Dewi Sang Bidadari

BUNGSU BER-SYAIR
Chapter #31

#31 Epilog (Buku Harian Dewi)

"Buku Harian Dewi"

Profil...

Namaku Dewi si anak semata wayang yang berusia delapan belas tahun, aku seorang wanita yang gemar sekali membaca dan juga menulis.

Ibuku bernama Salamah, dia orangnya baik banget kadang juga bawel, tapi biasalah namanya juga Emak Emak, kalau gak bawel gak asik.

Sedangkan Ayah ku bernama Gatot Widia Kusuma seorang pegawai negeri sipil, aku rindu sekali dengan beliau, maklum dua tahun yang lalu dia telah pergi meninggalkan dunia.

Tanggal enam April dua ribu enam belas.

Hari ini aku dibelikan buku harian baru oleh Mamah, bahagia sekali... terima kasih Mamah dari anak mu yang sangat menyayangi mu. 

Tanggal delapan April dua ribu sepuluh.

Disini sepi... hanya ada aku Siska dan juga Sintia, malam ini kami berada dirumah Siska yang tak jauh dari taman kota, kami berniat untuk menginap disini, kata dia... Ayahku sama Ibuku bakalan pulang nanti kira kira pukul satu malam, aku takut sendirian!! kalian temani aku ya!!, pinta dia kepada ku dan Sintia.

Sebenarnya aku enggan, tapi dia temanku jadi tak apalah.

Tanggal sembilan April dini hari tahun dua ribu sepuluh.

Hari sudah menunjukkan pukul satu dini hari, hahaha sekarang aku ada dirumahku dan bukan dirumahnya Siska.

Ceritanya panjang... tapi untuk kali ini aku hanya ingin menceritakan kisah yang baru saja terjadi, sebenarnya lucu sih, jadi sayang jika aku tak menaruhnya disini.

Jadi gini kisahnya...

Tadi waktu aku lagi dirumah Siska aku mendapatkan pesan dari seorang lelaki, aku gak tahu dia sebelumnya, tapi dari sore dia bertubi tubi memberikan ku pesan, awalnya aku diamkan... habisnya aneh banget.

Karena aku kasihan juga sama dia, yasudahlah aku balas saja pesan dia, eh tiba tiba dia malah ngajakin ketemuan, kan tambah aneh banget itu cowok.

Yang lebih parahnya... tadi ketika dia sudah mengantarkan aku pulang, selang dua jam kemudian tiba tiba dia ingin aku menjadi kekasihnya.

Aku yang sebenarnya tak pernah merasakan yang namanya itu pacaran sebab memang tak diperbolehkan oleh Mamah, aku iya kan saja permintaan dia, lucu ya(hahaha), semoga Mamah gak tau, habisnya dia pasti marah banget kalau aku menjalin asmara dengan seorang lelaki tanpa ikatan pernikahan.

Ma'afkan aku Mah, bukannya aku ingin membohongi Mamah, tapi untuk kali ini aku memang benar benar ingin merasakan apa itu yang namanya jatuh cinta.

Tanggal dua puluh lima April dua ribu sepuluh.

Tadi aku bilang ke Mamah perihal Aji pacarku, Mamah sangat marah ketika mendengarkan lembaran lembaran cerita yang kuceritakan, layaknya batu yang membisu, Mamah tak berbicara sepatah kata dari siang hingga saat atap atap langit mulai menghitam.

Aku sedih... air mata memburai laksana rintikan air hujan yang tak kuasa tertahan.

Tanggal dua puluh tujuh April dua ribu sepuluh.

Alhamdulillah... hanya itu ucapku ketika Mamah mengijinkan aku memiliki tambatan hati, akhirnya Mamah merestui.

Dua Mei dua ribu sepuluh.

Gelora cinta semakin menjalar layaknya akar yang memanjang diantara himpitan seluk belukar, pelangi itu akhirnya kurasa juga, aku yang tak pernah merasakan keindahan jatuh cinta, berkat kedatangan engkau Aji, alam semesta ku seakan menggelar penuh kebahagiaan.

Sembilan Juni dua ribu sepuluh.

Seperti biasanya, aku ingin sekali menjadi ibu jari mu, yang selalu kau bawa dimana pun kau berada.

Aku juga ingin seperti jari manismu, yang kau pakai ketika mengusap senyum manis bibirmu.

Sebelas Juli dua ribu sepuluh.

Sebenarnya aku tak begitu perduli perihal penyakit yang selama ini ku derita, bukan mau ku juga dia ada, hanya saja kenapa harus aku dan bukan mereka.

Angin hujan disore hari memberi bekas pada lubuk hati, aku yang dulu redup ibarat debu yang tersesat di jenggala kenestapaan, kini berkat engkau aku akan memulai untuk hidup lebih bermakna.

Sembilan belas Agustus dua ribu sepuluh.

Aku kembali... setelah sumarah ku robek dan ku injak injak, Ma'afkan aku Mamah sebab selama ini aku hidup seperti bayang bayang yang tak memiliki gairah, aku mohon ijin untuk beberapa bulan tinggal di pondok pesantren yang pernah menjadi rumah kedua ku.

Ijinkan aku ya Mah.

Tiga puluh Januari dua ribu sebelas.

Lihat selengkapnya