Detik

Vidharalia
Chapter #4

Detik 02 - Sial Paket Komplit

Detik 02 - Sial Paket Komplit

Kesan pertama adalah hal yang penting. Oleh karena itu, di awal memulai segalanya harus baik agar kenangan yang akan diingat dimasa depan menjadi hal membahagiakan. - Aletta Aditama.

Pagi ini koridor yang awalnya nampak sepi seketika ramai. Suara pekikan dan bisikan dari penghuni koridor terutama kaum hawa menjadi sambutan bagi beberapa cowok yang baru datang.

Kini cowok yang dikenal sebagai salah satu dari deretan Cowok tampan di SMA Tunas Bangsa menghentikan motor ninja nya sebentar. Ia menatap datar beberapa orang yang senyum-senyum sambil melihat kearahnya dan teman-temannya. Ponselnya bergetar beriringan dengan suara notifikasi, ia merogoh saku guna mengambil benda pipih itu. Jarinya mengusap layar ponsel untuk membuka layar kunci. Yang ia lihat hanyalah celotehan tidak berguna yang terus masuk dalam aplikasi via chat.

Menjadi seseorang yang selalu menjadi perhatian dan diberi pujian memang hal membanggakan, namun tidak bagi pemuda itu. Menurutnya, semua hal terasa biasa saja.

Kini cowok dengan balutan jaket boomber berwarna army itu memarkirkan motornya di parkiran sekolah, tentu bersama teman-teman seper-gengannya. Kini gerombolan cowok-cowok yang tampan itu menjadi pusat perhatian siswi yang berada dilingkungan sekolah.

Ketika Regan membuka helm full face nya dan menyimpannya di atas motor, suara Angga mengalihkan perhatiannya. Pikirannya yang sedari tadi sedang buyar langsung terfokus pada cowok di sampingnya.

"Mau bolos apa gimana nih?"

"Masuk aja lah, kasian Claire rindu sama lo. Berat loh,"

Mata Angga seketika membesar, menatap lekat Ghani yang cengengesan tak berdosa di atas motornya.

Angga berdecih. "Mending gue kubur diri idup-idup daripada harus ngeliat Claire,"

Sepertinya Claire benar-benar musuh terbesar Angga, begitupun sebaliknya. Hingga sekarang masih belum ada yang tau alasan mengapa mereka saling membenci, termasuk ke-tiga sahabatnya.

"Basket kuy," ajak Nevan. Lalu tanpa bicara apapun, Regan berjalan menuju lapangan basket sekolah diikuti teman-temannya di belakang. Tanpa peduli bahwa pelajaran akan di mulai dalam hitungan menit lagi, cowok itu tak mau pusing memikirkan. Bukan karena Regan sosok yang biasa ada dalam novel-novel remaja pada umumnya, yag biasa disebut dengan Badboy tampan. Tidak! Regan hanya sedang ingin untuk mengistirahatkan kepalanya sebentar, belajar terus membuat si peraih Rangking 1 itu lelah.

Di lorong koridor makin ramai, apalagi para perempuan yang haus dengan pria tampan terus menerus menjerit kegirangan. Sementara si pria, nampak terlihat santai dan bahkan tak peduli dengan keadaan sekitar. Pujian-pujian yang dilontarkan oleh para siswi terlihat tidak ada artinya bagi seorang Regan.

Regan Antares, Pria dengan wajah tampan itu nampak biasa saja. Tak ada wajah bahagia dan berseri-seri yang ia tunjukan seperti biasanya. Bahkan, senyum di bibirnya pun tidak ia perlihatkan. Terlebih ketika ia sedang dalam mode mood yang buruk seperti saat ini.

"Kita mainnya di Outdoor aja,"

"Lah, kan Pak Harto udah buatin lapangan basket khusus," Angga menatap temannya heran.

"Sejak kapan lo peduli dengan hal seperti itu?"

Angga menyengir tidak jelas, menampakkan deretan giginya. "Ya kan gue nanya, bang."

"Gue bukan Abang Lo," Regan mendengus. "Cari sesuatu yang baru, kita main disini." Perkataan Regan seperti keputusan yang sudah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Nevan, Angga, Zico dan Ghani hanya menurut saja.

"Buset, grup kelas rame bener." Ghani menggeleng-gelengkan kepalanya. Dari tadi sakunya bergetar, dan saat di periksa, itu adalah notifikasi dari grup kelasnya. Dan juga mengingat tadi sebelum memarkirkan motor, Regan sempat berhenti sejenak.

****

Gadis itu turun dari mobil ketika sudah sampai didepan gerbang sekolah. Pagar besi yang berdiri kokoh didepan sekolahnya itu terbuka lebar seolah-olah menyambut kedatangannya di hari pertama.

Aletta baru saja menapakkan kakinya di area sekolah. Menatap keatas, kearah koridor lantai dua yang merupakan kelasnya. Betapa panjangnya lorong koridor ini untuk menuju tangga. Kemudian gadis itu mendelik jengkel, masih sangat jauh! Kalau saja Aletta seorang bidadari, ia akan langsung terbang dengan mudah dan tidak akan kelelahan untuk berjalan.

Penghuni koridor menatap ke arah Aletta dengan penasaran. Gadis itu berhasil menarik perhatian semua orang. Dan itu adalah hal yang paling tidak Aletta suka, menjadi pusat perhatian orang-orang.

"Semangat!" Gumamnya menyemangati dirinya sendiri. Kemudian menghela nafas berat sebelum melangkahkan kakinya lagi. Suara teriakkan yang memekakkan telinga terdengar sangat nyaring. Entah siapa yang melakukan hal seperti itu dan tujuannya untuk apa.

Gdebugh!

Sial.

Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan Aletta Sekarang. Sudah telat karena bangun siang lalu kakaknya meninggalkannya, dan yang paling sialnya adalah bola basket meluncur sempurna mengenai kepalanya.

Ia tidak pingsan, hanya saja kepalanya sangat sakit! Bayangkan saja bola basket yang kerasnya seperti itu menghantam kepala.

Aletta memejamkan matanya rapat-rapat, menahan gejolak amarah yang ingin meledak. Seraya memegangi bagian kepalanya yang terkena bola. Masih dalam posisi duduk yang aneh, Aletta menolehkan kepalanya ke arah segerombolan anak-anak basket yang menatapnya prihatin, dan juga seorang cowok jangkung yang datang mendekat. Dengan santai cowok itu berbalik badan lagi, ternyata hanya mengambil bola basketnya yang berjarak tidak jauh dari Aletta.

"Heh! Lo gak minta maaf?!" Maki Aletta tidak tahu malu. Dengan segera Aletta beranjak bangkit dan berkacak pinggang.

Pemuda tersebut membalikan badannya. Kemudian menaikan sebelah alisnya sambil menunjuk pada dirinya sendiri.

"Iya! Elo setan!"

"Sorry, kayaknya lo salah orang." Dengan santai cowok tersebut melangkah menjauh dengan sedikit gidikan pada bahunya ketika mendengar seorang gadis berkata kasar.

Aletta menatapnya dengan nyalang. "Gue manggil lo!"

Lihat selengkapnya