Detik 29 - Mengenang
Tuhan itu memiliki cara tersendiri untuk umatnya. Yang bagi kita baik belum tentu baik dimatanya. Namun yang baginya baik tentu akan sangat baik untuk kita. Banyak keajaiban yang tidak terduga di dalam hidup, namanya takdir.
Regan menggeliat dalam tidurnya, dan entah kenapa rasanya sudah tidak nyaman untuk tetap berbaring di ranjang. Pada akhirnya laki-laki itu memutuskan untuk duduk dan menyender pada headboard, mengucek-ngucek kedua matanya sembari menguap ngantuk.
Suara deringan telepon terdengar, kepalanya refleks menoleh ke arah samping dan benar saja ponselnya berdering di atas nakas. Ia mengambilnya dan menatap terlebih dulu, siapa yang meneleponnya di waktu sepagi ini.
Alkan.
"Alkan siapa?" gumam Regan pelan. Mungkin dirinya mendadak amnesia ketika bangun tidur. Tidak mempedulikan siapa orangnya, Regan segera mengangkat. Itu pasti orang yang ia kenal karena ia menyimpan nomornya.
"Halo?"
"Lo jadi gak hari ini?" tanya Alkan balik.
Kening Regan mengerut heran, makin bertambah bingung. Jadi apaan?
"Lo gak lupa kan, Gan?" tanyanya lagi.
"Lupa apaan?"
"Adek gue woi!"
Regan terkesiap seketika, saat mendengar nama Aletta disebutkan pemuda itu jadi ingat seingat-ingatnya.
"Astaga bang Alkan gue lupa Lo siapa," Regan menghela napas berat.
"Kurang ajar, masa gue yang tampan begini dilupain sama bocah ingusan kek Lo,"
"Maap baru bangun ini, nyawanya belum ngumpul."
"BARU BANGUN?!"
Regan spontan menjauhkan ponsel dari telinganya, suara melengking Alkan terdengar sangat nyaring dan memantul di kamarnya. Hampir saja telinganya budek jika tadi masih menempelkan ponsel pada telinganya. Bisa jadi juga kepalanya pecah karena mendengar getaran yang terlampau tinggi itu.
"Buset kebo banget Lo!"
Regan sedikit meringis mendengar hinaan Alkan yang memang sebenarnya seperti itu. Ia mendongak, melihat jam dinding. Dan betapa kagetnya Regan saat tahu jam berapa sekarang.
"Jam lapan?!" pekik Regan heboh. Sekarang jadi suara Regan yang nyaring.
"Iya, anjrit! Adek gue udah nunggu, Lo enak-enakan di alam mimpi!"
"Sorry sorry, sumpah gue kecapekan sama tugas kuliah," keluh Regan ketika ingat betapa melelahkannya sebagai seorang mahasiswa. Awalnya ia pikir menjadi mahasiswa akan lebih bebas, nyatanya semakin sibuk dan setiap saat hanya memikirkan tumpukkan tugasnya.