Detik 14 - Bad News
Tadi saat Aletta baru sampai di area sekolah, dan dalam waktu sepagi itu ia sudah mendengar dua kabar buruk sekaligus. Pertama, hampir semua nilai pelajarannya buruk. Kedua, Regan harus menjadi tutor privat untuknya, dan itu wajib untuk dilaksanakan karena itu saran dari Bu Teresa.
Benar-benar menyebalkan!
Baru saja Aletta berpikir bahwa kehadiran Regan tidak sepenuhnya buruk, namun sekarang ia membuang pikiran itu. Kala gadis itu harus duduk disamping Regan dengan mata yang terus mengerjap-ngerjap tidak tahan. Dan kini, Aletta terjebak dalam ruangan luas yang berisikan tumpukan buku.
"Ngantuk," keluh Aletta setelah menguap. Ia menaruh dagunya diatas meja perpustakaan.
"Dikit lagi,"
"Berapa lama lagi?"
"Tuh," Regan mendongakkan dagunya kearah tumpukan buku diatas meja dihadapan mereka. "Empat mapel lagi."
"Ah, shit man!"
"Perempuan, gak boleh ngomong kasar."
Aletta menahan senyumnya. "Suka-suka gue lah!"
"Gak baik," decak Regan. Dan saat itu pula hati Aletta sangat senang, pasalnya itu akan menjadi alasan untuk Regan menjauhi Aletta.
"Udah, lanjut belajar lagi."
Dan saat itu pula Aletta mendesah berat, dirinya sungguh mengantuk sebab tidak mengerti semua hal yang tadi sudah dijelaskan panjang lebar oleh Regan. Perkataan pemuda itu sia-sia, otak Aletta tidak bisa bekerja jika sedang dalam mode mengantuk seperti itu.
"Kenapa harus sama Lo sih?!" Sinis Aletta.
"Karena gue pinter," Regan tersenyum bangga, hal itu membuat Aletta nampak seperti pura-pura muntah.
"Lo gak bisa apa jauhin gue?" Tanya Aletta tidak bosan-bosannya mengatakan kalimat itu. Padahal saat di Rumah Sakit Regan sudah mem-protesnya karena bosan mendengar pertanyaan yang sama terus menerus. Namun sang penanya tidak pernah bosan hingga yang menjawab mengatakan hal yang diinginkan penanya.
"Lo tau gak sih? Burung hantu punya kaki yang sangat panjang dan dia bisa duduk bersila seperti manusia," jawab Regan sambil mengetuk-ngetuk gambar burung hantu di buku biologi Aletta.
Jawaban Regan membuat Aletta mempertajam pandangan sembari berdecak sebal.
"Lo bisa gak sih jauhin gue?!" Sekali lagi Aletta bertanya, namun kini ia mengatakannya dengan ketus.
"Ketika Lo bersin, Lo mati sebentar. Karena dalam beberapa waktu, jantung lo berhenti berdetak." Ujar Regan kala ia melihat gambar orang bersin.
"Kak Regan!"
Cowok itu menghembuskan nafas berat. "Nilai IPA Lo berapa?" Tanya Regan balik yang pertanyaannya jauh dari topik pembicaraan.
"Hm... Enam puluh kalau gak salah,"
"Pantes," Regan berdecak. "Ya udah belajar lagi!"
"Emang kenapa?"
"Lo gak paham simbiosis mutualisme,"
"Paham kok," decak Aletta. "Hubungan timbal balik yang saling menguntungkan kan?"
"Lantas, kenapa lo gak menerapkan sistem itu ke hidup Lo?"
"Sudah dicintai tapi tidak mencintai balik." Tambah Regan lagi.
"Gue bodoh loh, nilai aja jelek semua."
"Gak ada manusia bodoh, karena setiap manusia punya kecerdasan masing-masing," tegas Regan. "Jangan bilang orang bodoh hanya karena dia gak tau sesuatu. Manusia punya sembilan jenis kecerdasan."
Aletta menelan salivanya seketika. Alasan pertama sudah tidak dapat dipakai untuk membuat Regan menjauhinya.
"Gue suka ngomong kasar,"
"Rubah,"
"Hewan kali tuh," cibir Aletta kesal.
"Gue penyakitan, Kak Regan." Keluh Aletta tidak tahan.
"Terus?" Regan menaikan sebelah alisnya bertanya. "Gue gak peduli lo mau penyakitan atau enggak,"
"Gue gak bisa suka sama Lo,"
Regan tersenyum hangat. "Gue tunggu, biar Lo tau setia itu ada."
"Auah!"
Aletta mengacak-acak rambutnya frustasi sembari menggeram kesal. Kemudian memicingkan matanya pada Regan yang hanya menatap buku dengan wajah datar. Wajah menyebalkan yang paling Aletta tidak suka.
Jujur, kemarin Aletta saat di Rumah Sakit sudah mau membuka hatinya untuk Regan. Tapi sekarang? Jangan harap Tuan Antares!
****
"KABAR BAIK KABAR BAIK!!"
"Apasih, pagi-pagi udah berkicau aja!" Protes Zico saat mendengar Angga berteriak-teriak.
"Populasi cewek cantik bertambah cuy!"
"Bening buset macem porselen berjalan,"