Detik 12 - Penentuan
Lebih sulit mana, memilih untuk melangkah pergi atau membayangkan aku yang pergi?
Terdiam, tertohok, dan termenung. Itulah yang Regan rasa dan lakukan.
Pemuda itu menatap langit kamar sembari terbaring diatas ranjangnya dengan menyilangkan kedua tangannya di atas perut. Detik berikutnya ia memejamkan mata seraya menghembuskan nafas berat. Ia tidak tahu mengapa tuhan begitu kejam sehingga memberi takdir yang sangat rumit kepadanya.
Untuk mengetuk pintu hati Aletta saja sungguh sulit, apalagi untuk memasukinya. Kemudian ia ditampar oleh kenyataan bahwa dirinya memang tidak bisa memiliki gadis yang ia cintai. Detik awal pertemuannya dengan Aletta memang tidak indah, justru sangat jauh dari kata indah. Tapi itu hal yang Regan syukuri, setidaknya karena perseteruannya dengan Aletta merupakan cara dari Tuhan untuk mengubah dirinya menjadi lebih perasa.
Menghilangkan perasaannya pada Aletta adalah hal yang sulit dihidupnya sekarang.
"Kenapa semua orang yang gue sayang selalu pergi sih?!" Regan menjambak rambutnya frustasi. Terlalu menyesakkan jika mengingat betapa cantiknya Aletta tadi saat tersenyum tulus untuknya.
Selang beberapa saat suara notifikasi pada ponselnya terdengar. Ia meraih benda pipih yang berada disampingnya dan membuka beberapa pesan yang masuk di grup.
Angga Pradipati : Udah ketemu kekurangan Aletta apa?
Zico Reyhasa : Lo udah tau belum?
Nevan Latuharie : Gimana, Gan?
Angga Pradipati : Gan, Bor, Sis, Bro.
Evandi Ghani : Berisik lo Ngga.
Evandi Ghani : Temennya lagi galau malah becanda, inget waktu!
Jari-jari tangan Regan bergerak mengetikan sesuatu. Kemudian ia menghapusnya. Lalu Regan mengetikan kata-kata lagi, dan untuk kedua kalinya ia menghapusnya. Sulit untuk dijelaskan jika tidak bertatap muka dan hanya melalui via chat.
Regan Antares : Dateng kerumah gue sekarang, gak pake lama!
Setelah itu baterai ponsel Regan habis daya. Membuat empunya menggeram kesal, ini bukanlah saat yang tepat untuk me-charger ponsel. Ia mencari-cari powerbank selama kurang lebih sepuluh menit, namun nihil. Regan tidak menemukan benda yang saat ini sangat ia butuhkan itu.
TINGGNONGG!!!
Regan bergegas lari turun kebawah dan segera membuka pintu utama rumahnya. Menampakan dua orang pemuda dengan kaos santai dan celana pendek serta raut wajah panik.
"Kenapa sih?" Ghani mengatur deru nafasnya yang tersengal. "Gue mau tidur, terus Lo jawab chat kita kayak gitu,"
"Mana gak bisa dihubungin,"
"Lowbat,"
"Khawatir tau!" Maki Zico ikut kesal.
"LO PADA KENAPA DAH?" Angga memarkirkan motor sport-nya disamping mobil Regan.
"Lo bikin orang jantungan tau gak?!" Hardik Nevan memburu. Bahkan cowok itu menutup pintu mobilnya dengan cara membanting.
"Aletta," gumam Regan pelan.
"Kenapa tuh cewek?"
Regan menggigit bibirnya keras hingga mengeluarkan cairan kental berwarna merah. Hal itu membuat keempat temannya panik dengan keadaan Regan yang acak-acakan.
"Aletta kenapa, Gan?"
"Masuk dulu, gak enak kalau diluar." Kata Zico seolah ialah pemilik rumah yang sedang mempersilahkan tamunya masuk.
Mereka berlima memutuskan untuk nongkrong di Gazebo. Lebih nyaman bagi mereka semua, dan juga lebih tenang.
"Leukimia,"
"Apaan?"
"Kanker darah,"
"Iya gue tau, maksudnya siapa?"
"Aletta,"
"Yang jelas dong kalo ngomong."
Keempat temannya mendelik jengkel pada Regan. Mereka kesal karena Regan berbicara dengan tidak lengkap, jadi mereka tidak paham dengan perkataannya.
Regan menghela nafas. Sebenarnya ia malas untuk berbicara sekarang, tapi mau tidak mau ia harus menjelaskannya. "Aletta sakit,"
"Sakit apaan tuh anak?"
"Leukimia,"
"APAA?!"
Nevan mengelus telinga kirinya yang terasa berdengung akibat suara pekikan Angga yang terlewat keras itu.
"Demi apa sih Lo?"
"Serius, gue gak bohong. Itu kata Alkan," jawab Regan pelan.
"Sakit gak lo?" Zico menunjuk dadanya sendiri.
"Bodohnya Lo nanya," cibir Ghani skiptis pada Zico.
"Nyesek sih," balas Regan tidak niat.
"Ya mau gimana lagi kalau keputusan Aletta begitu, terus tuh cewek tau gak kalo Lo udah tau?"
Regan mengangguk singkat. "Iya, tadi gue abis ketemu sama dia. And she said, i must to stop and leave her."
Ghani mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali. "Di kamus patah hati gue bab tiga halaman empat puluh delapan, 'Makin Lo cari tau, makin sakit. Makanya berhenti, kadang ada beberapa moment yang lebih baik saat kita gak tau apa-apa.' Begitu,"
Angga menjitak dahi Ghani kesal. "Terus kenapa Lo ngasih saran kayak tadi sore ke Regan, dodol?!"
"Karena menurut gue, kalo emang kemauan Aletta untuk Regan jauhin dia, berarti Regan emang wajib cari kelemahannya,"
"Ya tapi kalo buat Regan sakit hati begini, malah bikin masalah tambah kacau."
Zico berjalan mondar mandir sembari mengetuk-ngetukkan jari ke dagu layaknya orang yang sedang berpikir keras.
"Lo ikutin salah satu cara di kamus pendekatannya Ghani aja, waktu itu gue pernah baca salah satunya yang menurut gue lo harus coba,"
"Yang mana dah?" Tanya Ghani penasaran, ia bingung karena terlalu banyak cara dan ia memiliki lima kamus tentang percintaan sekaligus.
"Apa apa?" Angga heboh sendiri. Biasa, jika tidak seperti itu maka bukanlah seorang Angga Pradipati.
"Coba Block Aletta," suruh Zico.
"Eh kunyuk, gue dah serius dengerin lo tau gak!"
"Gue juga serius," Zico berdecak. "Gan, coba!"
"Gimme a minute," kemudian Regan mengambil ponselnya yang terletak di nakas kamar lalu mencabut kabel charger dan memblokir Aletta sesuai perintah Zico.
"Udah, terus?"
"Terus?" Tanya Angga.
"Terus?" Nevan menambahi.
"Nabrak!" Zico terkekeh. "Yaudah,"
"Apaan sih Lo, gak jelas dasar gesrek!"
Tak selang beberapa lama Regan menyalakan ponselnya kembali dan membuka blokiran Aletta. Tidak sanggup untuk melakukan hal seperti itu.
"Block, Regan!"
"Gak mau!"
"Wajib! Dia udah bikin Lo sakit hati,"
Regan menghela nafas kemudian melakukan hal yang sama seperti sebelumnya, yaitu memblokir kontak Aletta.