Detik 08 - Memburuk
Ini adalah alasanku mengapa tidak mau menjalin hubungan dengan seseorang, teman, lelaki, dan sebagainya. Aku takut kelak tidak dapat pergi karena banyak orang yang kusayang, atau saja kepergianku membuat duka yang teramat dalam. - Aletta Aditama
Hari Sabtu, Di Sekolah.
Ini hari ke-tiga Regan melakukan hal yang sama selama delapan kali. Sehari ia melakukan hal itu tiga kali, yaitu di pagi hari, saat istirahat, dan terakhir saat pulang sekolah. Amarta dan Adena bungkam, tak ada niat untuk memberitahu yang sesungguhnya. Mereka pikir, untuk apa diberitahu? Toh Regan tak ada sangkut paut atau urusannya dengan Aletta.
Yang Regan lakukan sekarang adalah mondar-mandir seperti orang bodoh, berharap bahwa Aletta akan datang, nyatanya itu hal yang mustahil untuk terwujud. Regan hanya ingin berbicara sebentar dengan Aletta. Regan gelisah, ia terus berpikir bagaimana caranya supaya aletta memaafkannya.
Sebelum Aletta tidak masuk sekolah sampai selama ini, gadis itu marah besar Terhadap Regan. Dan kebetulan besoknya Regan tidak masuk. Pemuda itu ada urusan mendadak yang membuatnya izin sekolah. Jadi Regan berpendapat, bahwa Aletta akan berpikir Regan menurutinya. Yaitu untuk menjauhinya. Sejak pingsan setelah pertandingan basket, Aletta bersikap dingin. Regan tidak menyukainya, itu bukanlah sosok dari Aletta. Regan lebih senang jika gadis galak itu bawel dan marah-marah kepadanya.
Amarta berdecak jengkel, walaupun tidak dilihat, tapi kelihatan. Regan yang setia berdiri diambang pintu kelasnya dengan wajah tanpa ekspresi, namun kecemasannya tersirat. Membuat Amarta jengah, apa pemuda itu tidak lelah menunggu hal yang tidak pasti?
"Udah lah kasih tau aja," suruh Adena ikut kesal.
Amarta menghela napas lalu berjalan menghampiri Regan. "Kak,"
Regan dengan santai menghadap ke Amarta dan Adena tanpa menyahut. Tangannya ia masukan kedalam saku celana, dan tangan lainnya menggenggam ponsel, ia menempelkannya pada telinga. Bunyi sambungan telepon masih terdengar, namun tidak pernah diangkat.
"Nyari Aletta?"
Regan menaikan sebelah alisnya kemudian mengangguk.
"Aletta di RS, dari tiga hari yang lalu di rawat."
"Rumah Sakit mana?" Tanya Regan cepat.
"Amarilis Hospital."
Lalu tanpa basa-basi Regan berlari, raut wajahnya menggambarkan kecemasan. Ia pikir tak apa jika ia membolos sekarang, keadaan Aletta lebih penting. Toh dirinya sudah pintar ini, peraih rangking satu tanpa pernah ada yang bisa menggantikan posisinya.
"Mau kemana kamu?"
Regan berdehem sejenak, mencari alasan supaya Pak Kahril yang tak lain dan tak bukan adalah satpam sekolah mengizinkannya keluar sekolah.
"Inhaler Ghani ketinggalan pak, sekarang dia sesak nafas,"
"Terus?"
"Bahaya pak, kalau ada hal yang tidak diinginkan terjadi, Bapak mau tanggung jawab?"
Pak Kahril sontak menggeleng. "Megang tanggung jawab sekolah saja sulit saya lakukan, apalagi ada dua beban."
"Nah makanya,"
"Benar nih?" Tanya Pak Kahril memastikan.
"Saya aja gak bawa tas," ujar Regan greget. Pak Kahril menyita waktunya, padahalkan pemuda itu ingin cepat-cepat melihat keadaan Aletta.
"Oh iya juga ya," Pak Kahril menggaruk rambutnya yang tidak gatal. "Ya udah deh."
Kemudian gerbang dibuka, Regan menuntun motor sport-nya hingga depan sekolah baru mengendarainya menuju Rumah Sakit Amarilis, salah satu tempat perawatan medis yang terkenal di Jakarta Selatan. Dokter yang bekerja disana adalah pilihan terbaik dari universitas terkemuka baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Itulah mengapa Rumah Sakit itu menjadi tempat yang direkomendasikan diurutan pertama.
****
Dua hari sebelum Aletta dirawat, Hari Senin di sekolah.
Aletta menarik seragam Regan dengan paksa, dan langkah yang terburu-buru membuat Regan sulit menyeimbangkannya.
"Nanti baju gue sobek, Aletta." Ujar Regan.
Brekk...
"Tuhkan, Aletta." Regan menatap nanar pakaiannya yang sobek akibat ulah Aletta. Kemudian pemuda itu menghela nafas berat. Sedangkan Aletta tersenyum tipis, Regan tidak sadar akan hal itu. Rencana Aletta berjalan tanpa kendala sesuai yang diinginkan Aletta.
"Ya udah gak apa-apa," Ujar Regan dengan nada lembut. Hal itu sontak membuat Aletta membelalakkan matanya terkejut. Kenapa Regan menjadi seseorang yang penyabar? Ia kira Regan akan memarahinya atau bahkan membentaknya.
"Kok Lo maafin gue sih?"