Javana City - 2014
Kejadian malam itu berlangsung satu tahun yang lalu dan semuanya sudah berubah. Tepat di tengah malam itu, pikiranku seluruhnya tertuju pada resep rahasia yang aku dapatkan dari buku tua. Sebuah resep bernama Lapis Nikmat Paradiso yang tidak jauh berbeda dengan burger modern.
Aku melakukan ekperimen di dapur (laiknya ilmuwan di laboratorium) dan seluruh bahan tersaji di atas konter dan berbagai peralatan masak siap digunakan. Telur, minyak sayur, mayones, cuka, gula, garam, cacahan bawang putih dan sedikit paprika untuk membuat saus rahasia. Saat semua tercampur menyatu, aku masukkan ke kulkas selama satu jam (jangan tanya kalau aku terlalu miskin untuk punya kulkas di apartemenku). Waktu yang tersisa dimanfaatkan membuat beef patty.
Bahan terdiri dari daging sapi cincang (untung di Fresh Market punya stoknya), remah roti, cacahan bawang putih (yang kebetulan masih ada), telur (tentunya yang sudah dikocok, bukan diaduk, kayak istilah di film mata-mata itu), peterseli, garam, merica, dan minyak. Semua bahan yang telah ditakar kemudian dilumat menggunakan tangan telanjang (tanpa berpikir lagi memakai kaus tangan). Setelah semuanya tercampur, mengambil sekepalan adonan lalu dibentuk pipih (dari semua adonan yang aku buat, tercipta hanya dua patty), kemudian didiamkan selama setengah jam di kulkas.
Jam dinding menunjukkan pukul dua, sejenak istirahat lalu melanjutkan yang tersisa. Karena saat itu aku sangat lapar, aku mengambil dua roti buns (roti bulat) kemudian dibelah dua, horizontal. Selanjutnya selada, tomat, bawang bombay, dan keju, tidak lama berselang beef patty yang padat aku ambil dari kulkas kemudian menyiapkan minyak panas pada penggorengan. Dua beef patty itu sudah siap dimatangkan sampai kecoklatan (mendekati gosong, tapi tidak sampai hangus). Dua lembar keju diletakkan di atas beef patty sampai lumer, begitu menggoda benakku yang sudah lapar setengah mati. Setelah beef patty diangkat, aku mengambil buns yang sudah dipanaskan bagian dalamnya.
Waktunya susun menyusun, tumpuk menumpuk, bahkan ini harus mengikuti kaidahnya (tidak boleh ada susunan isi yang salah taruh). Karena satu jam sudah berlalu, aku mengambil saus rahasia yang menunggu untuk dipoles pada permukaan buns, ditutup irisan tomat, berlanjut selada, kemudian beef patty dengan keju yang sudah lumer dipermukaan, irisan bawang bombay dan ditutup oleh buns puncak (laiknya atap bagi sebuah rumah). Lapis Nikmat Paradiso akhirnya siap disajikan.
“Astaga, tampan sekali!” seruku, seakan melihat kilauan di sekitar burger tersebut.
Tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara ketukan pintu dari luar. Aku menelan ludah, sekujur tubuhku merinding. “Siapa lagi yang bertamu malam-malam ini?” Atau mungkin aku terlalu ribut saat bereksperimen di dapur. Setelah meletakkan dua burger nikmat itu di meja makan, aku melangkah ke pintu dan mendengar ritme yang sama yaitu lima kali ketukan aneh lalu berulang lagi. Benakku ragu, ada banyak kemungkinan muncul tentang siapa orang di balik pintuku ini. “Siapa?” tanyaku, seketika muncul tiga bayangan sosok di sana. Pertama adalah tetangga sebelah, kedua perampok yang tahu aku menyimpan emas, ketiga ... ternyata pintuku lupa dikunci dan orang itu lekas membukanya.
“Verdomme!” umpatku mendapati pemuda itu berdiri, memandangku termangu.
“Maaf, aku hanya ingin ... mengecek saja. Soalnya kamarmu menyala semalaman,” kata Ichi terlihat jakunnya naik turun menelan ludah. “Aku melihatnya dari jendela luar, dan bayangan itu ...” Dia tercekat ketika aku membalas tatapnya tajam, sok angkuh dan melipat tangan di dada.