Aku tinggal di dalam hutan yang lebat dan berkabut sehingga hutan itu sepi, gelap, dan jauh dari hiruk pikuk manusia. Aku merasa nyaman tinggal di tempat seperti itu.
Pagi ini, aku tengah berlatih pedang di halaman rumah. Rutinitas yang mengasyikan bagiku. Apalagi diiringi suara gagak dan gemeresik pepohonan yang tertiup angin, rasanya tenang sekali. Tapi, ketenangan itu berakhir ketika seorang manusia berhasil menginjakkan kaki ke wilayahku.
“Uhmm, anu, permisi…Apa kita bisa berkenalan?” ujarnya malu-malu.
Reflek, aku langsung mengarahkan pedang ke lehernya.
"CIH, MANUSIA, LANCANG SEKALI!" ujarku. Ia tampak terkejut karena setetes darah keluar dari lehernya.
Saat manusia itu datang, aku terheran karena tidak ada ketakutan dalam dirinya. Untuk menuju ke rumahku, dia pasti melewati hutan gelap dan berkabut yang didalamnya berisi banyak hewan buas. Dia pasti juga melewati jebakan berbahaya yang kubuat untuk melindungi wilayahku. Rasanya tak logis dia bisa melewati semua itu dengan tubuhnya yang kurus dan bersenjata ala kadarnya. Aku waspada, mungkin saja pemuda ini bukan manusia biasa.
Aku terus memperhatikan dia dari atas sampai bawah. Saat kuamati, ada beberapa luka ditubuhnya. Tapi pemuda ini tak terlihat kesakitan sama sekali.
“Ummm, haii? Apa kau bisa mendengarku?” sapanya lagi. Ia mulai terlihat tegang.
Aku tak membalas dan terus menatap tajam dirinya. Justru aku merasa kesal dengan kehadirannya. Aku menganggap dirinya sebagai pengganggu. Wajahku memunculkan ekspresi kebencian. Dalam pikiranku, aku ingin sekali memenggal kepalanya. Tapi entah kenapa, tangan dan pikiranku tak sinkron....
“HUFFTT, MANUSIA JELEK DAN SOK AKRAB, AKU MENGAMPUNI NYAWAMU! SEKARANG, PERGI SANA!!” balasku ketus sambil menurunkan pedang.
Kupikir, setelah perlakuanku padanya, ia akan lari ketakutan. Nyatanya, ia tetap percaya diri dan menantikan balasanku. Dia juga tak peduli dengan ucapan ketusku. Justru, dia langsung memperkenalkan diri lebih lanjut.
“Hai. Aku Ren. Kalau kamu?”