Detik 11 - Sebuah Pilihan
Jangan terlalu menyayangiku, carilah kekuranganku, dan ingat-ingatlah itu. Siapa tahu kelak kau butuh alasan untuk berhenti dan pergi.
Aletta terjungkir kesamping, penyebabnya hanya satu. Regan!
Sebenarnya pemuda itu sengaja menyenggol Aletta, kini menjahili Aletta adalah salah satu hobi Regan, ia menyukainya karena pasti Aletta akan memarahinya. Dan entah kenapa setiap Aletta marah, Regan tambah menyukainya.
"Jalan tuh pake mata dong, punya mata gak sih Lo?!" Bentak Aletta tidak tanggung-tanggung mengeluarkan segala amarahnya.
"Dimana-mana jalan itu pake kaki, Lo nya aja kali yang ngehalangin jalan."
Aletta berkacak pinggang seraya memberi percikan api pada kedua bola matanya. "Enak aja! Gue udah jalan dipinggir begini juga!"
"Berati Lo gendut sampe nutupin jalan,"
"KAK REGAAN! NGESELIN BANGET SIH!"
Regan sontak tertawa keras mendapati respons Aletta yang sudah ia duga. Gadis pemarah itu terlihat sangat galak Sekarang. Ia sudah tidak peduli dengan masalalu Regan yang pahit, baginya kalau sekarang Regan menyebalkan, harus ia Marahi.
"Galak banget jadi cewek,"
"Biarin, biar Lo menjauh dari gue."
Regan menghela nafas pelan seraya menggelengkan kepalanya beberapa kali.
"Kan gue udah bilang, gue gak akan jauhin Lo, Aletta." Kata Regan
"Biarpun Lo galak, tapi gue sayang," ungkap Regan jahil.
Aletta menyubit lengan Regan dengan kencang, sengaja. Ia berharap agar Regan menjadi kesal dengannya dan menjauhinya.
"Gue mencoba untuk tetap sabar walaupun lo giniin gue,"
Kemudian Aletta melepaskan cubitannya. Ia menendang tulang kering Regan dengan penuh kekuatan, walaupun setelah itu ia sendiri yang merasa ngilu dan sakit pada kakinya.
"See? Buat marah aja gue gak bisa,"
Aletta mengusap wajahnya gusar kemudian menyisir rambutnya kebelakang, menjauhi semua anak rambutnya yang menutupi wajahnya.
'Jangan terlalu menyayangiku, carilah kekuranganku, dan ingat-ingatlah itu.
Siapa tahu kelak kau butuh alasan untuk berhenti dan pergi.'
Itu adalah kata-kata yang tersimpan pada diary Aletta, ia menuliskannya ketika sedang check up di Rumah Sakit Bandung. Kala ia merasa bahwa dirinya tidak pantas untuk dicintai dan disayang. Umurnya tak ada yang bisa menebak, karena itu terkadang Aletta takut jika secara tiba-tiba dirinya sudah tidak ada. Dan lebih parahnya ada orang yang menangisi kepergiannya.
Ia sangat tidak mau hal itu terjadi!
"Jangan terlalu sayang gue, cari kekurangan gue, dan ingat-ingatlah itu. Siapa tahu kelak lo butuh alasan untuk berhenti dan pergi."
Regan menaikan sebelah alisnya. "Emang kekurangan Lo apa?"
"Entar Lo tau sendiri,"
Pemuda tersebut tersenyum manis kemudian mengusap rambut Aletta lembut. "Sebanyak apapun kekurangan Lo, gue gak peduli."
"Berapa kali lagi sih gue bilang ke lo?!" Aletta mendelik jengkel kearah Regan. "Gue gak bisa, GAK BI-SA!"
"Dan gak akan pernah bisa, Kak Regan."
Detik berikutnya Aletta melangkah pergi meninggalkan Regan sendiri di koridor.
"Dasar orang gila!" Rutuk Aletta sambil berteriak, ia yakin jika Regan pasti mendengarnya. Ia melangkah sembari menghentak-hentakkan kakinya menuju kelasnya. Gadis itu melempar tasnya ke sembarang tempat. Hal itu membuat kedua teman yang berada didekat lemparan tasnya terkejut bukan main.
"Oh my Gosh, Aletta..." Amarta mengelus dadanya. "I'm so surprised!"
"Sorry,"
"Why your face look bad?"
Adena memutar bola matanya kesal. "Indonesian please,"
"Kenapa muka Lo kayak kesel gitu sih?"
Aletta hanya menggedikan bahunya kemudian menutup mata.
"Oh God, you don't want answer me, Aletta?"
Adena memandang skiptis Amarta, ia menggeram gemas. "Oh c'mon Amarta! This is Jakarta, why you always speak English?"
"Okay okay... This is Jakarta and you hate people who speak English, Right?"
"Oh My Lord, I Hate you more more more and more!"
"Why you hate me?!"
"Because you annoying Amarta!"
"I'm not annoying person!"
"Mulut Lo minta gue siram minyak jelantah ya?!"
"KALIAN BISA DIEM GAK SIH?!" Aletta memandang kedua temannya dengan rasa kekesalan. Di hari sepagi ini emosinya sudah dipancing oleh tiga orang dalam waktu yang tak jauh berbeda.
"Salah dia!" Balas kedua temannya bersamaan.
"Lah kok salah gue?!" Ucap mereka berbarengan kembali.
"Shut up your mouth guys, or i will..."
"Oke gue diem!" Ujar kedua temannya memotong ucapan Aletta.
Aletta tersenyum manis walaupun itu terpaksa. "Good girls."
Zico masuk kedalam kelas X IPA 2 yang tidak lain dan tidak bukan adalah kelas Triple A tersebut dengan santainya, tanpa meminta izin pula. Penghuni kelas hanya bisa bungkam, mereka tak bisa melarang Zico untuk tidak masuk. Karena pasalnya Zico adalah senior mereka semua.
"Hi baby,"
Kemudian yang dipanggil tersenyum sumringah. "Haii!" Sahutnya tak kalah senang.
"Kamu tau gak perbedaan kamu sama sambel?"
"Lah kok aku dibandingin sama sambel sih?" Amarta menatap aneh kearah Zico. Hal itu membuat Zico menempelkan telunjuknya pada bibir Amarta.
"Jawab aja,"
"Gak tau ah!" Balas Amarta karena sudah terlanjur kesal. Masa dirinya dibanding-bandingkan dengan sambal.
"Kalau sambal kan pedes, tapi ada yang pedes manis juga. Kalau kamu bagian yang manis semua,"
"Aaaa," Amarta menggoyang-goyangkan bahunya gemas. "My lovely sweety honey bunny so sweet."
"Aaaa," balas Zico serupa. "Sweet buat kamu mah always and forever."
Sedangkan disisi lain, dua perempuan yang melihat kejadian tersebut bergidik ngeri sendiri.
Aletta memandang kedua manusia dihadapannya dengan jijik kemudian bertingkah seolah-olah ia akan muntah. Dan Adena memberikan tatapan membunuh untuk Amarta dan Zico.
"Jomblo dilarang sirik,"
"SIAPA JUGA YANG MAU SIRIK AMA ORANG MACEM LO BERDUA!" Jawab Aletta dan Adena serempak.
"Emang sih ya, yang beruntung di dunia ini cuma kamu babe,"
"Why?"
"Karena bisa dapetin cowok ganteng kayak aku. Sebenarnya dua temenmu sirik, tapi gak mau ungkapin."
Kemudian Amarta melirik dua temannya dengan tajam. "Awas ya kalian rebut my lovely sweety honey bunny!"
"Mending gua jomblo seumur idup daripada dapet cowok yang modelnya kayak Zico," Ungkap Adena jujur.
"Kalo gue dapet cowok kayak Zico, gue sih milih buat lempar dia ke matahari biar jadi abu sekalian." Sahut Aletta.
"Ih, Zico tuh Perfect tau. He is kind, humoris, handsome, and cute too." Puji Amarta.
"I feel beruntung can get girl kayak you, Amarta." Kata Zico.
"Duh sakit perut gue," Aletta memijat pelipis kirinya.
Sedangkan Adena mengusap-usap perutnya. "Gue pusing denger dua insan aneh itu."
****