Detektif Palsu: Fail Romansa si Antibetina

Zangi al'Fayoum
Chapter #33

V Rolet Bahala

FAKRI

AKU PERNAH BILANG KALAU AKU adalah bocah yang kurang beruntung. Meski begitu, bukan berarti aku percaya dengan hal meragukan macam takdir de-ka-ka. Aku bukan wanita. Aku tak percaya hal begituan. DNA-ku tak menyediakan program yang membentuk area romantisme di otak.

Kalian—yang mulai keasyikan menyimak deretan kesialanku—berdiri dan mengacungkan tangan, protes: “Kalau bukan takdir, memang apa lagi?”

Hukum Bilangan Besar. Pernahkah kalian dengar soal itu? Temanku Jacob Bernoulli yang menemukannya, tetangga di kompleks sebelah, anak tukang cilok. Dia bilang bahwa, meski sulit untuk memprediksi peristiwa tunggal, terbuka kemungkinan untuk memprediksi peristiwa jamak mendekati akurat.

Artinya begini. Susah untuk memastikan apakah seorang individu akan terlahir dengan kondisi keluarga melarat, tampang penghuni neraka, kurang nutrisi, tabiat aduhai, beribu galak, berbapak kriminal, kakak rada-rada, sahabat bajingan, dan dibenci (sekaligus ditakuti) orang-orang. Kalau ada yang macam itu, tentunya akan kelihatan ajaib, fenomenal, dan “wah!” gitu.

Akan tetapi, mudah saja kalau kita membuat data statistik di sepuluh tahun sebelumnya, dan menemukan fakta bahwa per tahun, orang super sial macam itu ada—misal—dua dari satu miliar kelahiran. Lihat? Abrakadabra! Dan kesan ajaib pun lenyap. Dua banding satu miliar bukanlah ramalan yang tak masuk akal.

Aku, fenomena manusia super sial yang patut dikasihani ini, bukanlah peristiwa janggal lagi bila dipandang secara statistik. Cuma kebetulan, satu dari tujuh setengah miliar. Tak ada itu yang namanya campur tangan nasib atau hoki-hokian. Sama seperti soal: Berapa angka yang akan muncul ketika suatu dadu dilempar? Mau itu enam, satu, dua, tiga, empat ... semuanya kebetulan belaka.

Lihat selengkapnya