Laki-laki itu berlari sambil menarik tangan gadis yang berusaha mengikuti langkah lebarnya dengan susah payah. Mereka melewati gerbang dan halaman sekolah yang mulai sepi. Beberapa siswa yang masih di sana memandang keduanya dengan heran.
Sambil berlari pemuda itu menoleh ke kiri dan ke kanan. Melongok melalui pintu atau jendela yang masih terbuka. Kemudian ia mendapatkan ide dan mempercepat larinya.
"Lex, kita mau ke mana?" tanya gadis itu sambil terengah-engah.
Alex tidak menjawab. Setelah melewati tangga dan berbelok ke kanan, ia masuk ke sebuah ruangan.
Ia berhenti dan melihat sekeliling. Ruangan itu penuh dengan berbagai macam alat peraga edukasi sains. Di dindingnya terpasang poster-poster tentang materi alat peraga yang tertata rapi di meja.
Gadis itu tampak mengistirahatkan tubuhnya dengan berpegangan pada sebuah meja. Ia tak habis pikir apa tujuan Alex membawanya ke sini.
Belum sempat Anya memikirkan sebuah alasan, Alex kembali menariknya ke sudut ruangan. Di sebelah alat peraga tubuh manusia, Alex berdiri menatapnya.
"Lex, kita mau ngapain di sini?" tanya Anya bingung.
"Nya, bisa aku minta satu hal padamu?"
"Maksudmu?"
"Kejujuranmu."
Anya menggeleng tak mengerti.
"Aku ingin kamu jujur tentang perasaanmu padaku."
Helaan napas keluar dari bibir sang hawa. Terlihat ia sudah capek dan bosan mendengar pertanyaan yang sama berulang kali.
"Kamu udah tahu jawabannya sejak dulu, Lex!" Anya menjawab tegas.
"Aku rasa kamu nggak jujur sama perasaanmu sendiri."
"Halah, sok tau!" Anya tertawa meremehkan sambil mengibaskan tangannya.
"Selama ini kamu menganggapku apa? Kamu udah tahu isi hatiku. Kamu selalu menolakku tapi juga mendekat padaku. Memberi perhatian dan juga mengkhawatirkanku. Apa aku salah kalau mengharapkan lebih dari itu?"