Detik 28 - Terlambat Jatuh Cinta
Pamit adalah hal yang tidak disukai oleh sebagian orang, terutama jika pamitnya adalah kata terakhir.
Regan ke tempat khusus baju jenguk, mengambilnya satu dan memakainya. Kemudian masuk kedalam ruangan, netranya menangkap sesosok gadis lemah yang sedang berbaring diatas ranjang putih. Dengan keadaan tidak sadar, ia terlihat masih manis. Wajahnya kian memucat, bibirnya juga menjadi biru, tapi hal itu tidak menghilangkan unsur parasnya yang jelita.
Regan melangkah pelan dan pasti. Berdiri disamping ranjang dan menggenggam tangan dingin Aletta. Mengelusnya lembut penuh kasih, Seperti almarhumah bundanya kala memperlakukan Regan disaat sedang sakit.
“Gak bosen tidur terus?” tanya Regan.
Hening.
Tak ada suara yang menjawab pertanyaannya, Regan sontak tersenyum kecut.
“Lo kan tau kalau gue paling gak suka di diemin,”
“Dulu gue kalau mau liat lo, bebas pakai baju apa aja. Sekarang diatur, pake beginian segala,” Regan menarik-narik baju birunya.
"Jangan diemin dong, kesel nih gue,"
“Sengaja kan lo, mau bikin gue bosen,”
Regan menghela nafasnya. “Harusnya gue gak bawa lo ke rumah pohon, Lo kecapekan.”
Seketika hening, hanya ada suara mesin-mesin yang berada disekililing Aletta. Seperti misal alat EKG atau Elektrokardiogram.
“Al.... Kasian sobat gue entar depresi,” suara serak Ghani terdengar memecah keheningan. Disusul dengan suara ingusnya, “Maapin Abang Ghani yang tampan nan banyak cewek ini ya kalau ada salah.”
Nevan menepuk dahinya, Ghani itu benar-benar merusak suasana! Namun karena itu di dalam ruangan tidak terlalu canggung dan sunyi, beberapa terkekeh pelan.