Steve.
Gue ngajak dia ke Taman Impian Jaya Ancol. Dia seneng banget. Ditambah gue ngasih kamera ke dia. Buset, gak jarang gue harus lari karna cari dia yang suka tiba-tiba ilang.
Waktu pegang tangan dia, dia gak mau. Katanya kalo gue pegang tangan dia, dia gak bisa foto-foto.
Iyain aja deh gue.
Selama di sana, seluruh wahana kita coba. Gak ada yang lewat sedikit pun. Cuma untuk yang namanya renang, dan semua wahana yang berurusan dengan air, kita lewatin. Kata dia, dia gak mau basah-basah.
Gue pikir karna udah sore, dia akan ngajak gue pulang. Tapi enggak. Karna yang terjadi adalah dia mengajak gue pergi ke Pantai Ancol.
Akhirnya, kita ada di sini sekarang. Selonjoran di atas pasir menghadap laut. Angin di sini kenceng banget. Gue yang gak pinter ini kadang suka bertanya, kenapa ya, di pantai itu anginnya kenceng banget?
Gue memperhatikan sekitar. Gak banyak orang di sini. Karna ini hari Selasa. Gue menoleh ke samping kala merasakan dia yang sekarang menyenderkan kepalanya pada bahu gue.
Dia lagi sibuk liatin hasil jepretannya di kamera. Sebelah tangan gue sontak mengelus rambutnya lembut.
"Hah...."
"Kenapa, hm?" Gue noleh ke dia yang udah mematikan kamera.
"Sunsetnya gak dateng-dateng," jawab dia bergumam.
"Jadi lo ngajak gue ke sini cuma buat liat sunset?"
"Iya. Entar lo fotoin gue, ya?"
"Hmmm. Apa sih yang indah dari sunset?" Karna jujur aja gue heran gitu sama mereka yang suka cari-cari sunset.
"Langitnya."
Gue memicingkan mata. "Apaan? Biasa aja tuh langitnya."
Dia tertawa pelan. "Ya apa sih yang gak biasa menurut lo?"
Gue menoleh ke dia dan dia menegakkan punggungnya balik menatap gue. "Yang gak biasa menurut gue itu, rasa nyaman dan suka sama seseorang yang bisa buat semua hal yang tadinya biasa aja, berubah jadi gak biasa."
Dia tersenyum sampai kedua matanya berbentuk bulan sabit. Ciptaan Tuhan di depan gue ini, kurang kalo cuma di klaim cantik. Dia lebih dari itu.
Sebelah tangan gue terangkat memegang pipi dia yang terasa halus di telapak tangan. Gue tersenyum tipis dan dia balas dengan memegang sebelah tangan gue yang masih mengelus sebelah pipinya.
"Dulu gue nganggep sarapan itu hal yang biasa. Anak-anak jalanan, hidup, kebaikan, alam, itu semua adalah hal biasa menurut gue. Tapi setelah kenal sama lo. Deket sama lo. Semua hal yang biasa itu berubah jadi hal yang gak biasa menurut gue. Ada arti tersendiri di lubuk hati gue dan itu semua karna lo," ucap gue tetap menatap kedua matanya yang sedang menatap lembut ke gue.