apa?” Ucap Ki Suro kaget, dia sampai beranjak dari kursinya dan berjalan ke pinggir ruangannya, “Ini gawat Nala, kamu tidak bisa kehilangan sihirmu.”

Lihat selengkapnya