Laura.
Kata Reta, Steve itu orangnya kejam. Tapi kenapa menurut gue dia gak ada kejam-kejamnya sama sekali? Pertanyaan dia kemarin, entah kenapa meski pun udah gue jawab, gue selalu kepikiran.
Sampai akhirnya gue duduk melamun di teras rumah karna susah tidur. Pertanyaan yang terus terngiang di pikiran gue adalah, kenapa Steve nanya gitu?
Agak lebay emang. Tapi ya, gimana? Emang gitu kenyataannya.
"Laura!"
Deg.
Gue tau suara ini. Tapi, gak mungkin banget kalo dia dateng ke sini malem-malem begini.
Buat apa coba?
Tapi, ternyata bener. Gue gak salah denger. Karna Steve udah ada di depan gue, berdiri dengan tangan menenteng kantong plastik berlogo sebuah toko, sambil tersenyum sama gue.
"Steve?"
"Gue ke situ boleh?"
Gue ketawa sebentar. Lagi-lagi ingat akan semua perkataan Reta.
Ret, Steve yang lo ceritain dengan Steve di depan gue sekarang ini beda.
"Ya tinggal jalan aja ke sini ngapain mesti nanya segala sih?"
Steve terkekeh sebentar. "Kan biar sopan."
Steve duduk di kursi samping gue. Dia membuka kantong plastik yang dipegangnya tadi dan menjulurkan satu es krim cornetto ke gue.
Gue langsung menerimanya dengan senyum lebar. "Wah, makasih, ya. Ada apaan nih tiba-tiba ngasih cornetto ke gue?" tanya gue iseng menatap Steve curiga.
"Kan cornetto pdkt gak lebay. Makanya gue kasih cornetto ke lo."
Gue mengerutkan kening menatap dia. "Hah? Maksudnya lo mau deketin gue gitu?"
Steve mengangkat sebelah alisnya menatap gue sambil menaikkan dagu. "Itu lo pinter."
"Astaga, terang-terangan banget lo, ya!" Gue tertawa dan dia ikut tertawa bersama gue.
"Ya, elo juga gak ada jaim-jaimnya nanggepin gitu. Cewek lain tuh kalo gue bilang gitu bukan jawab. Tapi diem senyum malu-malu."
Tawa gue sontak berhenti. "Cewek lain? Ooo, ada berapa cewek yang udah lo giniin?"
Dia tertawa keras sampai kedua matanya tertutup. Gue cuma geleng-geleng kepala menanggapi dia.
Sambil membuka bungkusnya es krim cornetto, gue bertanya. "Ngapain lo ke sini malem-malem?"
"Masih jam sepuluh."
Gue menoleh ke dia sambik menaikkan sebelah alis. "Masih?"
Dia menoleh dan membalas tatapan gue. "Ya kenapa?"
Gue seketika diam. Cara pandang Steve, membuat gue hanya bisa diam dan cepat-cepat mengalihkan pandangan. Gue sekarang ngerti kenapa banyak banget cewek-cewek yang suka sama dia. Selain karna dia ganteng dan gagah, tatapan matanya yang tepat pada bola mata lawan itu membuat siapa saja akan merasa malu dan bikin jantung deg-degan. Bahkan meski pun es krim gue udah tinggal ujungnya, gue masih ingat dengan jelas tatapan mata dan wajah Steve tadi.
"Lo kenapa gak tidur?"
"Gak bisa tidur."
"Kenapa?"
"Gak tau deh."
Gak mungkin kan gue ngaku kalo gue gak bisa tidur karna kepikiran sama dia?
"Ooo."
Hening yang cukup lama membuat suasana menjadi cukup canggung. Waktu gue lirik dia, dia lagi ngelamun. Gak tau deh lagi ngelamunin apaan.
"Lo gak mau nanya kenapa gue ke sini?"
"Emm." Sebenarnya itu yang pengen gue tanyain. "Kenapa emang?"
"Nyaman banget di sini."
Gue menoleh ke dia. Dan ternyata dia dari tadi udah noleh ke gue. Pengen banget ngadep lagi ke depan. Tapi mata gue terlanjur terjebak sama tatapan matanya yang tajam itu.