Detik Masa

Nurul Jefa
Chapter #18

Kebersamaan

Pagi ini terlihat begitu indah. Cahaya matahari seperti mengerti perasaanku saat ini. Sinarnya megah dan terpancar jelas. Layaknya bahagia yang telah membawaku terbang kini. Hal pertama yang kulihat pagi ini adalah sebuah pesan dari salah satu juri lomba puisi saat itu, mengabarkan bahwa puisiku akan dimasukkan dalam sebuah majalah. Notif pesan itu yang membangunkanku. Ditambah lagi sebuah penerbit telah menawari kerja sama. Dengan catatan aku harus konsisten membuat karya selama masa kontrakku dengan penerbit tersebut masih ada. Bahagiaku tak dapat kusampaikan dalam rangkaian kata, namun dunia telah mewakilkannya.

  Satu lagi pencapaianku. Hampir sampai pada puncaknya. Sebentar lagi pasti akan benar-benar sampai di puncaknya. Sejujurnya aku masih tidak percaya dengan tawaran penerbit itu. Bagaimana mereka tahu jika aku adalah seorang penggiat literasi hanya dengan melihat satu karya saja. Aku yakin mereka pasti orang-orang yang sangat pandai. Aku tidak akan mengecewakan semua orang yang telah mendukungku.

  Sebagai karya pertama yang akan kukirim sudah rapi dalam satu file di laptopku. Selama 2 bulan aku menggarapnya dengan penuh semangat dan keyakinan. Tepat setelah revisi selesai dan tawaran itu datang. Tuhan itu maha baik, memberikan kejutan yang tidak pernah kusangka sebelumnya. Tuhan juga tahu, sebatas mana hambanya berusaha, pasti suatu saat akan diberikan hasil yang sepadan.

  Ayah, ibu, dan Kak Jian belum mengetahui kabar ini karena aku memang belum keluar kamar. Mungkin mereka mengira aku masih terlelap karena ini hari minggu. Hampir semalaman penuh aku menyelesaikan revisi puisiku, menatanya dengan rapi berikut kata pengantar dan yang lainnya. Pukul 3 pagi aku baru bisa terlelap. Seperti sudah memiliki firasat, 2 jam kemudian Hp ku berbunyi, notif dari salah satu juri lomba. Aku hanya mendapat waktu tidur selama 2 jam, tapi seketika rasa kantukku hilang saat membaca isi pesannya. Tidak apa, bagiku 2 jam itu sudah cukup ketika rasa bahagia berpihak padaku.

  Sebaiknya aku segera keluar dari kamar. Sebelumnya aku akan mandi terlebih dulu. Aku ingin terlihat lebih cantik pagi ini, untuk mengabarkan berita bahagia pada keluargaku.

  Cukup dengan setelan sweater warna putih dan celana jeans yang menutupi lutut. Rambutku yang sebahu kuurai dengan mengenakan bandana yang sewarna dengan sweater. Setelahnya aku keluar dan menuju ruang keluarga untuk menonton tv. Kebiasaan minggu pagiku selalu ku awali dengan duduk manis di depan tv.

  “Dibilang mau keluar tapi celana selutut aja. Dibilang enggak kemana-mana tapi baju sama dandanannya beda. Tumben juga jam segini udah cantik gitu. Jadi bingung.”

  Tiba-tiba Kak Jian lewat. Seketika menghentikan langkahnya karena terheran-heran melihatku yang tak seperti biasanya. Aku sendiri sangat jarang mandi saat pagi di hari minggu. Terlalu asyik menikmati acara kartun di tv. Sudah sebesar ini pun hobiku masih menonton kartun.

  Ayah dan ibu secara bersamaan juga mengikuti jejak Kak Jian. Bahkan mereka bertiga masih mengenakan piama masing-masing. Aku hanya bisa tersenyum malu. Ketiganya menatapkua tanpa berkedip dengan raut wajah penuh pertanyaan.

  “Kalian mandi dulu deh. Dandan yang cantik dan ganteng ya. Sanu ada kejutan buat kalian. Setelah sarapan nanti Sanu kasih tahu. Sanu tunggu di meja makan ya.”

  Sambil cekikikan aku mematikan tv dan berjalan menunduk menuju meja makan karena masih malu. Tanpa protes apapun mereka menuruti permintaanku. Secara bergantian keluar masuk kamar mandi.

Lihat selengkapnya