Detik

Vidharalia
Chapter #19

Detik 17 - Acara Pertemuan

Detik 17 - Acara Pertemuan

Terkejut? Tentu saja. 

Namun dilain sisi Regan senang melihat kehadiran kakek dan neneknya yang sudah lama tidak berjumpa.

Yang membuat cowok itu heran bukan karena dua orang yang duduk di sofa rumahnya, melainkan asisten-asisten dari rumah kakeknya berada di sana juga, mereka semua tengah membereskan semua hal di rumah Regan.

"Kemana aja kamu?" tanya kakeknya dengan wajah datar.

"Pergi," jawab Regan sama dinginnya.

"Keluyuran terus. Di tinggal sendiri malah enggak tau terima kasih," ujar kakeknya lagi.

"Bukannya belajar buat masa depan. Malah main-main gak jelas. Lihat Reza, Wildan, sama Keenan, mereka selalu menampilkan yang terbaik di depan kakek. Seharusnya kamu lebih baik daripada mereka yang gak terlalu penting itu," Kakek Regan makin menatap sengit. "Udah dikasih semua fasilitas yang kamu mau, bahkan yang gak diminta aja kakek kasih. Harusnya kamu bisa buat bangga Kakek. Tapi apa? Masih kosong, belum ada apa-apa yang bisa kakek lihat." ucap Kakeknya penuh ketegasan.

Begitulah hidup Regan. Terkekang. Tidak bisa bebas melakukan apa yang ia suka.

Regan tersenyum kecut ketika mengingat semua perlakuan orang yang kenal dengannya, bahkan mendekatinya demi sesuatu yang diincar. 

Selama ini pemuda itu hanya menjadi perantara orang lain menuju apa yang diinginkannya. Seperti kakeknya yang selalu memberi fasilitas terbaik demi Regan untuk melanjutkan semua yang diinginkan kakeknya. Seperti les dimana-mana, Bodyguard yang bahkan menurut Regan tidak perlu, dan kebutuhan lainnya. Iya, itu semua keinginan kakeknya, bukan keinginannya.

Teman-teman yang mendekatinya hanya karena harta. Dan juga saudara-saudara yang mendekati Regan supaya dipandang oleh kakeknya juga, seperti Reza, Wildan, dan Keenan. Maklum, Regan adalah cucu kesayangan di keluarga itu, karena orang tuanya adalah orang yang sangat pintar dan dihormati.

Terkadang Regan ingin menjadi seperti orang yang bebas. Lepas tanpa memikirkan apa yang orang-orang ingin untuknya. Hidup seperti remaja pada umumnya. Tanpa diatur, di kekang, dan tidak dipaksa. Hanya saja keadaan yang mengharuskan ia untuk selalu tampil sempurna didepan orang lain, terutama keluarga besarnya.

Mendapat Rangking satu dari SD hingga SMA berturut-turut tanpa pernah turun. Memborong piala, medali, serta sertifikat olimpiade atau perlombaan. Dan menjadi murid terbaik dalam sekolah perbisnisan dini, masih belum cukup bagi kakeknya. Itu semua belum sebanding dengan apa yang pria tua itu inginkan.

"Kenapa nenek sama kakek kesini?" Tanya Regan pada akhirnya. Rasa penasarannya terlalu besar untuk dipendam. Sekesal-kesalnya pemuda itu pada kakeknya sejak dulu, dia tidak akan pernah bisa membencinya.

"Mempersiapkan acara makan malam, sayang." jawab Neneknya sembari tersenyum hangat. 

"Kita akan menjamu sahabat dekat keluarga, di rumah kamu supaya mereka berpikir kalau kamu bisa membuat acara rapih tanpa kendala." jawab kakeknya menerangkan. "Berpakaian sopan seperti biasanya, dan jangan bertingkah."

Itu adalah kalimat penutup diantara percakapan Regan dengan kakeknya.

Menjadi cowok patuh, sopan, dan pintar untuk kakek dan neneknya, begitulah Regan hidup selama ini. Seperti peliharaan yang terus dipaksa supaya kinerja otaknya selalu berfungsi dengan baik. Kakeknya tidak peduli Regan melakukan apa saja, dengan syarat ada timbal balik yang menguntungkan untuknya.

****

Rumah besar milik Regan makin terlihat mewah, asisten rumah tangga juga berbaris rapih menunggu kedatangan tamu. 

Regan baru saja keluar kamar, dengan pakaian sopan sesuai perintah kakeknya. Ia hanya memakai kemeja berwarna navy, dan tidak memakai jas. Entah siapa tamunya, Regan tidak peduli. Mau konglomerat terkaya sedunia pun Regan tidak minat untuk menjamunya dengan layak. Malas bercampur kesal, itulah yang ada di hati pemuda itu.

Suara kakek dan neneknya yang sedang menyambut terdengar jelas, waktunya Regan ikut serta juga. Ia turun dari tangga, hingga sampai anak tangga terakhir Regan membatu. Diam seolah tidak bisa bergerak sama sekali, serasa atmosfer disekitarnya membeku dan waktu terhenti. Pandangannya terkunci pada sosok yang juga tengah memandangnya dalam diam.

"Regan?"

Regan bersyukur, yang membuka suara duluan adalah sang tamu. Jika ia yang terkejut duluan, pasti akan dianggap tidak sopan. Karena dari itu Regan menutupi keterkejutannya dan hanya bungkam walau mulutnya ingin bertanya.

"Kalian saling kenal?"

Gadis itu mengangguk cepat sembari mengembangkan senyumnya.

"Wah, kebetulan banget ya." Ucap Nenek Regan ikut senang.

"Kalau begitu perjodohan Regan dan Misha bisa berjalan lancar dong, ya?" Kakeknya Regan tertawa renyah. Tidak menyangka jika tamu yang akan ia jodohkan dengan cucunya ternyata sudah saling mengenal.

Misha tersentak kaget, memang ini yang sudah ia tunggu-tunggu. Regan menjadi miliknya, namun respon pemuda yang sedang duduk dihadapannya membuat Misha semakin kaget.

"Regan sudah ada perempuan, kek."

"Siapa?!"

"Aletta, udah lama Regan sama dia." jawab Regan tidak ragu-ragu.

"Tapi kan Aletta selalu nolak kamu dan jatuhin harga diri kamu juga?" ujar Misha tidak mau kalah, didepan keluarganya ia bersikap lembut dan memakai kata-kata yang sopan.

"Benar begitu Regan?"

"Aletta gak pernah jatuhin harga diriku, kek." Regan masih membela, ia tidak mau Aletta di cap jelek hanya karena perkataan Misha.

"Aletta itu perempuan yang licik, dia udah banyak ngesahut orang supaya bisa dia manfaatin semaunya." Misha menghela nafas berat. "Maaf sebelumnya kalau perkataan saya kurang tepat untuk membahas hal seperti itu di acara penjamuan makan malam seperti ini,"

"Saya cuma gak mau kalau Regan masuk kedalam lubang jeratan Aletta yang picik itu."

Lihat selengkapnya