Mata Nala terbelalak bukan main, dia tidak menduga ini akan terjadi. Napasnya berubah berat dan rahangnya mengeras kuat. Agung menyeringai penuh kepuasan. Di ujung sana ternyata anak buah Agung masuk tanpa terlihat, begitu juga dengan Ki Suro asli yang disekap terikat tanpa bisa berbuat apa-apa.
“Halo.” Ucapnya sambil mengepal tangannya cepat yang membuat Nala meringis kesakitan.
“Argh.” Teriak Nala.
Agung kembali tersenyum, “Akhirnya setelah sekian lama aku bisa membunuhmu. Ibumu itu begitu merepotkan.” Tutur Agung yang tidak disahuti oleh Nala karena dia begitu kesakitan. “Ternyata kamu cukup bodoh untuk masuk ke dalam perangkapku. Itu ampuh membuatmu kehilangan kekuatan sihir.” Agung mendekati wajahnya dengan Nala yang sudah tak karuan, “Ckckckck, lihat dirimu sekarang. Sendirian, tanpa seorang pun yang akan bisa menolongmu.”
“Ergh, ergh.” Nala berusaha memberontak sembari menahan sakit.
Agung berdengus, “Heh, kurang ternyata.” Diremasnya lagi tangannya hingga membuat Nala jejeritan.
“AAAAHHHHHH!” Jerit Nala.
Tubuh Nala kemudian ia bawa mendekat, “Semua ini karena kau, kalau kamu tidak melakukannya aku tidak akan melakukan hal ini.” Tandanya cepat begitu emosi, tubuh Nala dibanting ke dinding tebing, “Aku tidak akan kehilangan keluargaku dan semua yang aku miliki.” Tuturnya menyerang Nala dengan sihirnya, dia sengaja ingin menyiksa musuhnya itu sampai akhirnya ia mati perlahan, “Aku tidak perlu bersusah payah membunuh seperti ini. Ini sangat melelahkan.” Ucapnya penuh kebencian, serangan sekali lagi dia tembakan pada tubuh Nala yang sudah tidak berdaya.
Beberapa kali Nala berusaha untuk menghindar, tapi tubuhnya begitu lemah. Dia bahkan tidak sanggup untuk berdiri.
“Gara-gara kamu dan temanmu aku hidup dalam kesengsaraan, sendirian dan dalam kegelapan. Kamu tidak tahu apa yang harus aku korbankan untuk bisa menjadi seperti ini. Hanya karena satu orang, Nala.” Agung kemudian memberikan serangan telak yang mengenai Nala. Mulutnya langsung mengeluarkan darah, dia terkapar di tanah hanya dengan kekuatan yang tersisa.
“Haira, berikan tongkatnya.” Ujar Agung yang telah mengambil semua senjata Nala.
Haira dengan wajah datar melemparkan tongkat tersebut, Nala sampai tertawa tak percaya.
“Ayo Nala, berdiri. Tunjukkan kekuatanmu, kau pasti punya kekuatan lebih kan? Kau adalah Ratu Meghana sekarang, keturunan langsung Ratu Ainur. Ayo bangun, jangan membuat rakyatmu kecewa.”
Nala dengan susah payah akhirnya mampu berdiri walau ditopang dengan tongkat hijau milik ibunya. Melihatnya Agung tersenyum, dia kemudian menyuruh Haira untuk melawan Nala dengan satu gerakan kepala. Haira dengan dingin melangkah maju berhadapan dengan orang yang paling ia benci itu. Sedangkan tubuh Nala sudah penuh dengan luka, wajahnya memar dan lebam. Di sisi lain, Agung duduk dengan asiknya menyimak apa yang terjadi
“BRA.” Ucap Haira menggelegar.
Sihirnya mampu membuat Nala terpelanting membentur tebing sekali lagi.
***
David baru saja mendapat kabar kalau Kerajaan Meghana telang diserang oleh Kerajaan Aryan.
“Sial.” Dia menoleh ke arah pintu kosong tempat Nala masuk tadi. Dirinya bimbang harus menolong Ratu Kerajaannya atau membantu di Istana. Beberapa kali menoleh ke kanan dan ke kiri. David mengerutkan dahinya kesal, dia akhirnya memutuskan berlari menuju Istana.
***
Mereka benar-benar tidak memberikan kesempatan kepada Nala untuk melawan, dirinya dihajar habis-habisan. Berkali-kali serangan dilancarkan oleh Haira dan berkali-kali juga Nala mencoba untuk menghindar, namun tetap saja dirinya terkena serangan tersebut.
“Cukup.” Tutur Agung dalam, “Selebihnya adalah urusanku. Bawa dia!” Tuturnya sambil menoleh pada Nala bengis. Nala yang lemah tergeletak tak mampu lagi bergerak.
***
David terkejut melihat keadaan Istana Meghana, jasad bergeletakkan dan darah mengalir dimana-mana. Suara pedang lantang berbunyi dan puluhan orang tumbang luka-luka. Matanya lalu melihat Prajurit Kerajaan Aryan yang berlari ke arahnya ingin menebaskan pedang. David yang sigap langsung menahan serangan tersebut. Dengan kekuatan sihirnya dia mendorong Prajurit tersebut hingga terpojok dan menyerangnya hingga tewas.
Setelah melawan Prajurit tersebut, David berlari dan ikut menyerang mencoba menyelamatkan Kerajaannya yang sudah dalam keadaan miris. Sambil melawan satu per satu, David menabrak seseorang yang sangat ia kenal.
“Anda ngapain di sini?” Tanya David heran.
“Mencoba membantu.” Sahut Tomi yang ternyata sejak tadi membantu para Prajurit Meghana berperang.
“Sejak kapan Anda bisa memegang?” Tanyanya sambil menatap pedang di tangan Tomi.
“Ah, sejak tiga bulan lalu dan….” Srt… Tiba-tiba saja Tomi menebas lawan yang ada di belakang David hingga membuat David terkesima.
“Hmm, tidak buruk.”
“Ayolah, ini keren kan.” Sambar Tomi begitu antusias, sambil melawan para Prajurit dia teringat akan sesuatu, “Ngomong-ngomong dimana Nala?”
“Hah,” Seru David melawan orang di hadapannya, “Dia sedang bersama Ki…” Belum kelar bicara dia baru tersadar, “Gawat.” Ucap sambil berlari kencang.
Belum sampai ia ke pintu gerbang, sebuah suara puluhan sepatu menyeruak membuat David berhenti. Perasaannya sungguh tidak enak. Agung datang dan langsung naik ke atas singgasana. Dia menatap semuanya penuh kepuasan, pertempuran besar yang ia bayangkan selama ini akhirnya terwujud juga. David mengepalkan tangan kuat melihatnya.
“Hai, para rakyat Kerajaan Meghana.” Ujarnya dengan nada tinggi membuat semua orang sontak berhenti, dia lalu menaikkan alisnya pada Saiza agar dia melakukan sesuatu.
Dibawalah Nala dengan tubuh lemah penuh luka dan darah. Seketika mereka semua terkesiap, terutama Tomi yang mengerutkan dahinya heran.
“Lihatlah Pemimpin kalian. Lemah dan tak berdaya.” Ucap Agung tegas, “Bagai macan yang tak bertaring. Masihkah kalian percaya padanya?” Tutur Agung mencoba mempengaruhi rakyat.
“Kami rakyat Kerajaan Meghana tidak akan berkhianat. Kami akan berjuang hingga akhir.” Ucap salah seorang pemuda yang memakai baju sederhana dengan tombak di tangannya.
Melihatnya Tomi jadi ikut berucap, “Betul, kami tidak akan menyerah.” Teriaknya lantang.