Detik

Vidharalia
Chapter #32

Detik 30 - Tanpamu Lagi, Aletta

Detik 30 - Tanpamu Lagi, Aletta

Kamu akan terkenang Aletta, meski kau hanya hadir sebentar, tapi kau tetap berarti di semua hati. Mengajarkan kami untuk menjadi manusia yang lebih berhati. Karena mu, mengajarkan kami tentang bagaimana kehidupan yang selalu memiliki banyak hal aneh didalamnya. Manusia itu selalu iri padahal belum tahu kenyataan dibalik orang yang di-iri kan nya. Merasa iri karena dia lebih baik padahal si dia merasa iri dengan orang lain, karena memiliki hidup yang lebih indah darinya. Lucu bukan? Terkadang takdir memang sebercanda itu.

Menatap ribuan benda yang berkelap-kelip di langit, orang-orang biasanya menyebutnya dengan bintang. Hamparan benda angkasa itu menemani gelapnya malam hari. Setidaknya walau mereka terlihat kecil, tapi mereka saling bekerja sama untuk menerangi bumi.

Surai ikut terbawa oleh deruan Angin yang terus berhembus. Rasanya dingin seperti menusuk kulit.

Laki-laki yang sedang duduk sendirian di Gazebo terus meneguk segelas sirup dingin yang ada di gelas kaca. Embun dinginnya menempel diluar gelasnya, mengenai tangannya saat menggenggamnya.

"Regan! Malem-malem minum air dingin." Gadis itu mengomel. Sedangkan Regan yang diomelin hanya menyengir, tanpa ada rasa terganggu yang menelisik hati.

"Itu juga! Puding nya diabisin, gendut loh nanti!" 

Tak ada henti-hentinya gadis itu mengomel seakan tidak ada niatan untuk mengakhiri. Yang lainnya hanya tertawa kecil dan menampakkan raut wajah tanpa dosa.

Adara Misha, yang sedari tadi mengomel hanya bisa menggelengkan kepalanya heran. Ia berkacak pinggang, layaknya seorang ibu yang sedang menasihati ketiga anaknya yang nakal.

"Amarta, jangan main air dong! Nanti masuk angin." Misha menarik lengan Amarta dari kolam renang.

Yang ditarik malah memberenggut sebal. "Sha, sekali aja," pintanya penuh harap. Seolah dirinya adalah salah satu anak dari Misha.

Misha sontak menggeleng kepala. "No, No, No." Ia menggerakkan jari telunjuknya kekanan dan kiri bergantian.

Sedangkan Adena sedari tadi terus sibuk menatap layar ponselnya sembari menyuap sesendok puding terus menerus. Sesekali tertawa saat ada adegan pengkelitik hati yang tertera di Video.

Misha menghela napas gusar, ia mengacak rambutnya frustasi. Sekali lagi, ia menatap ketiga temannya yang sedikit susah diatur.

Regan yang tak mau berhenti meneguk sirup dingin, Amarta yang terus menggerakkan kakinya di kolam, dan Adena yang menghabiskan puding buatan Narraya, Bundanya Nevan. Mereka semua sedang mengadakan pesta barbeque di rumah Nevan.

"Kok susah diatur banget ya kalian?" Misha menyilangkan tangan di depan dada sembari menatap ketiga temannya dengan datar, tanpa ekspresi.

"MAAFIN AKU MAK!" Ketiga temannya berseru bersamaan kemudian Misha tersenyum senang.

"TAPI HARI INI AJA MAU BEBAS!" Senyum itu pudar tepat saat ketiga temannya berkata lagi.

"Ya udah lah ya, serah kalian."

Suara gelakan tawa menggelegar ke setiap sudut playground, halaman rumah Nevan. Bahkan Nevan, Angga, dan Zico yang sedang sibuk menyiapkan makan malam di outdoor memberhentikan aktivitasnya sejenak lalu ikut tertawa.

Nevan yang sedang asik membolak-balikkan daging dan sosis yang sedang di bakar melangkah menuju Misha. Mengacak rambutnya gemas dan memeluk lehernya dari belakang penuh sayang. Misha yang diperlakukan demikian justru berdecak kesal, bukannya senang karena diperlakukan seperti apa yang biasanya diharapkan kaum hawa. Hal mengenaskannya, kedua orang itu tidak menyadari jika ada sepasang mata yang menatapnya penuh luka.

"Rambut gue udah berantakan karena angin, gak usah nambah-nambahin deh!"

"Biarin aja," Nevan makin mengacak rambut Misha. "Biar tambah ancur!"

Baru saja Misha hendak mengomel lagi, ucapan Nessie dan Ghani menginterupsinya.

"Nih bakar lagi," Nessie menyerahkan dua piring besar sosis, otak-otak, dan ada ikan. 

Sedangkan Ghani menaruh dispenser kecil berisi soda di atas meja. Setelah selesai menaruh, Ghani menata semua hal yang berada di atas meja. Dimulai dari piring-piring, saos dan mayonaise, gelas, buah-buahan, dan lainnya.

"Sini gue bantu," ucap Nessie dan turut membantu Ghani. Baru saja mengambil mangkuk besar berisi buah-buahan, tangannya dicekal oleh Ghani. Cowok itu menggeleng beberapa kali lalu tersenyum.

"Gak usah, nanti capek. Mending main sama Amarta aja di kolam,"

"Dasar omongan playboy!" Nessie memegangi perutnya yang kian keram karena tertawa terlalu keras.

"Semua cewek Lo gituin kan?" tanya Nessie bergurau. "Jangan capek," cemoohnya dengan nada yang dibuat-buat.

Ghani tidak merespon, hanya memutar kedua bola matanya malas lalu kembali menyusun.

"Nih, bakar-bakaran sesi pertama udah semua." Nevan membawa tiga piring hasil kerja kerasnya yang ditumpuk ditangan lalu menaruhnya di meja. Detik berikutnya semua orang bergerombol menghampiri dan duduk manis di kursi, langsung mengelilingi meja dengan ekspresi berbeda. Adena yang sedari tadi merasa lapar ditambah lagi dengan rasa emosi langsung menyambar sosis dan daging. Memakannya cepat-cepat seakan-akan tidak peduli jika makanan tersebut masih panas. Kunyahannya kasar karena masih emosi. Dan amarahnya makin bertambah ketika melihat Misha, yang entah sengaja atau tidak duduk di kursi hadapannya, juga Nevan yang memutuskan untuk duduk disamping Misha. Adena berusaha sabar, tidak tergoda dengan hasutan setan. Lagipula siapa dirinya? Kekasih saja bukan. Lantas, apa yang bisa gadis itu lakukan?

"Kenapa Lo?" tanya Amarta tidak peka. Berlagak peduli padahal kenyataannya dia lebih memperdulikan makanan di depan matanya. 

"Gak," jawab Adena singkat. Berusaha bersikap acuh dan tampak baik-baik saja.

"Cemburu tanda sayang," Tiba-tiba Zico bernanyi. Entah liriknya benar atau tidak. Membuat Amarta yang tidak peka menjadi paham maksud gelagat sahabatnya. Perempuan itu tersenyum licik yang membuat Adena curiga.

"Kak Nevan, mantan Lo envy nih,"

Kedua mata Adena melebar seketika, tidak percaya bahwa temannya akan berkata demikian. Dia langsung menggeleng kuat-kuat ke arah Misha dan Nevan.

Lihat selengkapnya