Beberapa bulan kemudian di pagi hari yang teramat cerah.
"Sepasang pemuda pemudi terlihat bersukaria
Berlari lalu tertawa lepas bersama
Riuk piruk bisingnya kota tak menyurutkan kumbang tuk menggoda kembang
Dilihat lebih dalam...cinta nya erat tak terasa sumbang
Tipar bunga bermekaran bergumam iri
Seraya berbisik pada kawanannya
Lihatlah sepasang pemuda pemudi yang bersukaria penuh canda
Bermetamorfosis layaknya bayi menjilati ibu jari."
"Sayang yang serius dong kalau mau hasil fotonya bagus" ujar ku yang sedang memotret Dewi ditaman kota.
"Ini sudah benar Aji" timpal Dewi yang menyebut nama asli ku.
"Nah nah nah ini bagus, sudah kamu diam...satu dua tiga(cekrek), wah bagus nih" ucapku kegirangan.
"Coba aku lihat" pinta Dewi seraya menghampiri.
"Wah iya bagus, kamu memang hebat Ji" puji dia yg memuji.
"Ah biasa saja" sela ku yang merendah menundukkan kepala seraya berujar... "Sesungguhnya pujian itu hanyalah milik Tuhan Yang Maha Besar."
Selang pukul satu siang jerit tangis cacing dalam perut mulai terdengar merengek meminta jatah karena memang ini waktunya jatah mereka untuk makan.
Memang tak begitu mewah tempat dimana kami makan, namun ku pikir pikir tempat ini lah yang paling bersahaja dengan isi dompet ku.
"Mba pesan nasi dong" pinta ku kepada mba pemilik tempat makan.
"Oh iya kak pesan apa" tanya mba itu.
"Tunggu mba..." kemudian... "kamu mau pesan apa Dew" tanya ku kepada Dewi.
"Aku nasi pake ayam saja mba" jawab dia kepada mba itu(walah kan yang nanya aku Dew bukan si mba).
"Yasudah mba nasi pake ayam satu sama nasi pake tempe dan usus yang ini ya mba" tunjuk ku yg menunjuk menu pilihan dalamĀ etalase.
"Ko kamu cuma pesan tempe dan usus doang!!" tanya Dewi.
"Iya...memang nya kenapa?? lagian juga aku lagi diet" jawabku dengan dilanjuti... "Diet agar tak menghambur hamburkan uang, lagian juga..." dengan suara perlahan terdengar juga isak tangis... "Aku cuma bawa uang pas pasan" tersedu Dewi di buatnya.
"Yasudah silakan ditunggu ya" sela mba pemilik warung yang mengagetkan kami.