Detik 10 - Keluarga
Tidak semua orang yang nampak baik-baik saja pada kenyataannya juga seperti itu.
Aletta dengan cepat berlari ke lantai satu, menuruni puluhan anak tangga perantara lantai dua rumahnya. Kemudian mendapati Ayahnya duduk di sofa, perempuan itu menarik bibirnya keatas. Sangat senang ayahhnya sudah pulang dari Medan karena ada urusan kantor disana.
Keningnya mengerut heran ketika mendapati sang ibu yang tengah meandang ayahnya denngan nanar. Seperti bukan senang akan kehadirannya, namunn kesal. Begitupula dengan raut wajaah Alkan yag menggambarkan kepanikkan. Dan berubah panik kala Aletta sudah sampai di lantai satu.
"Papa udah pulang?" Tanya Aletta basa-basi. Pak Aditama mengangguk sambil tersenyum, lalu melaimbaikan tangannya tanda memanggil sang putri untuk mendekat.
"Pa, Aletta punya kabar---"
"Maaf ya, sayanng, Papa masih ada urusan. Ini mau balik lagi ke kantor,"
Aletta terdiam sejenak kemudian memberikan tatapan sedih ke ayahnya. "Tapi kan Papa baaru pulang?"
"Dek, temenin Bang Alkan beli Hoodie yuk," Alkaan berjalan menghampiri adiknya dan merangkul pundaknya. "Ayo, entar gue beliin juga deh,"
"Hm, yaudah deh," Jawab Aletta walau hatinya sedikit tidak ikhlas. Baru saja melihat kepulangan sang ayah ke rumah, laalu maau ditinngggal pergi bekerja lagi.
Bang Alkan tersenyum sendu, unntungnya sang adik penurut hingga mau ikut bersamanya. Pemuda itu tidak ingin jika Aletta tahu apa yang terjadi sebelum dirinya turun ke lantai satu tadi. Ketika kedua orang tua mereka bertengkar hebat, dan untungnya Aletta selalu memakai earphone sehingga tidak mendengar keributan dibawah.
Alkan tidak ingin jika Aletta merasa hancurr karena keluarganya yaang perlahan sudah terpecah belah.
****
Surga bagi kaum pelajar sebenarnya sederhana: Suara dering bel istirahat atau pulang sekolah berbunyi dan jam mata pelajaran yang kosong. X IPA 2 berada di opsi kedua, guru biologi mereka berhalangan hadir dengan alasan mendadak. Alhasil semua murid yang berada di X IPA 2 seketika berteriak girang mengalahkan hebohnya ayam betina yang sedang bertelur.
Semuanya berada di posisi masing-masing. Beberapa anak perempuan berkumpul di barisan depan, biasanya itu kubu yang suka menggosip, semua hal mereka bicarakan; mulai dari penyanyi terkenal berkebangsaan Inggris yang bernama Zayn Malik dan kekasihnya sampai ujung-ujungnya membahas tentang sinetron Indonesia yang aneh, sebagai contoh yaitu perkataan Sheeran.
Katanya, 'Katanya ngomong dalam hati, tapi pemirsa bisa dengar.' dan juga, 'Kalau ada truk lewat, bukannya lari malah berdiam diri dan teriak, padahal itu truk nyentuh ke badannya aja bisa selama gue make-up.'
Sementara barisan anak lelaki berada di paling belakang, paling pojok dan terpencil. Fokus main handphone dan sesekali berteriak heboh, "Shoot man, tembak ya ya ya terus!"
Yang lainnya juga membalas tak kalah seru, "Buset enemy nya susah banget gila!" Hingga pada akhirnya terdengar suara dari ponselnya, suara yang sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat Indonesia. Double kill!
Sedangkan dilain sisi, Aletta dan dua temannya masih anteng duduk ditempat masing-masing. Adena yang terus menatap layar ponselnya---menonton YouTube tentang cara membuat honey pancake. Dan Amarta yang terpulas tenang dengan tangan sebagai tumpuannya.
Sudah selama dua jam Rintik hujan tidak kunjung berhenti, cuaca yang mendukung untuk berlabuh ke alam mimpi. Dan memang beberapa diantara penghuni kelas tersebut juga tertidur dengan berbagai macam gaya. Ada yang seperti Amarta, ada yang menyatukan kursi-kursi dan tidur diatasnya, dan ada juga yang duduk seperti biasa dengan tangan yang menyilang dan mata terpejam.
Sedangkan Aletta sedang menulis puisi pada diary kecilnya, dengan kedua telinga yang tersumpal oleh earphone---menyalurkan lagu penghantar tidur supaya Aletta ikut terlelap seperti Amarta. Daripada dilanda kebosanan saat ini, lebih baik gadis itu tidur saja. Tapi masalahnya daritadi ada disana, gadis itu tidak bisa walaupun mengantuk. Padahal jelas-jelas ia kurang tertidur semalam.
Aletta mencetik-cetikkan bolpoinnya, bingung ingin mengisi kalimat apa lagi untuk penambah puisinya. Sebentar lagi Amarta ulang tahun, dan ia menginginkan puisi karangan Aletta yang katanya indah. Padahal menurut Aletta sendiri, kata demi kata yang ia tulis hanya biasa saja, ya walaupun kadang ia merasa maknanya memang dalam.
Suara buliran air-air yang jatuh ke bumi dan bertabrak pada aspal membuat ketenangan bagi beberapa orang, termasuk Aletta. Gadis itu menjadi lebih rileks dan berkonsentrasi pada aktivitasnya yang memungkinkan hasilnya menjadi lebih bagus.
Tak selang beberapa saat opsi pertama pada jenis surga kaum pelajar bersuara. Yaitu bel pulang sekolah yang terdengar nyaring ke setiap sudut ruang di SMA Tunas Bangsa.
Berbondong-bondong murid keluar dari zona nyamannya, yaitu keluar kelas dan berjalan menyusuri koridor.
Beberapa diantaranya menunda kepulangannya dulu, hujan masih turun. Aletta pun hanya diam di depan kelas dengan ponsel yang tertempel pada telinganya. Gadis itu tidak suka memakai earphone jika sedang teleponan. Suara sambungan telepon dengan kakaknya terdengar lama, dan ujung-ujungnya tidak diangkat.
Apa yang sedang Alkan kerjakan hingga lupa menjemput sang adik di sekolah?
Aletta mendelik jengkel pada ponselnya, gadis pemarah itu ingin membentak seseorang Sekarang.
"Alkan nitip Lo ke gue," suara berat itu berasal dari samping Aletta, sontak membuat empu yang diajak bicara menolehkan kepalanya.
Aletta berdecih. "Pembohong!"
Regan mengerti jika Aletta menganggapnya pembohong. Aletta saja tidak tahu jika Regan kenal dengan Alkan, saat pulang dari Rumah Sakit Aletta mereka bertemu dan berkenalan.
"Ini nomer Abang Lo kan?" Tanya Regan lembut. "And this our chat,"
"Kok bisa punya no Abang gue?!" Aletta melotot garang. "Lo nanya ke dukun ya?!" Tudingnya.
"Kenalan pas pulang dari jenguk Lo... Udah ayo pulang,"
"Anjrit!" Aletta menyentak tangannya yang digenggam oleh Regan. "Ya enggak usah pegang-pegang juga kali!"
"Sumpah ya, Lo jadi cewek galak banget."
"Biarin, biar gak ada yang suka sama gue."
Regan tertawa pelan. "Justru karena Lo galak, gue jadi suka."
"Udahlah, ayo."
Kemudian Aletta masuk kedalam mobil Regan dengan ragu. Karena itu pertama kali baginya diantar pulang oleh seorang teman, terlebih itu seorang lelaki dan juga seniornya.
Seperti biasa, tidak ada perbincangan jika tidak dimulai dengan perdebatan terlebih dulu. Aletta yang pada dasarnya memang galak, dan Regan cowok nyebelin yang gemar memancing emosi Aletta. Pas, jadi diantara mereka tidak mungkin ada kecanggungan.
Rumah baru Aletta tidak begitu jauh dari seseorang, hanya membutuhkan waktu kurang lebih sepuluh menit jika naik mobil. Untung saja hari ini Regan membawa kendaraan itu, jika memakai motor sportnya kan pasti mereka kehujanan.
Bicara tentang hujan, Aletta jadi ingat masa kecilnya. Disaat ia sering sekali bermain hujan bersama Alkan, dan sejak ia beranjak dewasa sudah tidak pernah melakukan hal itu lagi.
"Kak,"
"Hm?"
"Main hujan kuy," ajak Aletta.
"Gue udah bersyukur bawa mobil biar gak kena hujan, ini malah minta main hujan." Regan geleng-geleng kepala heran.
"Udah lama gue gak main hujan, ayolah." Aletta merengek manja. "Ya ya ya?"