Di kuburan Dewi aku meratapi semua kebaikan yang pernah Dewi lakukan kepada ku.
"Dewi i.. ini aku Aji telah datang kerumah mu dengan membawa bunga mawar yang kau pinta di dalam mimpi" ucapku yang tersedu sebab menahan tangis.
"Selama ini aku telah menuduh mu dengan yang bukan bukan, Dewi kenapa kau tidak jujur saja kepada ku, mungkin jika kau jujur kepada ku semua ini tak akan terjadi" timpalku seraya mencium batu nisan Dewi.
"Sekarang kakak sudah tahu semuanya kan, Dewi itu sebenarnya orang baik... mungkin sangking baik nya, Dewi itu ibarat seperti sang bidadari yang berwujud manusia" seru Aisyah seraya merangkul Mamah.
"Iya Ayah benar apa yang di ucapkan oleh Aisyah, tapi Ayah... kamu harus merelakan kepergian Dewi" ujar Bunda yang kemudian memeluk ku.
"Iya Bun Ayah tahu, tapi maafkan Ayah jika nanti Ayah akan sesering mungkin datang kesini" seru ku kepada Bunda.
"Iya Ayah... tak usah kau bilang Bunda pasti mengijinkan Ayah untuk menziarahi Dewi, jika dilihat dari kehidupannya, dia itu orang yang baik dan semoga saja dia ditempatkan oleh Allah di tempat yang baik" ujar Bunda kembali.
"Iya semoga aamiin" sahut ku.
"Deraian air mata tak selalu menyimpan kesedihan
Kadang kala kebahagiaan juga menimbulkan tangisan
Tak perlu mempertanyakan
Karena itu adalah karunia dari Tuhan
Memang jika kesedihan sedang melanda
Untuk sekedar tersenyum sangat sulit untuk tercipta.
Tapi tak apa asalkan kau tak putus asa
Itu sudah cukup untuk menyelamatkan kamu dari ejekan dunia."
Malam hari telah datang, aku dan Alwa memutuskan untuk mampir kerumah pamanku yaitu orang tuanya Aisyah.