Keributan kecil terdengar dari rumah berpagar coklat di pagi hari itu. Seseorang yang tampaknya sudah berada di sana beberapa menit lalu, menoleh ke arah pintu rumah yang masih tertutup. Sebuah senyum tersungging di bibirnya. Ia membetulkan posisi ranselnya dengan satu tangan, sementara tangan yang lain memegang setang sepeda dengan kokoh.
Tak lama pintu terbuka dan terlihat dua orang perempuan sedang terburu-buru mengambil kendaraan masing-masing. Lily sedang memakai helm ketika putrinya berteriak di pagar.
“Alex! Kok kamu di sini?!” seru Anya kaget melihat Alex di depan rumahnya. Buru-buru ia membuka pagar supaya Lily bisa keluar dengan motornya.
“Eh, tanganmu udah sembuh?” Anya menyadari kedua tangan Alex yang bebas tanpa arm sling lagi. “Ah, minggir dulu, mama mau keluar.”
Alex memundurkan sepedanya sedikit. Anya berdiri di depan Alex memberi jarak supaya Lily bisa mengeluarkan kendaraannya. Samar-samar hidung Alex menangkap aroma segar dari rambut Anya yang lembut. Sekejap jemarinya ingin menyentuh rambut itu, tapi urung menyadari Lily sedang mengamatinya.
“Selamat pagi, Tante.” Alex menyapa sopan.
Lily membalas dengan anggukan pelan dan berkata pada Anya, “Mama berangkat dulu. Hati-hati di jalan!”
Anya melambaikan tangan saat Lily meninggalkan rumah. Setelah memastikan pagar rumah terkunci, ia berbalik menghadap Alex. Anya memperhatikan lengan kiri Alex dan merabanya.
“Lenganmu beneran udah sembuh? Udah nggak sakit lagi?”
“Udah dong! Nih lihat!” Alex memukul-mukul lengan dan memamerkannya pada gadis itu.
“Baguslah! Ayo berangkat!”
Anya sudah siap melaju dengan sepedanya tapi gerakannya mendadak berhenti.
“Makasih ya udah khawatir sama aku.” Alex mengusap kepala Anya sebelum menaiki sepedanya. “Kita balapan lagi?”
Anya terkesiap. Begitu tersadar ia bergegas mengayuh sepeda mengejar Alex yang sudah jauh di depannya.
Sesampainya di sekolah, keributan kecil kembali terjadi di depan kelas Alex.
“Wah, udah barengan lagi nih!” Sindiran dengan nada sinis keluar dari bibir Farrel yang berdiri di depan pintu. Pandangan tak suka ia berikan pada gadis di samping Alex.
“Lo tadi salah makan ya? Pagi-pagi udah ngajak ribut!” sungut Anya kesal.
“Udah kalian jangan ribut! Apa kalian nggak senang tanganku udah sembuh?” Alex mencoba menghentikan pertengkaran itu.
“Nya, kamu ke kelas gih! Nggak usah ladenin dia!” suruhnya kemudian sambil merangkul Farrel masuk ke dalam kelas.
Anya meninggalkan dua sahabat itu setelah mendengus kesal. Di belakangnya ia mendengar sekilas percakapan Alex dan Farrel.
“Lo masih belum nyerah ya sama Anya?” Nada suara Farrel terdengar gusar.
“Ya nggak lah! Gue yakin banget!”
“Pede amat sih lo! Kalau gue, udah gue buang jauh-jauh niat itu! Mending cari yang lain!”
Alex menguarkan tawa ringan. “Masalahnya, gue bukan lo! Jadi ya … kita lihat aja nanti.”
“Terserah deh! Pokoknya gue udah ingetin lo!”