Detik

Vidharalia
Chapter #22

Detik 20 - Kecelakaan

Detik 20 - Kecelakaan

Saat pulang sekolah, Aletta terpaksa harus lewat belakang sekolah untuk sampai ke salah satu rumah temannya. Ia ingin mengembalikan buku catatan yang ia pinjam dua hari yang lalu. Teman yang netral, ia tidak membenci Aletta karena gosip yang sedang beredar dan juga tidak membela Aletta. Berada di posisi tengah, tidak mau berpihak oleh siapapun karena ia sendiri takut bersangkutan dengan masalah.

Yang di takutkan Aletta benar-benar ada di depan matanya, terlihat dengan jelas dan sangat nyata. Di depan sana, Regan dan teman-teman sedang duduk di motor yang masih ada di parkiran sekolah. Untuk jalan ke gerbang belakang, Aletta harus melewati parkiran terlebih dulu. 

"Aletta," bisik Zico pada Regan. 

Aletta ingin melangkah secepat yang ia bisa. Tidak ada tanda-tanda sapaan, beruntungnya Aletta juga sedang tidak ingin disapa sekarang. Kini hanya ada suara musik dari lagu girlband dari Korea yang dipasang pada sebuah sound, hingga suaranya terdengar cukup keras dari ujung ke ujung.

"Boombayah!"

"Blackpink in your area!"

Aletta ingin berbalik badan saja rasanya, ingin pulang. Namun dia harus membalikan buku temannya itu supaya ia tidak terlalu dibenci. Setidaknya minimal satu orang yang tidak menganggapnya ada. 

Melihat kerumunan laki-laki di hadapannya spontan membuat Aletta menundukkan kepalanya dan hanya menatap sepatu yang dengan perlahan terus bergerak ke depan. Meski sudah kenal dan bahkan mereka menyambut Aletta dengan baik, namun Aletta tidak mempunyai nyali untuk lewat karena para Seniornya itu benar-benar menatapnya dengan lekat.

Dengan tekad penuh dan nyali yang perlahan ada lagi, Aletta terus berjalan. Memberanikan diri untuk lewati parkiran. Tak sedetikpun pandangan Regan beralih dari Aletta. 

Aletta merasa akan hal itu, ia makin berdegup tidak beraturan. Apalagi ketika ia merasa bahwa banyak sorot mata yang memperhatikannya, namun tidak ada satupun yang berani menggoda apalagi menyapanya. Karena apalagi jika bukan karena Regan yang sudah memberikan raut wajah yang sangat tidak bersahabat pada teman-temannya. Seolah-olah pandangannya mengatakan 'jangan ganggu'.

"Mau kemana, Al?" Mungkin Zico harus di beri acungan jempol takjub atau bisa saja medali atas keberaniannya. 

"Ke rumah temen, ngembaliin catetan."

"Sendirian aja, Al?"

"Iya nih,"

"Mau dianter?"

Aletta membelalakkan matanya terkejut. "Eh gak usah, kak. Deket kok dari sini,"

"Serius?"

"Iya, duluan ya!" Ucap Aletta dan lekas pergi dengan langkah tergesa, wajahnya seperti mengisyaratkan bahwa dirinya harus cepat-cepat meninggalkan area itu. Aletta sempat melirik sekilas ke arah Regan tadi. Cowok itu tampak seperti, entahlah... Aletta tidak mengerti dengan raut wajah Regan ketika sedang menatapnya dalam diam. Yang terpenting saat ini adalah Aletta harus lolos dengan selamat dari para Seniornya itu.

"Hati-hati, Al."

Aletta menoleh, dan mengangguk singkat pada Ghani. Dia kembali melihat Regan. Cowok itu tengah bercakap-cakap dengan temannya yang tidak Aletta kenal dan seperti hendak mengambil sesuatu. Dia sudah tidak lagi memperhatikan Aletta. Dan kemudian benar-benar menghiraukan teman-temannya termasuk Aletta.

Seharusnya gadis itu merasa lega karena sudah lepas. Tapi kenapa rasanya sangat tidak nyaman melihat Regan memperlakukannya seperti itu.

Sudah tiga hari lamanya, laki-laki itu tidak mengajaknya berbincang lagi, menyapa pun boro-boro. 

Seharusnya Aletta senang. Namun kenapa hatinya menolak?

Inget, Aletta. Jangan nengok ke belakang lagi. Regan udah pergi, dia gak peduli lagi sama lo. Tenang, Al. Tenang. 

Aletta mengepalkan tangannya gugup, dengan mata yang terpejam sejenak. Sambil mengucapkan kata-kata berulang tersebut dalam hati. 

"Eh, dia ngapain?" Gumam Aletta ketika melihat Misha. Perempuan di mata Aletta itu ingin menyebrang jalan raya namun masih diam di seberang jalan.

Aletta refleks mengerutkan keningnya heran. 

Ngapain Misha diem aja disana? Batin Aletta penasaran. 

Lalu pandangan Misha lurus ke arah Aletta. Gadis itu maju ke depan dengan tatapan layaknya orang yang sedang linglung. Hingga detik berikutnya kedua alis Aletta naik ke atas dan terkejut bukan main. Ketika tahu apa yang dilakukan Misha, lantas membuat Aletta panik dan ikut lari pada Misha agar perempuan itu tidak kenapa-napa.

"MISHA!!"

Kemudian dari arah lain, tepatnya kiri Aletta, ada mobil Fortuner hitam hendak melintas. Aletta mendorong tubuh Misha, perempuan itu jatuh dan berguling ke samping sementara Aletta terjungkir ke sebelahnya.

Orang-orang langsung heboh, situasi sekarang bisa dikatakan sangat ramai.

Kepala Aletta terasa berputar akibat terbentur. Pusing dan matanya sedikit berat, itulah yang dirasakannya. Pandangannya langsung tertuju kepada Misha meski lengan dan dengkulnya lecet bahkan mengeluarkan banyak darah, tapi keadaan Misha disampingnya lebih parah. Gadis itu menutup kedua matanya, tidak sadarkan diri. Dengan luka di tangan, kakinya, dan yang lebih parahnya adalah kepalanya bocor.

"Sha??" Aletta dengan panik dan cemas mendekatinya. 

Dan juga anak-anak SMA Tunas Bangsa yang tadi berada disekitar sana berhamburan ke jalan raya. 

"Misha? Bangun Sha," ucap Aletta yang sudah berada di tengah antara lingkaran orang-orang. Dua detik berikutnya ia merasa bahwa tangannya di tepis kasar. Itu Regan. Dan Aletta meringis karena sentakan Regan mengenai luka di tangannya. 

Dan cowok itu fokus memperhatikan Misha, dia sama sekali tidak menoleh pada Aletta dan menggendong Misha karena perempuan itu butuh pertolongan yang lebih intensif dibandingkan dengan Aletta. Kepanikan dan Amarah terbayang di raut wajahnya.

"Kalau Misha kenapa-napa, gue gak akan maafin Lo, Al." ujar Galaksi, walau pelan namun nadanya terdengar sangat tegas di telinga Aletta.

Seruan-seruan menjadi satu dari seluruh orang yang berada di sana. Terdengar bising dan panik. Nevan segera mengambil mobilnya beserta Regan dan yang lainnya untuk membawa Misha ke Rumah Sakit. 

Sedangkan dilain sisi, Aletta terdiam di pinggir jalan ketika melihat mobil Nevan pergi. Luka-luka yang ada di tubuhnya sudah tidak terlalu sakit lagi, namun entah kenapa rasanya Aletta ingin menangis. 

Dari keramaian itu, hanya ada satu orang yang menghampiri Aletta. Laki-laki itu berjongkok di depannya dengan satu air mineral. Dia adalah Angga.

"Al,"

"Gue gak tau kenapa Misha kayak gitu. Gue takut, Kak. Gue bener-bener takut." Aletta terus meracau. Shock, tangannya bergetar pelan dan perih. Tapi yang terasa lebih sakit lukanya ada di dalam hatinya saat melihat Regan lebih khawatir dengan Misha. 

"Ayo ke Rumah Sakit, luka Lo butuh obat juga." ucap Angga sembari membantu Aletta berdiri.

****

Malam menjelang begitu cepat tanpa di sadari penghuni bumi. Langit yang awalnya cerah sekarang sudah berganti menjadi gelap. Dan tugas matahari pun telah selesai untuk hari ini, bertukar dengan bulan yang senantiasa menemani dan menjadi penerang supaya kegelapan ini tidak terlalu legam. Membuat beberapa manusia tidak terlalu merasakan sakit yang dalam karena melihat langit yang kelam.

Kini, Aletta ingin membiarkan cerita ini mengalir dari pandangannya. Namun entah kenapa, bibirnya terasa kelu untuk bercerita. Jadi, biarkan cerita ini berjalan dengan semestinya.

Tidak usah basa-basi lagi, karena Aletta sangat membenci itu. Biarkan sisi diri Aletta yang bercerita tentang hari ini, tepatnya dimulai dari detik sekarang melalui perantara, di bagian bab ini.

Perempuan yang tengah duduk di pinggir ranjang Rumah Sakit menolehkan kepalanya, menatap lelaki yang sedari tadi menemaninya dengan sukarela. Sekarang hanya ada cowok itu di dekatnya.

"Enggak laper, Kak?" tanya Aletta basa-basi, walau ia membenci hal itu, tetap saja dilakukan. Mau tidak mau, dan suka tidak suka. Seperti memecah keheningan di antaranya dan Seniornya itu.

Angga mendiamkannya. Padahal biasanya cowok itu yang paling heboh diantara teman-temannya yang lain. 

"Kak Angga kalau bosen, pulang aja. Gue gak pa-pa. Lagian udah malem juga, gue mau disini dulu bentar," ucap Aletta pada Angga.

"Entar ada yang marahin gue kalau ninggalin Lo," jawab Angga. Dia tidak menatap Aletta, cowok itu menatap lurus kedepan dengan kedua tangan yang menyilang di depan dada.

Jika ingin berkata jujur, isi kepala Aletta terus menyuruhnya untuk mengenyahkan apa saja tentang Regan untuk saat ini. Karena perbuatan cowok itu tadi sore. Namun di lain sisi, hatinya juga tidak bisa berdusta kalau ada sedikit harapan bahwa Regan menyuruh Angga untuk menemaninya.

Lihat selengkapnya