Di jalanan desa, tampak seorang bocah laki-laki, berlari tergesa-gesa menyelamatkan diri. "Ayah! Tolong aku! Biru ingin memakanku!"
Warga menoleh, namun hanya tertawa dan tak menghiraukannya. Alasannya, serigala biru dewasa yang mengejarnya biasanya pun memang sering bersamanya.
Bocah itu bernama, Arsanu, baru tujuh tahun usianya. Sementara serigala biru dewasa yang sedang mengejarnya, adalah Biru, serigala yang diberi makan oleh kedua orang tuanya.
Arsanu, lahir dengan rambut bawaan berwarna putih, pupil mata hitam, dan kulit putih cerah.
Tiba di depan salah satu rumah sederhana, ia berkelok masuk ke halamannya dengan cara melompati pagar yang setinggi pinggang kecilnya.
Sepanjang jalan, ia mempertanyakan alasan Biru mengejarnya. Tapi, ia tak juga mendapatkan jawabannya. Singkatnya, ia merasa Biru tak seperti biasanya.
"Ayah! Kau di mana?!" Ia masih tak menyerah memanggilnya, dan mulai mengambil napas sebanyak-banyaknya. "Ayaaah!!! Cepatlah keluaaar!!! Aku ingin menunjukkan sesuatu kepadamu! Tapi sebelum itu tolong hentikan Biru!!!"
Di sisi lain rumah sederhana itu, tampak seorang pria paruh baya berbadan tinggi besar, berwajah ramah, terlihat sedang bermain sambil memberi makan marmut di halaman belakang.
Pria itu bernama, Arya Saka, pria paruh baya berusia 27 tahun, dengan rambut hitam, dan kulit kuning langsat.
Sebelum Arsanu berteriak dengan sangat keras, ia sudah menutup telinganya. Sementara marmut-marmutnya, berlarian mencari tempat bersembunyi, karena si Biru, melolong panjang menyusul teriakan putranya berlalu.
Tak lama, bocah itu muncul dengan wajah takut bercampur senang, dari balik tembok rumah. Arya Saka mengernyitkan keningnya, tatapannya justru tertuju pada makhluk kecil yang ada di pelukannya, bukan pada apa yang sedang dialami oleh putra tunggalnya itu.
"Ayah! Kau harus lihat anak anjing ini segera!" teriaknya, tak sabar ia menunjukkan teman kecilnya itu.
"Apa?! Anjing?!" Ia yakin, bahwa makhluk berbulu yang dibawanya adalah seekor serigala, bukan anjing.
Begitu dekat, bocah itu langsung bersembunyi dibalik tubuh besarnya. "Ayah! Kau lihat, kan? Dari hutan sampai rumah, ia terus mengejarku! Biru benar-benar ingin memakanku sekarang!" ujarnya, mengadukan perihal Biru yang mengejarnya, dari hutan sampai ke rumahnya.
Ucapannya semakin mengukuhkan kernyitan di dahinya. "Tidak, tunggu dulu, Biru, kau menakuti mereka," katanya, menghentikan laju serigala dewasa itu sambil menunjuk ke arah semak dan batang kayu, tempat marmut-marmutnya bersembunyi. Terlihat, dari dalam kayu dan semak, marmut-marmut itu mengintip, mereka tampak gemetar dan bisa dipastikan mereka ketakutan.
Arah pandangan Biru, mengikuti petunjuk jari Arya Saka. Serigala itu lalu duduk menurut, dan tak lagi melolong seperti sebelumnya.
"Sanu, kau tahu, mustahil Biru memakanmu. Sebaliknya, ceritakan masalah yang kau buat." Meskipun pada putranya, ia bertindak tegas dan tak memanjakannya. Tatapannya terus silih berganti, antara serigala kecil yang ada pada putranya, dan Biru yang terus menatap serigala kecil tersebut.
Arsanu, kemudian menggaruk rambutnya yang tak gatal sambil tersenyum canggung. Arya Saka, dengan cepat menangkap sinyal kebiasaan putranya tersebut, kebiasaan yang sudah ia lakukan bahkan sedari kecil ketika sedang bingung.
"Jangan menunda! Cepat ceritakan saja sedari kau pergi bermain beberapa jam yang lalu!" katanya, sambil menjewer telinga kanannya, mendesaknya agar bercerita.
Arsanu mengiyakan permintaannya sambil meringis kesakitan. Arya Saka melepaskan jewerannya, sementara itu ia pun mulai bercerita.
===
Semua bermula, ketika ia mulai bosan menyaksikan kedua sahabatnya yang sedang berlatih tanding. Di tengah-tengah pertarungan, ia pergi meninggalkan para sahabatnya ke hutan sendirian. Mereka sempat bertanya, namun ia menjawabnya santai dengan sepatah kata bahwa ia, bosan.
Setelah beberapa waktu tak bertemu Biru, tiba-tiba saja ia merasa ingin bertemu dengannya. Ia menyusuri hutan, mencarinya sampai ke sarangnya. Namun, ia tak menemukannya di sana, entah kemana serigala dewasa itu. Bukannya Biru, justru makhluk kecil berbulu putih yang ditemukannya. Ia merasa makhluk kecil berbulu putih itu sangat lucu dan menggemaskan. Oleh karena itu, ia pun berniat membawanya.
Makhluk kecil itu begitu tenang, hal itu membuatnya semakin ingin membawanya pulang. Namun, saat ia membalikan badan, Biru, tiba-tiba muncul di belakangnya, memasang wajah seram, sambil sedikit menggeram.
Ia merasa ada yang janggal pada ekspresinya. Bahkan saat ia mencoba mendekatinya, Biru tiba-tiba melompat, seperti ingin menerkamnya dalam satu gerakan.
Arsanu terkejut bukan main, Biru benar-benar serius menyerangnya. Setelah menghindarinya, ia buru-buru pergi meninggalkan sarangnya. Namun, tentu saja sambil membawa makhluk kecil berbulu putih tersebut. Selanjutnya, adalah kejadian yang barusan ia alami.
===
Sambil mendengarkan, Arya Saka tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya yang mulai keram. "Hewan kecil berbulu putih ini memang menggemaskan, tapi ia serigala, bukan anjing." Ia masih tertawa, mengingat putra kecilnya itu, sempat menyebut anak serigala itu sebagai anak anjing.
"Selain itu, kita mengenal Biru cukup lama. Kau tak bisa merebutnya begitu saja," ujarnya menasehati setelah puas tertawa.
Biru menganggukkan kepalanya, seolah mengerti dan membenarkan ucapannya. Pada saat yang sama, terdengar suara lolongan serigala lainnya menyusul. Biru menoleh ke sumber suara lolongan, lalu tak lama kemudian ia membalas lolongan tersebut.
Serigala dewasa lainnya datang dengan ekspresi tak bersahabat. Bulu putih bersihnya, sama persis dengan serigala kecil yang ada di pelukan Arsanu. Sama halnya dengan Biru, ia juga serigala yang diberi makan oleh orang tua Arsanu. Bulunya yang seputih salju, membuatnya dipanggil, Beku. Biru jantan, sedangkan Beku betina. Mereka adalah sepasang serigala yang selalu bersama.
Ketika Beku mulai menggeram, Arsanu mempererat pelukannya. "Tidak! Awan, mulai sekarang akan menjadi temanku!" ujarnya, sambil memeluk erat hewan kecil berbulu putih yang ia panggil Awan tersebut.
Arya Saka mengernyitkan keningnya lagi, ia sungguh tak menyangka putranya sungguh keras kepala. Bahkan, ia sudah memberinya nama.
Menyikapinya terus, membuat kepalanya semakin gatal. Arya Saka kemudian bertanya kepada sepasang serigala dewasa tersebut, perihal hewan berbulu yang ada di pelukan putranya. Mereka mengangguk dan mengakui bahwa makhluk kecil berbulu itu memang anak jantan mereka.
Mengetahui itu, Arya Saka tampak senang dan antusias. Ia ingin merayakannya, namun ia lupa, jika saat ini putranya sedang merebut kebahagiaan sepasang serigala tersebut.
"Aku senang sekali mengetahuinya, tapi aku juga bingung mengatakannya. Bisakah kalian percayakan ia kepada putraku? Aku akan menjamin semuanya. Jika putraku berani menyakitinya, maka aku sendiri yang akan menghukumnya sekeras mungkin." Arya Saka memeluk dan membujuk sepasang serigala itu.
Ketiga serigala itu saling berpandangan satu sama lain untuk beberapa saat. Sampai akhirnya, mereka mengangguk pelan bersamaan.
Arya Saka menghela napas lega. "Minta maaflah dan katakan sesuatu pada mereka."
Karena mereka sudah setuju, Arsanu melepaskan Awan begitu saja. Selanjutnya, ia berlari menuju sepasang serigala tersebut lalu memeluknya. "Biru, Beku, percayalah padaku! Aku berjanji akan menjaga Awan dengan sangat baik. Aku benar-benar minta maaf, karena sebelumnya aku mengira Awan sebagai anak anjing."
Setelahnya, sepasang serigala dewasa itu tak lagi mempermasalahkannya. Mereka pun pergi, dan kembali menuju ke hutan.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara pintu berderit pelan dan mulai terbuka. Dari balik pintu, seorang wanita paruh baya, memunculkan kepalanya seperti penasaran dengan apa yang baru saja terjadi.