Detik 06 - Baku Hantam
Aneh, itu kata yang selalu terpatri dalam benakku ketika berada di dekatmu. Ingin ku hindari, tapi bagaimanapun juga kau selalu ada disaat kubutuh.
Di waktu sepagi ini, keributan sudah terdengar. Itu sangat bising di telinga Aletta, bahkan gadis itu baru menginjakkan kaki di area koridor, Belum masuk kelas sama sekali. Jiwa-jiwa penasaran Aletta menjerit untuk memastikan, tapi Aletta harus menaruh tas nya terlebih dahulu ke kelas. Ia berjalan cepat menuju kelasnya karena tak sabar untuk melihat keadaan yang terdengar ramai itu.
"Aletta," panggil Adena sedikit memekik.
"Kalian mau kemana?"
"Ada yang ribut di Aula. Kita mau liat," Cengir Amarta tak berdosa. "Lumayan bisa jadi bahan gosip."
Aletta memanggut-manggut mengerti. "Oh, kalau yang itu gue tau."
"Lo mau ikut gak?"
Aletta menggeleng, "Ntar gue nyusul, mau naruh tas dulu."
"Oke." Kemudian Adena dan Amarta berjalan lawan arah dari Aletta. Mereka berpisah di tangga antara lantai satu dan dua.
"Kak Regan!" Jerit seseorang dari arah belakang Aletta. Suara gadis, tapi Aletta tidak mengenali suaranya. Dan dia memanggil nama Regan. Itu membuat Aletta makin dirundung rasa penasaran.
"Ck!" Decak Aletta kemudian berlari ke arah Aula. Menyusul kedua temannya yang tadi sudah pergi lebih dulu. Hatinya benar-benar resah kalau penasaran seperti itu.
Yang pertama kali Aletta lihat di tempat kejadian perkara adalah dua orang lelaki yang berdiri ditengah-tengah kerumunan orang-orang. Satu diantaranya sedang mencengkram kerah laki-laki lainnya.
"Kenapa Lo lakuin itu?!" Regan menegaskan pertanyaannya yang tadi tidak dijawab.
"Regan, udah... Kalem," Ghani berusaha memisahkan kedua orang itu. Pemuda itu kini berada disamping Regan yang terus mencegkram kerah sang lawan seolah tidak ingin melepasnya.
"Kenapa emang? Masalah buat Lo?" Wildan tertawa sarkastik. Memancing sang musuh adalah hal kesukaannya.
"Lo sakit jiwa," Regan menggeleng kepalanya tak menyangka. "Segitu bangsatnya kah Lo?"
"Udah ngomongnya?" Wildan menggosok telinganya. "Kuping gue panas dengerin setan ngoceh,"
"Bisa gak sih gak mancing?" Perlahan Regan tersulut, kesabarannya sudah dipermainkan oleh pemuda di hadapannya.
Regan pun belum melepaskan cengkeramannya dari kerah seragam Wildan, dan Wildan menanggapi hal itu dengan santai. Seperti tak ada rasa takut apapun, padahal sekarang ia tengah berhadapan dengan orang yang dikenal paling bringas jika sudah adu fisik seantero sekolah. Memang akhir-akhir ini Regan nampak mencoba untuk tidak ribut pada siapapun.
"Gue gak bisa mancing, gak punya kail," Wildan tertawa. "Tapi kalau mancing emosi, gue jagonya."
"Gila Lo!"
Bugh!
Satu bogeman kuat dari tangan Regan yang sudah mengepal dari tadi meluncur dengan sempurna mengenai rahang Wildan. Para penonton menjerit histeris, tak terkecuali Aletta.
Gadis itu terdiam kaku sambil menatap kosong kearah depan, tempat dimana Regan berdiri. Jujur, Gadis itu sedikit takut apalagi melihat wajah Regan yang benar-benar berbeda. Tak seperti yang kemarin ia lihat, mungkin karena emosi tengah berkumpul pada dirinya, terbukti dari wajah yang memerah dan urat-urat yang menonjol keluar.
"Udahlah... tenang," Seorang gadis yang Aletta bisa tebak itu adalah teman seangkatannya berusaha menenangkan Regan. Perempuan cantik itu menarik lengannya supaya tidak melanjutkan apa yang tidak diinginkan.
Aletta memandang baik-baik kearah gerombolan didepannya. Kenapa teman seangkatannya itu bisa sangat dekat dengan para senior?
Kemudian tatapan Aletta teralih pada Regan yang sedang mengatur deru nafasnya yang menggebu-gebu dengan pandangan menusuk kearah Wildan.
Padahal yang kemarin Aletta pikirkan tentang penilaian Regan sudah baik. Ia pikir, Regan bukanlah sosok seperti yang ada dalam benak orang-orang. Seperti perkataan Amarta dan Adena, Regan adalah orang yang tidak baik.
Aletta sempat berpikir bahwa Regan adalah orang yang baik, walaupun cara menyampaikannya berbeda. Seperti kemarin, saat menolongnya untuk mencegah alerginya tambah parah. Namun nyatanya pembelaannya itu salah, Regan tetaplah seorang Regan. Pemuda yang dikenal sebagai orang yang kejam, tak tau arti kasihan, arogan dan juga egois.
Dan detik itu juga Regan menoleh, mendapati Aletta yang berdiri tak jauh darinya. Dengan cepat Aletta membuang muka dan membalikan badannya. Kemudian pergi dengan tergesa dan wajahnya kian memucat pasi seakan-akan habis melihat hantu berkeliaran.
"Al--,"
"Regan, Lo mau kemana sih?" Tanya Nessie seraya menahan lengan Regan.
"Lepas,"
"Kenapa?"
"Gue bilang lepas!" Hardik Regan tak tahan dengan kelakuan Nessie kemudian berlari mengejar Aletta.
Dengan langkah cepat gadis itu mengindarinya, Aletta tahu jika Regan mengikutinya sekarang. Sebisa mungkin Aletta berjalan lebih cepat bahkan hampir berlari. Namun Aletta kalah telak, langkah kaki Regan begitu panjang hingga pada akhirnya mereka berdua bersejajar.
"Lo salah paham," Regan meraih pergelangan tangan Aletta. Dan Soetta mereponnya dengan memperlihatkan wajahnya yang jijik.
"Lepas," Aletta menyentak tangannya. "Gue mau pergi."