Di Antara Bintang Di Langit

Lirin Kartini
Chapter #23

BAB. 23 - Traktiran

Hiruk pikuk dalam ruangan itu menandakan latihan telah usai. Masing-masing anak segera membereskan peralatan dan menyimpannya di lemari. Celotehan riang mengiringi langkah mereka saat meninggalkan kelas. Mereka membicarakan apa yang telah terjadi sepanjang hari itu dan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.

Anya masih di toilet untuk berganti pakaian dan teringat kata-kata Sabeum yang mengatakan khusus kelas tiga latihan hanya diadakan setiap hari Sabtu. Ia mengatakan hal itu dilakukan supaya anak-anak bisa mempersiapkan diri untuk belajar menghadapi ujian.

Gadis itu mendesah pelan. Ya, emang udah seharusnya begitu. Belum lagi persiapan ke universitas. Ia memasukkan pakaiannya yang kotor ke dalam tas lalu mengambil ponsel. Ada sebuah pesan yang masuk.

Kalau kamu udah selesai, langsung ke depan, ya. Aku tunggu di sana. Begitu pesan yang tertulis dari Alex.

“Oh, pantes. Tumben dia nggak nunggu di depan ruangan.” Anya bergumam sambil merapikan rambut di depan cermin. Beberapa saat lamanya ia berdiam di sana, menatap bayangan yang balas memandangnya.

Kenapa dia bisa suka sama aku yang kayak gini? Anya masih tak percaya diri. Dengan berbagai kelebihan yang Alex miliki, seharusnya ia bisa mendapatkan gadis mana pun yang bisa mengimbanginya, seperti waktu dulu

Buru-buru Anya menepis pikiran itu. Seharusnya ia bersyukur dengan dirinya sekarang. Sudah berapa banyak gadis yang Alex tolak karena lebih memilihnya. Setelah ditolak berkali-kali pun, pendirian Alex tidak goyah. Laki-laki itu bahkan sering menantang Anya dalam perlombaan. Hasil akhirnya seperti sekarang ini. Sahabat dan teman kecilnya itu kini berganti status menjadi kekasih atau pacar.

Langkah Anya mendadak terhenti saat tiba di tempat yang Alex sebutkan.

“Udah selesai, Nya?” Alex menyambut kedatangan sang kekasih. Lengannya melingkar di bahu gadis itu. Ajaibnya, kali ini Anya tidak menepis atau memarahinya seperti biasa.

Tatapan Anya tertuju pada seseorang yang sedang duduk di bangku tunggu. Sosok itu terlihat mengalihkan pandang ke arah lain seperti pura-pura tidak melihat kedatangannya.

Gadis itu berganti memandang Alex untuk menuntut jawaban kenapa Farrel bisa ada di situ.

“Oh, dia udah tahu tentang kita,” jawab Alex santai.

“Aku ‘kan udah bilang …!” Anya memprotes. Dari sudut mata, ia melihat Farrel menatapnya kesal.

“Pacar lo itu yang nggak bisa diem mulutnya!” seloroh Farrel sementara Alex hanya tertawa-tawa saja mendengarnya. “Dari tadi berisik mulu!”

“Maklum aja napa sih, namanya juga orang lagi seneng!” Alex terkekeh.

Anya menyikut pinggang Alex dan masih cemberut untuk menutupi rasa malunya. Orang yang selama ini tidak pernah akur dengannya, justru menjadi orang pertama yang mengetahui perasaannya. Kalau mengingat hal itu, rasanya Anya ingin bersembunyi di tong sampah.

“Nggak perlu malu sama gue. Gue di sini juga karena pacar lo yang nyuruh. Ogah gue lihat orang pacaran!” Ucapan ketus Farrel membuat darah Anya mendidih.

“Emangnya Alex nyokap lo? Lo aja yang bego mau dengerin dia!” balas Anya sengit.

Tawa kecil terdengar dari mulut Alex yang merangkul Farrel di sebelah kirinya. “Aku mau traktir kalian di bakso Abang,” katanya sambil menunjuk sahabatnya. “Mau, ‘kan? Ayo berangkat!”

Alex dengan Anya dan Farrel di kanan-kirinya segera membawa mereka ke warung bakso Abang. Berjalan dengan posisi seperti itu membuat Farrel jengah dan melepaskan diri.

“Gue bisa jalan sendiri!” Farrel dengan mimik kesal membetulkan tas selempangnya yang melorot.

Sementara Alex tertawa, Anya masih berusaha meredam rasa malunya. Ia tak membuka suara sekalipun, sampai perkataan Farrel mengejutkannya.

“Lex, kalau lo rangkul Anya kayak gitu, besok anak-anak juga bakal tahu kalau kalian pacaran,” kata Farrel sambil menunjuk dengan matanya. “Lagian kenapa sih mesti sembunyi-sembunyi? Toh, anak-anak lain juga nggak bakal heran lagi,” imbuhnya.

Tak perlu menunggu lama, Anya mengguncangkan bahunya hingga lengan itu lepas. “Nggak usah rangkul-rangkul lagi!” tegasnya lalu mendahului mereka. Masih terdengar tawa riang Alex saat ia sudah duduk di warung bakso Abang dengan wajah masam.

“Lho, sendirian aja, Mbak? Mas Alex-nya mana?” tanya Abang melihat kehadiran Anya di warungnya.

“Nggak tahu! Aku ‘kan bukan ibunya!” jawab Anya sekenanya.

Lihat selengkapnya