Hari minggu sudah berlalu. Sekarang harus kembali beraktivitas seperti biasanya. Ayah dengan kesibukan di kantor, Kak Jian dengan kesibukan tugas kuliah, dan aku dengan kesibukan sekolahku ditambah lagi harus mulai membuat karya-karya baru untuk buku kedua nanti. Naskah buku pertama akan aku kirim hari ini melalui e-mail, agar bisa segera dicetak dan dinikmati banyak orang. Aku ingin sekali melihat respon dari mereka, semoga sesuai dengan yang aku harapkan.
Pulang dan pergi sekolah aku masih bersama Kak Jian. Niat hati ingin kambali naik kendaraan umum tapi Kak Jian tidak mengizinkan. Alasannya agar aku tidak terlalu lelah karena harus fokus membuat karya. Kak Jian terlalu berlebihan kali ini.
Sampai di sekolah, ternyata ada Tiara tengah berdiri di dekat gerbang. Dia melambaikan tangan padaku kemudian tersenyum pada Kak Jian. Sebaliknya, Kak Jian membalas senyum Tiara, tapi tak sehangat dulu lagi. Mungkin Kak Jian merasakan bahwa hatiku belum merelakan.
“Pulangnya nunggu kakak aja ya, seperti biasa.”
Aku mengangguk. Kak Jian meneruskan perjalanannya untuk menuju ke kampus. Sebelumnya dia juga berpamitan dengan Tiara. Hari-hariku kini terlihat semakin indah dan menyenangkan. Sudah tidak ada yang menggangguku lagi di sekolah. Bahkan Tiara semakin dekat denganku. Jadi, kami sering jalan bertiga, aku, Rara, dan Tiara. Kecuali dua teman Tiara itu, yang kadang kala masih tidak terima dan mengganggu kami. Setelah berselisih paham saat itu mereka berdua benar-benar meninggalkan Tiara. Egois memang.
Aku dan Tiara memutuskan untuk menunggu Rara di gerbang. Seperti biasa, ini masih pagi. Sudah beberapa minggu terakhir ini Tiara mengikutiku untuk berangkat lebih pagi dan menungguku di gerbang.
“Kita bisa bareng kayak gini tinggal hitungan hari aja.”
“Emang kenapa?”
“Akhir bulan ini siswa kelas 3 kan udah mulai sibuk dengan rentetan ujian.”
Benar sekali, kenapa aku sampai lupa. Aku sudah menganggap Tiara teman satu angkatanku karena kedekatanku dengannya. Kenyataannya, dia satu tingkat di atasku. Ya, kebersamaan kami di sekolah ini hanya tinggal beberapa bulan lagi sebelum kelulusan siswa kelas 3. Itu artinya sebentar lagi juga akan ada ujian kenaikan kelas untuk kelas 1 dan 2. Akan ada siswa dan siswi baru, dan aku juga sebentar lagi akan berada di kelas 3. Selang beberapa bulam juga pasti akan disibukkan dengan berbagai macam ujian.
Waktu begitu cepat berlalu. Rasanya aku baru saja naik ke kelas 2. Tiba-tiba saja sudah mencapai ujung dan berpindah kelas. Semoga aku tetap bisa konsisten untuk berkarya. Paling tidak 1 bulan sekali aku harus menerbitkan 1 karya. Aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang belum tentu akan datang dua kali. Pada tahun kedua kontrak itu, aku menginjak kelas 3 dan tengah sibuk-sibuknya ujian. Semoga otakku bisa membagi tugas.
Rara sudah terlihat turun dari bus. Berjalan dengan santainya seperti tidak mengetahui bahwa aku dan Tiara sudah menunggunya, padahal sebelumnya aku sudah mengirim pesan padanya.
“Kayak enggak ada salah gitu jalannya santai banget. Dikira kita berdua patung selamat datang apa gimana?”
“Hehe, enggak ih. Udah ah jangan marah, aku cuma bercanda kok. Maaf ya?”
Lantas kami jalan bertiga menuju kelas. Aku dan Rara berpisah dengan Tiara di kelasku. Tiara masih harus berjalan lurus menuju kelasnya.
Aku dan Rara langsung duduk di bangku. Memulai pagi dengan bercerita kisah kemarin satu sama lain. Beginilah kami jika setelah hari libur, pasti akan rindu bercerita. Kebiasaan setiap bertemu. Meskipun hanya sehari libur, itu membuat di antara kami hampir tidak ada rahasia.
Aku menceritakan tentang puisi lomba kemarin dan kontrak bersama penerbit. Rara nampak begitu syok ketika mendengarnya. Bahkan dia mengatakan aku berbohong, karena baginya terlalu cepat untuk mendapat kontrak sebuah penerbit. Aku sendiri sempat tidak percaya ketika pertama kali membaca pesan itu. Tapi inilah kenyataannya. Aku memperlihatkan isi pesan yang dikirim salah satu juri lomba, barulah Rara mempercayainya.